![]() |
| Oleh: DR. H. Asfar Tanjung (Praktisi dan Pemerhati Pendidikan, Penulis dan Wartawan) |
Setiap kali kita mendengar kata "guru," pasti terbayang sosok yang berdiri di depan kelas, berinteraksi dengan murid-murid, berdialog, membimbing, dan mengajar. Mereka adalah sosok mulia yang tanpa lelah dan tanpa mengenal waktu, sangat berjasa bagi bangsa, namun seringkali tanpa tanda jasa yang memadai.
Lirik lagu "Kita bisa pandai membaca dan menulis karena siapa, kita jadi tahu beraneka ilmu dari siapa, kita jadi pintar dibimbing guru, kita jadi pandai karena guru, guru bak pelita penerang dalam gulita jasamu tiada tara," adalah penggalan yang selalu dinyanyikan untuk menghormati jasa guru yang tak terhingga.
Mari kita merenung sejenak. Bagaimana jadinya jika guru tidak ada, atau jika kita enggan belajar? Mustahil kita bisa meraih kehidupan yang layak seperti sekarang. Semua berawal dari kemampuan membaca dan menulis, yang membuka pintu ilmu dan informasi, mengantarkan kita pada kesuksesan.
Guru adalah pelita yang menerangi kegelapan. Warisan berharga ini diberikan dari generasi ke generasi, agar kita tidak tersesat dalam mengarungi kehidupan yang penuh liku.
Guru sebagai pendidik adalah pelita di setiap zaman. Bayangkan hidup tanpa guru, karena pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Keberadaan guru sangat penting dalam pendidikan. Tanpa guru, tidak akan ada proses kehidupan yang terarah dan sempurna.
Kita yang pernah mengenyam pendidikan patut berbahagia. Kita bisa meraih kehidupan yang layak, berkembang dalam berbagai aspek, dan mencari nafkah di berbagai tempat. Semua ini berkat jasa guru.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa guru (termasuk dosen) adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik sejak usia dini hingga perguruan tinggi.
Guru adalah kunci kualitas hidup manusia. Oleh karena itu, guru harus profesional, memahami tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya. Guru dan dosen adalah agen perubahan yang mengajarkan hal-hal baru. Kita beruntung bisa diajar oleh guru, tempat bertanya tentang hal yang tidak kita ketahui.
Tuntutan terhadap guru saat ini sangat besar. Guru masa lalu berbeda dengan guru sekarang. Guru harus profesional dalam menjalankan tugasnya, sesuai dengan tuntutan zaman. Istilah "guru tahu semalam dari murid" sudah tidak relevan lagi di era milenial, apalagi di era Industri 4.0 dan generasi Z menuju Indonesia Emas 2045. Semua serba komputerisasi, dan guru harus mengikuti perkembangan ini. Jika tidak, guru akan tertinggal karena peserta didik sudah lebih dulu memahami IT. Guru harus berbenah diri, mengajar sambil belajar, dan belajar sambil mengajar.
Seorang guru harus profesional dan memenuhi skema tertentu: beriman dan bertaqwa, menguasai ilmu agama, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan mampu memberi motivasi. Semua ini penting karena guru adalah sosok yang digugu dan ditiru oleh siswa dalam perkataan, perbuatan, tingkah laku, dan keseharian. Jika kita memilih menjadi guru, kita harus memiliki dan menguasai skema profesi guru tersebut.
Keprofesionalan guru adalah memahami kompetensi. Menurut UU No. 19 Tahun 2005, ada empat kompetensi guru: pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Guru yang memahami kompetensi dapat disebut guru profesional.
Apakah guru kita sudah profesional? Jawabannya tidak mudah. Perlu indikator yang jelas, salah satunya adalah penguasaan kompetensi guru. Jawaban profesional atau tidaknya ada pada guru itu sendiri, tercermin dari pelaksanaan kinerja dan keterampilannya.
Tantangan saat ini adalah profesionalisme. Tugas guru tidak hanya formalitas belaka. Pada peringatan Hari Guru Nasional 2025 ini, mari kita berbenah diri menghadapi tuntutan keprofesionalan, karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) semakin kompleks.
Dunia sudah dalam genggaman. Informasi positif dan negatif bisa diperoleh dalam hitungan detik. Guru harus memiliki kompetensi yang sesuai undang-undang, dasar agama, dan keimanan yang mantap. Perkembangan IT yang berdampak negatif perlu disaring, dan guru harus memiliki kepribadian yang bisa mengarahkan peserta didik untuk memanfaatkan IT dengan benar.
Pengalaman di masa pandemi membuktikan bahwa guru tidak hanya menyampaikan ilmu di sekolah. Pembelajaran daring dengan teknologi sudah kita rasakan. Guru yang tidak cepat menyesuaikan diri akan tertinggal. Masa pandemi adalah masa reformasi pendidikan, di mana IT berperan penting dalam pembelajaran.
Untuk keberhasilan tugas, guru dituntut untuk terus mengajar sambil belajar dan belajar sambil mengajar. Kesuksesan yang diraih adalah keberhasilan yang dicapai sesuai rencana.
Dalam tugas sehari-hari, guru tidak hanya mengajar dan mentransfer ilmu, tetapi juga mendidik, mengubah perilaku menjadi lebih baik, dan membentuk karakter terpuji.
Selamat Hari Guru Nasional 2025! Semoga guru semakin berjaya, dirindu, dan diidolakan oleh anak didik, menjadi suri teladan di masyarakat. Selamat buat para guru tanpa tanda jasa, jasamu tak terhingga, selalu dikenang sepanjang masa. Untuk guru-guru yang telah tiada, mari kita doakan semoga dilapangkan kuburnya, diampuni dosanya, dan ilmu yang diajarkan menjadi amal ibadah yang tak putus. Selamat Hari Guru!
(Penulis: Dr. Asfar Tanjung, Praktisi dan Pemerhati Pendidikan, Penulis dan Wartawan)
Semoga artikel ini bermanfaat!
