Oleh Sahna Salfini Husyairoh, S.T
Aktivis Muslimah
Presiden Prabowo berpidato mengecam segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil tak berdosa di hadapan Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di markas PBB, New York (23/9/2025). Hanya saja yang mengejutkan dalam pidatonya, Prabowo juga menyebut kesiapan Indonesia untuk mengakui eksistensi negara Israel dan mendukung penyelesaian krisis melalui solusi dua negara.
Pidato Presiden Indonesia ke-8 di markas PBB itu dipuji oleh banyak pihak, termasuk oleh pemerintah zionis Yahudi. Perdana Menteri Yahudi Netanyahu melontarkan pujian terhadap pidato tersebut. Netanyahu menyadari bahwa Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Sehingga pernyataan Prabowo beberapa waktu lalu dapat menjadi sinyal bagi masa depan Israel.
Terdapat tiga koreksi untuk pidato Presiden Prabowo di markas PBB lalu. Pertama, keberadaan negara Israel di tanah Palestina ilegal dikarenakan Israel penjajah. Mengakui eksistensi negara Israel sama dengan mengakui adanya penjajahan. Negeri Palestina telah menjadi bagian dari negeri Muslim sejak era Kekhilafahan Umar bin al-Khaththab ra. Khalifah Umar ra. telah menjadikan Palestina sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Islam dan kaum Muslim sejak tahun 637 M. Dengan demikian Palestina bukanlah tanah kosong yang tidak bertuan. Jelas, kedatangan entitas Yahudi ke Palestina sebagai penjajah.
Kaum Yahudi memasuki wilayah Palestina setelah mendapatkan bantuan Inggris melalui Deklarasi Balfour di tahun 1917. Lalu secara bertahap mereka melakukan perampasan, penggusuran, pengusiran bahkan pembunuhan terhadap penduduk Palestina. Peristiwa Nakba yang terjadi pada Mei 1948 adalah penyerangan dan pengusiran besar-besaran terhadap penduduk Palestina. Lebih dari 700 ribu warga diusir. Lahan dan rumah-rumah mereka dirampas oleh kaum penjajah tersebut.
Presiden Prabowo di Markas PBB sangat mengejutkan. Pernyataan itu juga bertentangan dengan isi Pembukaan UUD 45 yang menyatakan: ”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Kedua, pengakuan atas negara Israel melalui solusi dua negara mencederai rasa keadilan bagi rakyat Palestina. Warga Palestina telah mengalami pengusiran, perampasan, bahkan pembunuhan dan sekarang genosida (pemusnahan massal) oleh zionis Yahudi. Namun, tidak ada sanksi apa pun atas pemerintahan zionis Yahudi itu.
Apalagi secara kepemilikan wilayah, hari ini penduduk Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan Gaza hanya mendiami kurang 22 persen dari total tanah air mereka. Sebaliknya, zionis Yahudi menduduki 78% wilayah Palestina. Dengan demikian solusi dua negara berarti mengakui legalitas penjarahan wilayah negara Palestina secara brutal oleh entitas Yahudi.
Ketiga, pemerintahan ilegal zionis Yahudi sendiri secara tegas menolak mengakui eksistensi atau kemerdekaan negara Palestina. Pada Juli 2024, Parlemen Israel mengeluarkan resolusi yang menolak pendirian negara Palestina. Resolusi itu disahkan di Knesset dengan 68 suara mendukung dan hanya 9 suara yang menentang.
Perdana Menteri Yahudi Benyamin Netanyahu, di depan Sidang Umum PBB yang lalu secara tegas menolak untuk mengakui kemerdekaan negara Palestina. Dia menyatakan bahwa pengakuan terhadap negara Palestina merupakan suatu kesalahan yang sangat fatal.
Yang juga wajib dipahami oleh umat Muslim, solusi dua negara (two state solution) bukan datang dari keinginan penduduk Palestina. Rancangan ini dibuat oleh Komisi Peel yang dibentuk oleh pemerintah Inggris pada tahun 1936. Inggris adalah negara yang memfasilitasi pengungsian besar-besaran kaum diaspora Yahudi ke Palestina.
Sedari awal sudah terlihat bahwa solusi dua negara dirancang untuk mengekalkan keberadaan negara zionis di atas tanah Palestina. Pemerintah Inggris tidak memedulikan nasib penduduk asli Palestina yang terusir. Bahkan Inggris terus membuka jalan bagi kedatangan para pengungsi Yahudi dari berbagai negara untuk memasuki Palestina. Akhirnya, berdirilah negara zionis secara ilegal pada tahun 1948 yang diakui dunia internasional sampai sekarang.
Karena itu mendukung solusi dua negara merupakan sesat pikir solusi persoalan di Palestina. Hal ini bahkan bisa menjadi preseden buruk atas setiap konflik internasional. Siasat jahat ini bisa menjadi modus politik untuk melegalkan penjajahan di berbagai wilayah. Ketika suatu negara menginvasi negara lain, mengusir dan membunuhi penduduknya, merampas lahan dan hunian mereka, lalu ditawarkanlah solusi dua negara. Negara penjajah tetap eksis di atas wilayah bangsa lain, sementara penduduk asli yang kehilangan wilayahnya dipaksa hidup berdampingan dengan pihak perampok.
Secara hukum Islam solusi dua negara jelas bertentangan dengan nas-nas syariah. Allah SWT telah memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak yang mengusir dan memerangi mereka. Firman-Nya:
وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ
Perangilah mereka di mana saja kalian jumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (TQS al-Baqarah [2]: 191).
Allah SWT juga berfirman:
فَمَنِ ٱعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَٱعْتَدُوا۟ عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا ٱعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ
Siapa saja yang menyerang kalian, maka seranglah dia seimbang dengan serangannya terhadap kalian (TQS al-Baqarah [2]: 194).
Berdasarkan ayat di atas, jihad fî sabilillah adalah fardu ‘ain saat negeri kaum Muslim—seperti Gaza dan Palestina saat ini—diserang atau dijajah. Para Sahabat Nabi saw. telah berijmak atas kewajiban kaum Muslim secara bersama-sama untuk memerangi dan mengusir musuh-musuh mereka yang menyerang dan menjajah negeri mereka.
Karena itu kaum Muslim harus bersikap tegas kepada penguasa mereka. Kaum Muslim wajib melakukan amar makruf nahi mungkar terhadap mereka dalam persoalan ini. Bukan malah condong dan merasa puas dengan sikap para penguasa mereka. Allah SWT telah berfirman:
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ
Janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zalim sehingga kalian nanti akan disentuh api neraka (TQS Hud [11]: 113).
Jelaslah bahwa krisis di Palestina tidak mungkin diselesaikan di tangan PBB ataupun para penguasa Muslim hari ini. Umat hari ini membutuhkan kepemimpinan Islam global yang akan melindungi setiap wilayah negeri Islam.
Wallahualam bissawab
