![]() |
Oleh: Neny Nuraeny
Praktisi Pendidikan |
Dalam sistem kapitalisme, pajak merupakan salah satu pendapatan utama negara yang harus dibayar oleh rakyat.
Dilansir dari Ayobandung dot com. Badan pendapatan daerah (Bapenda) Kabupaten Bandung telah meluncurkan mengenai gerebekan pajak di soreang, kamis (27/2/2025). Menurut Akhmad Djohara, progam ini salah satu upaya untuk mendongkrak pendapatan asli daerah yang mencapai Rp2 Triliun. Terutama dari pendapatan progam pajak. Gerebekan tersebut diharapkan mampu menjadi solusi efektif untuk mengatasi lost potensi pendapatan. Program pajak ini telah sesuai dengan arahan Bupati Bandung Dadang Supriatna menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menunjukkan potensi pendapatan daerah yang belum tergali tersebut. Berkaitan dengan itu program ini sendiri difokuskan pada penagihan pajak tunggakan yang belum termanfaatkan secara maksimal.
Tidak dapat dimungkiri, pajak adalah salah satu sumber pendapatan yang paling besar di 'era' kapitalis saat ini. Tidak pandang bulu, rakyat kecil sekalipun dikenai pajak. Sehingga tidak heran saat ini terjadi gebrakan penagihan secara besar-besaran, bahkan merambah daerah-daerah kecil. Meskipun katanya hanya berfokus pada yang menunggak saja. Kebijakan saat ini tidak melihat kodisi rakyat. Rakyat banyak menunggak bukan berarti tidak mau membayar, tetapi memang tidak bisa. Bahkan untuk keperluan sehari-hari saja susah.
Pajak Merupakan Sumber Pendapatan Negara
Pajak adalah kontribusi wajib bagi setiap warga negara yang cenderung memaksa. Untuk itu, rakyat akan medapatkan konpensasi secara tidak langsung melalui layanan pembangunan dan pembiayaan kepentingan umum. Seperti jalan tol yang katanya untuk kepentingan umum, namun tetap saja rakyat membayar tarif yang tidak sedikit. Padahal pajak yang diterima itu persentasinya terkategori cukup besar. Lalu bagaimana dengan sumber daya alam yang dimiliki oleh negara? Bukankah kekayaan alam Indonesia itu sangat melimpah? Dari mulai tambang, timah, emas, batu bara, nikel, minyak bumi, dan lain sebagainya. Apakah sumber daya alam tersebut sudah dikelola dengan benar?
Memang yang terjadi saat ini, eksploitasi alam oleh para kapitalis dikuras terus menerus. Pengelolaan tersebut diberikan pada pihak asing atas nama investasi. Tidak lagi mementingkan dampak buruk terhadap alam. Melainkan fokus pada keuntungan sebesar-besarnya yang masuk ke kantong para korporat elit. Sehingga pendapatan yang seharusnya masuk ke dalam kas negara yang cukup besar, faktanya hanya sedikit.
Pajak dalam Islam
Berbeda dengan Islam, meski pajak di dalam Islam itu ada, tetapi tidak dilakukan secara terus-menerus. Pungutan pajak hanya dilakukan saat terjadinya krisis saja. Yaitu saat kas negera mengalami kekosongan dana dan negara sangat membutuhkan untuk kepentingan yang mendesak. Dalam kondisi ini, barulah pemerintah memungut pajak kepada masyarakat. Masyarakat yang dipungut pajak, hanya orang-orang kaya saja. Ketika kas negara sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan, maka pajak tersebut dihentikan. Tentu berbeda sekali dengan sistem saat ini, pajak yang mengunggak terus di gebrak untuk membayar.
Baitulmal menjadi kas negara untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran negara demi kemaslahatan rakyat sesuai dengan tuntunan syari'at Islam. Sumber pemasukan dan pengelolaan seluruh harta kekayaan. Baitulmal sebagai jantung ekonomi Islam yang mampu mewujudkan kepentingan umat yang saat ini sangat diidamkan oleh rakyat. Karena salah satu sumber pendapatannya dari pengelolaan kepemilikan umum, seperti barang tambang dan sumber energi, tentu dikelola dengan baik dan benar oleh negera. Distribusi keuntungan akan sampai ke tangan rakyat. Layanan publik secara otomatis akan gratis. Misalnya jalan tol dapat digunakan oleh siapa pun dengan gratis. Rumah sakit yang dapat di akses secara mudah, baik di desa maupun di kota. Jika memang layanan tersebut tidak diberikan secara gratis atau dengan kata lain harus bayar. Bayaran tersebut pasti akan terjangkau dan seluruh masyarakat mudah membayarnya. Karena biaya yang ditarik dari masyarakat bukan untuk menggaji pengawai. Melainkan hanya untuk biaya operasionalnya saja. Sehingga seluruh masyarakat akan menikmati pelayan publik dengan nyaman tanpa adanya pajak.
Dengan pengelolaan kepemilikan umum oleh negara, baitulmal sangat tidak mungkin mengalami kekosongan karena dikelola dengan benar. Seperti hadis Rasulullah “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu air, padang rumput (hutan), dan api (energi).” (HR. Ibnu Majah). Hal tersebut wajib dikelola sepenuhnya oleh negara. Adapun pengelolaan sumber daya alam saat ini yang dilakukan oleh pihak swasta, tentu hukumnya haram.
Kebijakan fiskal Islam mengendalikan ekonomi berdasarkan ketentuan syariat. Sumber pemasukan Baitulmal ada tiga sektor. Dalam sektor individu mendapatkan dari sedekah, hibah, dan zakat. Dalam sektor kepemilikan umum mendapatkan pemasukan pengelolaan tambang, minyak bumi, hutan dan laut. Selanjutnya dari sektor kepemilikan negara, akan mendapatkan pemasukan dari jizyah, kharaj, ganimah, fa’i, unsyur, dan lain-lain. Pemasukan tersebut seluruhnya hanya untuk kepentingan umat. Negara akan memprioritaskan kebutuhan primer masyarakat, membangun infrastruktur, industri berat, dan strategis. Tidak hanya itu jaminan kesehatan, keselamatan jiwa masyarakat, pendidikan dan keamanan. Pajak di era kapitalis saat ini sangat jauh dari harapan umat. Bahkan hanya menyengsarakan rakyat. Hanya dengan menerapakan Islam kafah, harapan umat akan terwujud.
Wallahualam bissawab.