![]() |
Oleh Rismawati Aisyacheng (Pegiat Literasi) |
Judol (judi online) adalah aktivitas bermain dengan taruhan uang atau barang berharga melalui media sosial atau internet dengan harapan mendapatkan keuntungan dalam permainan tersebut jikalau mereka menang dalam permainan. Adapun bentuk-bentuk permainan Judol biasanya berupah taruhan dalam bidang olahraga, casino virtual, poker online, lotre internet, dan berbagai permainan lainnya yang serupa dengannya. Nah, bisa kita lihat bahwa perkara judol ini adalah perkara serius karena di dalamnya terdapat hakikat keuntungan dan kerugian, namun hal itu di dapatkan tanpa bekerja melainkan hanya menebak-nebak saja serta bermain sembari memasang uang dengan berharap mereka menang. Oleh karena itu, aktivitas seperti ini telah di jelaskan dalam Al-Quran terkait larangan Allah melakukan perjudian, baik offline maupun online.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَا لْمَيْسِرُ وَا لْاَ نْصَا بُ وَا لْاَ زْلَا مُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَا جْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 90)
Namun walaupun telah di larang oleh Allah, hal ini tetap marak di lakukan oleh manusia masa kini. Sebagaimana yang dikabarkan baru-baru ini oleh Budi Gunawan selaku Menko Polkam (Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan), ia mengatakan bahwa perputaran uang judol (judi online) di Indonesia saat ini mencapai Rp900 triliunan sepanjang tahun 2024 ini. Ungkap beliau saat berada di Kantor Komdigi. (cnnindonesia.com, 21/11/24)
Selain itu, viva.co.id mengabarkan bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat adanya kenaikan sebesar Rp 219 triliun di tahun 2025 ini dari tahun 2024 terkait dengan perputaran dana judi online.
Menurut kepala PPATK Ivan Yustiayandana bahwa berdasarkan data, selama tahun 2025 diperkirakan perputaran dana terkait judi Online telah mencapai Rp 1.200 triliun, sementara data tahun lalu sebesar Rp 981 triliun. (viva. Co. Id, 27/04/25)
Jika di lihat dari data yang di sajikan beberapa berita, kenyataannya sungguh mencengangkan. Bagaimana tidak, Indonesia yang di kenal penduduknya sebagian besar adalah muslim namun perputaran dana dari judi online bisa mencapai triliunan, yang artinya pelaku judi online dalam negeri kita saat ini bukan hanya hitung jari tetapi tak terhitung kan jumlahnya.
Padahal Allah telah tegas melarang kaum muslim melakukan perjudian dalam bentuk apa pun. Namun, manusia masa kini seolah tak mengindahkan larangan dan peringatan dari Allah. Ini bisa jadi di sebabkan oleh jauhnya manusia dengan Tuhannya, sebab memang sistem yang di gunakan adalah sistem Kapitalisme yang mana sistem ini tidak menerapkan hukum Islam secara Kaffah dalam kehidupan sehari-hari manusia, melainkan hanya mengambil sebagian hukum Allah kemudian mencampakkan sebagiannya.
Nah, Dalam sistem Kapitalisme sektor apa pun yang menghasilkan keuntungan termasuk judol (judi online) cenderung diberi ruang untuk berkembang. Alhasil, minimnya kontrol terkait aktivitas masyarakat dan katanya demi "kebebasan pasar" membuat praktik perjudian semakin meluas, dan difasilitasi oleh platform digital, iklannya masif, serta hukumnya yang tak begitu tegas, sehingga bisa di lihat dari perputaran uang judol yang mencapai Rp1.200 triliun sebagai bukti maraknya kasus perjuangan saat ini.
Di samping itu, Kapitalisme juga menciptakan ketimpangan ekonomi yang membuat masyarakat rentan tergiur "jalan pintas" melalui judi. Bagaimana tidak, saat kebutuhan dasar masyarakat sulit terpenuhi, ternyata muncullah di tengah-tengah mereka tawaran yang mengiming-iming kan cara kaya cepat yang efektif. Apatah lagi Negara sendiri setengah hati memberantas judi online. Selain itu, banyaknya aparat dan pejabat negara yang ternyata ikut terlibat dalam judol makin menguatkan atas kelalaian negara dalam meriayah masyarakatnya. Demikian halnya dengan sanksi yang tidak menjerakan melainkan hanya menumbuh suburkan pelaku-pelaku judi online.
Belum lagi, upaya pemerintah dalam melakukan pencegahan judi online ternyata tidak serta merta menyentuh pada akar persoalan, yaitu terkait penerapan sistem Kapitalisme yang selama ini telah menjauhkan aturan agama dalam kehidupan manusia. Alhasil, sistem kapitalisme menjadikan masyarakat tidak menstandarkan perbuatannya pada halal-haram setiap perbuatan mereka.
Berbeda halnya dalam sistem Islam dalam sebuah negara yang di sebut Khilafah, yang mana pemberantasan judi tidak hanya dengan menghukum pelaku dan bandar melalui ta'zir, tetapi juga membangun struktur hukum Islam yang lengkap, yang mana hal ini akan di mulai dari penerapan syariah, kemudian pembentukan aparat penegak hukum secara syariah juga, hingga pada tahap membangun budaya amar ma'ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat.
Nah dalam Sistem Islam tidak hanya menindak kejahatan secara fisik sahaja. Akan tetapi sistem Islam juga akan membasmi kemiskinan dengan mengelola SDA yang melimpah di negeri yang ada dalam kepemimpinan Islam. Serta tegas untuk memberantas pendorong maraknya perjudian dan penyakit sosial lainnya yang ada di masyarakat. Hal ini dilakukan melalui pendidikan Islam serta dakwah fikriyah, dan kontrol budaya masyarakat serta menerapkan sanksi Islam. Oleh karena itu, dengan adanya sangsi yang tegas bagi para pelaku judi akan memberi efek jera bagi pelaku dan ada pun yang lain tidak akan berniat untuk melakukan perjudian sebab kebutuhannya telah di penuhi oleh pemimpin negara serta ada hukuman yang keras menunggunya jika melakukan judi. Wallahu alam bissawab.