Oleh Hesti Andyra
Pemerhati Sosial
Tarif Tidak
Masuk akal
Penetapan pajak sebesar 10% ini
diharapkan bisa meningkatkan pendapatan daerah. Entah apa yang ada dibenak para
wakil rakyat kota Malang sampai-sampai beranggapan bahwa masyarakat masih bisa
diperas untuk membayar pajak yang makin tinggi. Padahal penerimaan pajak
restoran hingga bulan Juni ini mencapai Rp87 miliar, jauh melebihi target
sebesar Rp65 miliar yang dipatok Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang.
(radarmalang.jawapos.com, 24/06/2024). Belum lagi pendapatan pajak dari
berbagai sektor lainnya, seperti retribusi parkir, PBB, reklame, dll.
Pajak UKM yang ditetapkan oleh DPRD
Kota Malang ini makin tidak masuk akal ketika dibandingkan dengan pajak UKM
yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)
No. 23/2018 dan diperbarui dengan PP No. 55 Tahun 2022, UKM dengan omzet bruto
di Rp500.000 juta sampai dengan Rp4,8 miliar setahun dapat menggunakan tarif
PPh Final UMKM sebesar 0,5% dari penghasilan kotor.
Pajak Ditinjau
Dari Perspektif Islam
Pajak adalah kontribusi wajib atas
individu atau badan usaha yang bersifat memaksa
dan berdasarkan undang-undang untuk membiayai pengeluaran dalam hal penyelenggaraan
jasa-jasa untuk kepentingan publik. (wikipedia.com)
Dalam Islam, pungutan pajak dihukumi
haram berdasarkan Dalil yang ada dalam Al Qur’an dan Al Hadis. Allah Swt.
berfirman,” Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
cara yang batil.” (QS. An Nisa: 29). Rasulullah saw. sendiri juga menekankan
tentang haramnya memungut pajak dalam hadis berikut ini: “Sesungguhnya pemungut
pajak diadzab di neraka.”(HR Ahmad dan Abu Dawud)
Negara adalah sebuah tempat yang
menaungi penduduknya. Sedangkan penguasa adalah pelindung dan perisai bagi
rakyatnya. Sehingga, amatlah miris ketika sebuah negara menjadikan pungutan
pajak sebagai pendapatan utama untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan negara.
Seperti yang dicontohkan Daulah
Islam di masa lalu, selama 1400 tahun pemerintahan Islam berdiri, rakyat tidak
pernah dibebani pungutan pajak yang tinggi dan memberatkan. Pendapatan negara
diperoleh dari berbagai pos seperti fai, kharaj, jizyah, dll. Ditambah
lagi dengan pengelolaan sumber daya alam yang hasilnya benar-benar dikembalikan
kepada rakyat dan menjamin kesejahteraannya.
Pajak dalam Islam disebut dlaribah.
Dlaribah adalah pungutan atas kaum muslim untuk membiayai kebutuhan
negara dalam kondisi ketika kas baitul mal kosong. Pada umumnya kas baitul mal
ini akan selalu terisi dari berbagai pos pendapatan negara, Hanya saja, ketika
beban pengeluaran daulah bertambah, dan berbagai pos tadi tidak bisa
memenuhinya, termasuk sumbangan kaum Muslim juga belum mencukupi, maka
kewajiban pembiayaan kebutuhan negara dan pos-pos pengeluaran beralih kepada
kaum Muslim.
Namun, kewajiban membayar dlaribah
ini hanya dibebankan kepada golongan yang mampu mencukupi
kebutuhan-kebutuhannya dan memiliki kelebihan harta, tidak dibebankan kepada
seluruh lapisan masyarakat.
Dengan demikian, rakyat tidak
dibebani dengan pungutan yang tinggi. meski begitu, hak hidup rakyat tetap
dijamin penguasa sebagai penanggung jawab. Sungguh, keadilan dan kesejahteraan
umat hanya bisa teraih ketika penguasa menerapkan syariat Islam sebagai tonggak
penyelenggaraan negara.
Wallahu’alam
bisshawab