![]() |
| Oleh: Fenliyati Pegiat Dakwah |
Warga Makasar telah digegerkan dengan hilangnya seorang anak perempuan berusia 4 tahun bernama Bilqis. Bermula korban sedang bermain di Taman Pakui Sayang, Makasar Ahad pagi 2 November 2025. Bilqis ikut ayahnya yang sedang bermain tenis di taman tersebut. Sesekali ayahnya memanggil Bilqis kemudian untuk memastikan anaknya masih berada didekatnya, tapi saat ke tiga kalinya ayahnya memanggil, Bilqis tidak menjawab panggilan ayahnya. Lantas ayahnya pergi mencari. Setelah ayahnya melapor ternyata Bilqis diculik, berdasarkan rekaman dari CCTV terlihat korban dibawa oleh seorang perempuan bersama dua anak kecil lainnya.
Ternyata kasus penculikan balita di Makasar bukan satu-satunya, kasus penculikan balita juga kerap terjadi di kota lain. Masih banyak kasus yang belum menemukan titik terang dan tidak seberuntung seperti kasus Bilqis. Pelaku diduga terlibat TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang). Penculik pertama di Makasar awalnya mengaku hanya menawarkan korban kepada orang yang belum dikaruniai anak lewat facebook, tapi kemudian setelah berpindah dari pelaku ke 1 sampai pelaku ke 3 korban terakhir ditemukan di Jambi di Suku Anak Dalam (SAD). TTPO adalah kejahatan yang serius tanpa memandang usia, jenis kelamin maupun latar belakang. Korban bisa anak-anak, remaja hingga orang dewasa.
Keterlibatan Suku Anak Dalam (SAD) dalam kasus penculikan anak menjadi pertanyaan besar, mengapa ini bisa terjadi sampai ke suku di pedalaman Jambi atau memang ini hanya sebagai bentuk menutupi aksinya dalam sindikat penculikan anak. Cara penculik tipu Suku Anak Dalam (SAD) yaitu mengakui punya surat resmi dan minta uang ganti adopsi RP85 juta. Pelaku menitipkan korban kepada SAD dengan berbagai alasan. "Daripada dibawa kemana-mana lebih baik kami yang ganti rugi supaya kami rawat seperti anak sendiri. Itu pikiran kami, tidak ada yang lain. Untuk menyelamatkan anak itu daripada dilempar keluar. Kata temenggung sikar ayah dari Begendang. Polisi menyebut proses negoisasi sangat alot. Bahkan menuduh masyarakat adat enggan melepas hingga disepakati penukaran dengan sebuah mobil oleh pelaku. Padahal menurut pengakuan Bagendang, orang Rimba yang didatangi meminta untuk mengurus karena keluarga tidak sanggup untuk mengurusnya. (BBCIndonesia, 13/11/2025)
Akar Masalah
Masyarakat adat di pedalaman Jambi selalu rawan menjadi korban eksploitasi, situasi mereka rentan dimanfaatkan. Disisi lain, penelusuran kasus penculikan kerap mandek. Perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat sangat minim sehingga membuka peluang menjadi terulang kembali. Tiadanya jaminan keamanan bagi anak di ruang publik. Ruang publik harusnya menjadi tempat yang nyaman untuk bermain bagi anak-anak dan masyarakat. Ruang terbuka seperti taman harusnya memiliki pengawasan 24 jam CCTV yang memantau aktivitas masyarakat. Sayangnya pemerintah hanya menyediakan ruang publik tapi tidak dengan keamanannya.
Lemahnya sistem hukum dan penegakan hukum di Indonesia dalam menghentikan tindak penculikan dan perdagangan anak juga sangat berpengaruh. Meskipun sudah ada undang-undang melindungi anak dan menghukum pelaku penculikan anak. Penerapan hukuman masih belum efektif. Banyak kasus yang masih terlambat dalam proses penyidikan dan pengadilan, hukuman tidak memberikan efek jera bagi para pelaku penculikan. Di sisi lain penelusuran para pelaku dalam kasus penculikan kerap mandek. Birokrasi yang rumit dan kurangnya kerjasama antar instutsi memperlambat penanganan kasus penculikan. Keberadaan jaringan kriminal yang terorganisasi banyak menyasar pada golongan rentan (anak, masyarakat adat, dan masyarakat miskin). Hal ini tentunya memperumit proses pengungkapan dan pemberantasan pelaku beserta jaringanya. Pemerintah harus mencegah dan mengatasi kasus penculikan anak. Pemerintah juga harus menghadirkan rasa aman bagi masyarakat mulai dari tingkat RT dan RW.
Akar masalah belum menyentuh ke arah kesalahan secara sistemik yakni penerapan sistem kehidupan sekuler. Selain sistem sanksi yang tidak tegas, sekuler melahirkan masyarakat yang kurang peduli lingkungan.
Solusi Islam
Islam sangat menjaga umatnya terlebih terhadap keamanan dan jiwa manusia (maqasid syariah). Maqasid syariah adalah tujuan yang lahir dari pedoman hidup umat muslim yakni syariat Islam untuk urusan dunia dan urusan akhirat. Syekh Muhammad Husain Abdullah di dalam kitabnya menyebutkan ada delapan aspek dalam kehidupan masyarakat yang ada dalam syariat Islam, yaitu :
1. Memelihara Keturunan
(Al-muhafazhatu 'ala an-nashl)
2. Memelihara akal
(Al-muhafazhatu 'ala al-'aql)
3. Memelihara kehormatan
(Al-muhafazhatu 'ala al-karamah)
4. Memelihara jiwa manusia
(Al-muhafazhatu 'ala an-nafs)
5. Memelihara harta
(Al-muhafazhatu 'ala al-amal)
6. Memelihara agama
(Al-muhafazhatu 'ala ad-din)
7. Memelihara keamanan
(Al-muhafazhatu 'ala al-almn)
8. Memelihara negara
(Al-muhafazhatu 'ala ad-daulah)
Dimana pemerintah yang berlandaskan hukum Islam yaitu negara akan melindungi kehidupan manusia agar tidak disakiti, dilukai, atau dibunuh. Menjaga jiwa manusia juga erat kaitannya untuk menjamin hak atas hidup manusia seluruhnya tanpa terkecuali. Hal ini tercantum dalam QS. Al-Maidah ayat 32 :
"Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya".
Penerapan sistem Islam dipercaya mampu memberikan sanksi tegas terhadap segala bentuk pelanggaran hukum syara. Sanksi tersebut diberikan kepada masyarakat yang terbukti melanggar hukum syara seperti kasus penculikan tanpa diskriminasi baik yang beragama muslim maupun non muslim. Karena hukum syara bersumber dari Al-Quran dan Sunnah. Ini akan memberikan hukuman efek jera bagi pelaku kriminal. Hukum Islam merupakan sistem hukum yang menyeluruh, tidak hanya mengatur aspek spiritual, moral dan sosial kehidupan manusia. Penerapannya menunjukkan bahwa nilai-nilai syariah mampu mengatur kehidupan manusia. Dalam hukum Islam negara bertanggung jawab dalam membentuk masyarakat yang bertaqwa, berilmu, berakhlak mulia serta sejahtera.
Wallahualam bisshawab.
