Oleh Prastika
Guru Madrasah di Bandung
Gencatan senjata terbaru antara Israel dan Hamas terjadi pada hari Jumat (10-10-2025), hasil dari negosiasi intensif selama tiga hari yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS), Qatar, Mesir, dan Turki. Khalil al-Hayya, seorang pemimpin Hamas menyatakan bahwa mereka telah menerima jaminan dari AS dan mediator lainnya sebab konflik ini akan benar-benar diakhiri. Pihak Israel mengumumkan bahwa gencatan senjata akan dimulai dalam 24 jam setelah kesepakatan tercapai, diikuti dengan pembebasan sandera di Gaza dalam waktu 72 jam setelahnya. (rmol.id, 10-10-2025)
Setelah gencatan senjata diberlakukan, bantuan kemanusiaan mulai mengalir ke Jalur Gaza melalui perbatasan Kerem Shalom. Bantuan untuk lebih dari dua juta warga Gaza berupa makanan, obat-obatan yang berjumlah lebih dari 170.000 ton dan perlengkapan darurat telah disiapkan oleh Bulan Sabit Mesir dan dibawa sebanyak 400 truk. PBB melaporkan menunggu izin untuk memasuki Gaza. Kebutuhan makanan dan obat-obatan bagi warga Gaza diperkirakan untuk tiga bulan.
Ini memberikan secercah harapan bagi penduduk Gaza yang telah mengalami blokade bantuan selama berbulan-bulan, menyebabkan 2,1 juta orang mengalami kelaparan akut dan lebih dari 100 kematian. Hampir 90 persen dari populasi telah menjadi pengungsi, menghadapi kelaparan, dan kekurangan gizi.
Tidak sedikit warga Gaza melihat tempat tinggal mereka yang telah porak-poranda. Ribuan warga Gaza mulai kembali ke rumah mereka, pemukiman mereka telah hancur lebur akibat operasi militer. Bangunan hancur sebanyak 90 persen karena diserang oleh Israel selama dua tahun. Tentunya tidak hanya tempat tinggal yang hancur, tetapi fasilitas umum yang lain pun hancur, seperti rumah sakit, pasar, sekolah, masjid gereja, bahkan warga Gaza sulit untuk memperoleh air bersih, listrik bahkan jaringan seluler pun sulit didapat.
Gaza bukan hanya penjara terbuka terbesar di dunia, tetapi juga telah menjadi "ladang pembantaian" yang mengerikan. Israel telah menjatuhkan hampir 200 ribu ton bom untuk menghancurkan Gaza, mengakibatkan lebih dari 67 ribu kematian, dan ribuan lainnya yang hilang, terkubur di bawah reruntuhan, atau dieksekusi oleh militer zionis.
Ancaman yang Berkelanjutan
Gencatan senjata ini mungkin memberikan sedikit kelegaan bagi penduduk Gaza, tetapi Palestina secara keseluruhan masih belum merdeka. Beberapa bahaya masih mengintai warga muslim Palestina.
Pertama, tidak ada kepastian bahwa pihak Israel akan sepenuhnya menghentikan tindakan agresi militernya. Sebagai bukti, hanya beberapa jam setelah pengumuman gencatan senjata, serangan kembali dilancarkan ke wilayah Gaza Utara, mengakibatkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 30 warga sipil.
Sudah menjadi karakteristik Israel untuk melanggar perjanjian gencatan senjata, yang diketahui oleh semua negara, termasuk negara-negara Arab. Anehnya, mereka terus menawarkan perjanjian gencatan senjata kepada Israel. Lebih aneh lagi, tidak ada sanksi berat yang dijatuhkan setiap kali Israel melanggar perjanjian tersebut. Terlebih pemimpin muslim secara terbuka mengupayakan hubungan diplomatik dengan Israel.
Kedua, pada tanggal 12 September 2025 telah terjadi Deklarasi New York yang digelar di markas PBB. Di situ disepakati bahwa apabila gencatan senjata berhasil diraih, maka komite administratif transisi akan dibentuk di Gaza dengan pengawasan oleh otoritas Palestina. Ini semua dilakukan oleh para pemimpin Arab dan Eropa guna membangun rencana pemerintahan transisi untuk Palestina.
Pada akhirnya mereka sepakat menunjuk mantan PM Inggris Tony Blair agar menjadi memimpin otoritas transisi setelah terjadi perang di Gaza Palestina. Mereka pun mendapat] dukungan dari Gedung Putih sebelum adanya pengarahan kendali Gaza kembali kepada Palestina.
Reputasi Tony Blair seharusnya tidak dilupakan. Dia bertanggung jawab atas Operasi Badai Gurun tahun 2003 yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Inggris mengakibatkan Irak hancur dan menyebabkan lebih dari satu juta kematian. Invasi itu didasarkan pada narasi palsu bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal yang tidak pernah terbukti. Kondisi Palestina ini seperti keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya.
Ketiga, jika perdamaian atau gencatan senjata terwujud, Gaza menghadapi ancaman kebijakan perlucutan senjata dan pelarangan kelompok-kelompok pejuang Islam. Sebagai salah satu pihak yang menengahi gencatan senjata, Negara-negara Arab dan pemerintahan Otoritas Palestina juga menyetujui usulan tersebut. Perdana Menteri Palestina, Mohamed Mustafa bahkan meminta Hamas untuk menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintahan Otoritas Palestina. Permintaan ini mengabaikan fakta bahwa kelompok-kelompok perlawanan, khususnya Hamas, selama ini berperan penting dalam mempertahankan Gaza dari agresi militer.
Ironisnya, negara-negara Arab dan pemerintah Otoritas Palestina justru menuding Hamas sebagai penyebab terjadinya genosida dan seolah hanya menjadi pengamat pasif atas kekejaman Israel di Gaza.
Keempat, negara-negara Barat dan Arab telah merencanakan pembentukan pasukan keamanan gabungan untuk Gaza dan Palestina yang dinamakan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF). Pasukan ini didukung oleh Amerika Serikat, negara-negara Arab, dan mitra internasional lainnya. Mereka bertujuan untuk melatih dan memberikan dukungan kepada kepolisian Palestina di Gaza sebagai bagian dari upaya jangka panjang untuk menjaga keamanan internal. Ini sama saja dengan menyerahkan keamanan kepada pihak asing yang sampai kapan pun tidak akan berpihak pada keamanan kaum muslim.
Solusi yang disetujui oleh semua pihak adalah solusi dua negara, yang sebenarnya melegalkan penjajahan oleh Israel atas wilayah Palestina. Seluruh wilayah Palestina, termasuk yang saat ini diduduki oleh Israel, memiliki nilai historis dan religius bagi umat muslim. Wilayah ini dianggap sebagai tanah kharaj karena pernah menjadi bagian dari kekuasaan Islam melalui penaklukan pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab ra.
Menyusul pendudukan dan pengambilalihan wilayah Palestina oleh Israel, diiringi dengan pengusiran dan kekerasan terhadap penduduknya, kini entitas tersebut berupaya mendapatkan pengakuan atas keberadaannya serta legitimasi hukum atas seluruh wilayah yang telah direbutnya. Mengakui solusi dua negara, dalam konteks ini, dapat diartikan sebagai bentuk pembenaran terhadap segala tindakan perampasan dan kekejaman yang telah dilakukan Israel terhadap Palestina.
Sokongan dari para pemimpin Arab dan dunia Islam terhadap gagasan solusi dua negara mencerminkan sikap kepatuhan dan inferioritas di hadapan kekuatan penjajah. Hal ini juga mengindikasikan persetujuan mereka terhadap kelanjutan pendudukan atas tanah Palestina. Seolah-olah mereka mengabaikan atau tidak menyadari bahwa memberikan pertolongan adalah kewajiban yang mendasar bagi setiap muslim.
Pandangan Islam terhadap penjajahan di Palestina telah jelas. Kewajiban jihad fi sabilillah telah disepakati oleh para ulama. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qudamah al-maqdisi sesungguhnya apabila kaum kafir menduduki suatu negeri yang di hadapannya terdapat kaum muslim, maka penduduk negeri itu wajib memerangi kaum kafir tersebut. Apabila kaum muslim yang berada di negeri tersebut tidak bisa memeranginya, maka kewajiban itu menyebar pada kaum muslim yang lainnya.
Sebagaimanan yang tertera pada Al-Qur'an di antaranya firman Allah Swt. "Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian" (TQS. Al-Baqarah [2]: 190)
Kasih sayang terhadap derita penduduk Gaza seharusnya diwujudkan dalam bentuk jihad fî sabilillah mengusir Israel, bukan mengakui eksistensi negara zionis. Inilah yang Allah Swt. wajibkan.
Hari ini, kewajiban mulia tersebut diabaikan oleh para penguasa Muslim. Mereka memilih tunduk pada keputusan Barat, termasuk PBB, dan menyerahkan loyalitas mereka kepada pihak-pihak yang sebenarnya terlibat dalam penyembelihan Palestina.
Maka dari itu, wahai kaum muslim! Kita membutuhkan kepemimpinan global yang benar-benar melindungi kita. Itulah Khilafah Islam yang telah diwajibkan oleh syariat Islam. Khilafah inilah yang bakal menjadi perisai umat Islam sedunia. Hanya Allah dengan khilafahnya, kehormatan, harta, dan jiwa umat Islam sedunia terpelihara. Khilafahlah yang akan menyatukan seluruh negeri muslim, memimpin mereka, lalu mengibarkan jihad fî sabilillah untuk mengusir para penjajah dari negeri-negeri kaum muslim), khususnya Palestina.
Janganlah kita condong kepada para pemimpin zalim yang membiarkan kezaliman terus berlangsung di Gaza. Sikap condong kepada para pemimpin zalim sama artinya dengan menyetujui kezaliman mereka. Allah Swt. telah memperingatkan: "Janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zalim sehingga kalian nanti akan disentuh oleh api neraka." (TQS. Hud [11]: 113)
Wallahualam bissawab
.jpeg)