![]() |
| Oleh: Neny Nuraeny Pegiat Literasi |
Media sosial yang menjamur saat ini bukanlah yang baru. Global Digital Reports dari Data Reportal bahkan melaporkan ada 5,25 miliar orang yang berperan aktif di sosial media. Uniknya, perasaan yang terhubung aktif di dunia maya tidak menghilangkan rasa kesepian. Fenomena ini menarik perhatian mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY. Mereka melakukan riset berjudul “Loneliness in the Crowd: Eksploitasi Literasi Media Digital pada Fenomena kesepian di TikTok melalui konfigurasi Kajian Hiperrealitas Audiovisual.” Menurut teori hiperrealitas, digital kerap dianggap lebih ‘nyata’ daripada realitas itu sendiri, sehingga emosi yang terbentuk di dunia maya mempengaruhi kesehatan mental dan hubungan sosial seseorang. (detikedu.com, 18/9/2025)
Masyarakat di Era Digital
Kesepian yang dialami masyarakat terutama Gen Z adalah hal yang wajar. Walaupun sangat aktif di dunia maya, dari pagi hingga sore bahkan malam. Sehingga, hal ini mengakibatkan minim interaksi di kehidupan nyata. Selain itu, di dalam keluarga pun pola hubungan mereka ada jarak yang cukup jauh. Hal ini seolah menjadi kontradiktif mereka aktif, tetapi ternyata lonely. Ini menjadi bukti terjadinya hiperrealitas di kalangan Gen Z
Disisi lain, meskipun mereka sadar bahwa yang disaksikan di sosial media hanyalah kepingan kebahagian dari kehidupan, namun belum tentu terjadi dengan aslinya. Dan ketika tayangan itu terus menerus dikonsumsi, itu cukup mendefinisikan bahwa bagaimana seharusnya gaya hidup Gen Z atau para pemuda saat ini. Standar kebahagiaan itu tinggi dan kadang tidak masuk akal. Misalnya, mereka bahagia ketika mempunyai ini dan itu, bergelimangan harta, bahkan OOTD (Outfit On The Day) saat keluar luar rumah pun harus perfect. Secara tidak langsung sangat mempengaruhi kehidupan Gen Z.
Mengapa Bisa Lonely?
Kondisi saat ini sangat dipengaruhi oleh sistem sekuler kapitalis. Banyak dari mereka yan merasa kesepian, bahkan tidak jarang juga mencari validasi karena kurangnya perhatian di kehidupannyata. Mereka lebih nyaman menyendiri di dalam kamar, karena tidak terbiasa berinteraksi dengan khalayak umum. Jiwa introvert kemudian muncul, dan merasa lonely. Di sisi lain, akhirnya para Gen Z atau pemuda merasa hanya dirinya lah yang paling susah. Bahkan seorang influencer pun yang mempunyai follower banyak, mereka merasa kesepian karena terlalu seringnya di sosial media dan menganggap tidak ada yang mengerti. Mereka malah menjadi anti sosial di dunia nyata dan tidak mempunyai teman. Tidak bisa membangun komunikasi dan interaksi secara mendalam dengan orang-orang yang di sekitar mereka.
Dengan demikian, fenomena Gen Z yang kesepian ini bukanlah persoalan personal saja. Ini adalah output dari sistem sekuler kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan. Media sosial dipegang kendali oleh ideologi sekuler. Maka, tidak heran mengapa para pemuda menjadi kesepian. Teknologi yang seharusnya menjadi sarana untuk memudahkan manusia dalam kehidupan sehari-hari, justru merusak generasi secara personal dan tatanan sosial yang lebih masif. Ini membuktikan sistem yang ada telah gagal mengelola digital saat ini, sehingga membuat hiperrealitas itu terwujud dan melahirkan anti sosial di masyarakat. Ketika para pemuda menjadi anti sosial, jelas sekali ini merugikan pada umat. Karena seharusnya pemuda menjadi pilar peradaban, bukan disibukkan dengan harapan hidup yang materialistis.
Solusi Islam
Berbeda dengan Islam yang hadir sebagai sebuah sistem kehidupan yang menyeluruh. Islam mencetak pemuda yang akan menjadi mercusuar peradaban. Fase terkuat seseorang adalah masa pemuda. Pemuda adalah puncak kekuatan. Maka seharusnya pemuda siap untuk menjalankan peran terbaik sebagai hamba Allah. Siap berdedikasi karena Allah dan untuk agama ini. Seperti halnya dalam hadist Rasulullah saw. “Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memiliki shabwah.” (HR. Ahmad)
Teknologi akan dijadikan sebagai kekuatan besar para pemuda. Media-media yang akan terus ditayangkan adala hal-hal yang baik saja. Misalnya edukasi, gambaran kehidupan apa saja yang harus di jalani di dunia ini. Visi besar itu akan terus di masif kan di media-media dalam sistem pemerintahan Islam. Disisi lain, negara akan memblokir hal yang jauh dari syariat. Sehingga, orientasi masyarakat tidak lagi pada harta, kemewahan dan kesenangan yang mereka lihat di media.
Dalam Islam ada yang disebut dengan Departemen Penerangan (Al-I’am), departemen yang berwenang untuk membangun masyarakat, baik kekuatan fisik maupun kekuatan akal. Sayang, hal ini tidak akan mungkin terjadi di dalam sistem sekuler kapitalis saat ini. Karena negara sekuler kapitalis hanya akan menjadi negara permisif yang membolehkan segala hal, asalkan itu berujung keuntungan. Hanya dengan kembali kepada Islamlah para pemuda akan didukung total oleh negara. Menjadi pemuda-pemuda yang di banggakan oleh Allah dan rasul-Nya yang bermanfaat untuk umat. Tidak ada lagi yang kesepian, karena pemuda Islam akan menjadi pemeran utama dalam peradaban.
Wallahu a’lam bishawab.
