![]() |
Penulis : Melta Vatmala Sari |
Berat nian beban kaum muslim di negeri kapitalis sekuler. Berharap dapat tenang dan khusyu ibadah di bulan suci Ramadhan serta mudik lebaran bersilaturahmi ke kampung halaman, sepertinya sulit dicapai. Bagaimana tidak? Belum lama ini harga pangan naik terutama beras, sekarang untuk mudik pun sepertinya kandas karena tarif tol sudah resmi naik. Suatu keniscayaan kalau tarif tol naik, ongkos angkutan umum pun pasti naik. Hari-hari puasa harusnya dijalani dengan tenang, ini malah jadi was-was memikirkan biaya untuk makan dan mudik.
Fenomena maraknya travel gelap jelang mudik Lebaran kembali menjadi sorotan. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai, maraknya travel gelap ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam menyediakan layanan angkutan umum yang merata hingga pelosok daerah. Banyak warga yang menyangka bahwa keberadaan angkutan travel gelap ini di perdesaan sebagai penymabug atau penghubung antara desa dengan kota. Sementara itu, tarif angkutan ojek pangkalan tidak terkendali alias mahal. Akhirnya, banyak pemudik yang memilih travel gelap karena dianggap membantu mengantarkan sampai tujuan. Akademisi Prodi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata itu kemudian menjelaskan, berdasarkan laporan yang dihimpun, penumpang travel gelap banyak berasal dua provinsi. Pertama dari Jawa Tengah, dengan asal perjalanan dari Kabupaten Brebes, Banyumas, Grobogan, Tegal, Wonosobo, Batang, Pekalongan, Pemalang, dan Banjarnegara. Lalu, dari Jawa Barat, dengan asal perjalanan dari Kabupaten Banjar, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Kuningan, Cirebon, Majalaya. Sumedang, Subang. Sumber info liputan6.com (23/3/2025)
Kapitalisme Gagal Menjamin Kenyamanan Masyarakat
Berbagai persoalan dalam sarana transportasi terlebih pada masa mudik (mulai dari kemacetan hingga kecelakaan) tidak bisa dilepaskan dari buruknya tata kelola transportasi yang berasakan Kapitalisme-sekuler. Dalam sistem ini, transportasi menjadi jasa komersil karena pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta. Negara hanya sebagai regulator yang lebih banyak berpihak kepada pengusaha.
Bisnis travel gelap kembali marak menjelang Lebaran 2025. Setiap tahun, angkutan ilegal ini tetap beroperasi, bahkan merambah hingga ke desa-desa. Travel gelap adalah angkutan umum yang beroperasi tanpa izin resmi dari otoritas terkait. Kendaraan ini biasanya mencari penumpang dari rumah ke rumah atau melalui media sosial. Padahal penyediaan transortasi umum sudah diatur dalam pasal 138 uu no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Undang-undang ini menegaskan bahwa pemerintah harus menjamin ketersediaan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau bagi masyarakat.
Lebih lanjut, Pasal 139 UU LLAJ menyebutkan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki tanggung jawab menyediakan angkutan umum, baik untuk angkutan antarprovinsi, antarkabupaten/kota, hingga ke dalam wilayah pedesaan. Sementara itu, di sisi lain, tidak meratanya infrastruktur dan fasilitas umum menjadikan rakyat menggantungkan hidupnya di perkotaan. Akibatnya banyak yang mencari kerja di kota, sehingga tradisi mudik pun tak terelakkan. Sistem kapitalisme gagal menjamin kenyamanan saat mudik lebaran banyak kejadian seperti travel semakin meningkat biayanya juga banyak travel tidak terlalu bisa menjamin kenyaman sehingga terjadi kecelakaan dan pemerintah tidak bisa megatur dengan baik lalu lintas saat mudik hingga terjadi kemacetan. Banyak masyarakat meminta polisi untuk bertindak tegas dan bekerja sama dengan direktorat reserse siber untuk bisa mencegah pelaku bisnis travel gelap ini bertindak lebih lanjt lagi dengan melalui grup watsApp dan media sosial lainnya
Islam Solusi Tuntas
Berbeda dengan sistem Islam, di mana dasar tindakan penguasa adalah akidah, setiap perbuatan manusia selalu berada dalam pengawasan Allah Azza wa Jalla. Pemerintah dalam Islam berperan sebagai Raa’in, yaitu pengurus dan pelayan bagi rakyatnya. Kepemimpinan yang diemban bukan hanya tanggung jawab di dunia, tetapi juga akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Ketahuilah, setiap dari kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR Bukhari). Oleh karena itu, seorang khalifah sebagai kepala pemerintahan memiliki kewajiban untuk mengurus dan memenuhi kebutuhan rakyatnya, termasuk dalam penyediaan sarana transportasi .
Islam memandang transportasi sebagai fasilitas publik yang tidak boleh dikomersialkan. Meski pembangunan infrastruktur mahal dan rumit, haram bagi negara menyerahkan pengelolaannya kepada swasta. Negara wajib membangun hajat transportasi publik yang aman, nyaman, murah, dan tepat waktu, serta memiliki fasilitas penunjang yang memadai sesuai dengan perkembangan teknologi. Anggaran untuk mewujudkan semua ini adalah anggaran yang bersifat mutlak karena transportasi merupakan kebutuhan publik. Negara Islam memiliki sumber pemasukan yang banyak dan beragam, sehingga mampu untuk membangun infrastruktur termasuk dalam transportasi yang baik, aman dan nyaman, sehingga rakyat mendapatkan layanan dengan mudah dan kualitas terbaik. Di sisi lain, Islam memandang bahwa kemajuan dan pembangunan adalah hak semua rakyat dan merupakan kewajiban negara. Oleh karena itu, Negara akan membangun infrastruktur merata sehingga potensi ekonomi terbuka lebar di semua wilayah, bukan hanya di perkotaan.