Oleh Sumiati
Pendidik Generasi dan Member AMK
Kekerasan dalam rumah tangga kian marak terjadi, hal ini mencerminkan rapuhnya ketahanan keluarga. Yang berujung pada keretakan keluarga berdampak langsung terhadap perilaku remaja yang kian tidak terkendali hingga meningkatkan kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja.
Dikutip dari Beritasatu.com. Kasus kekerasan terhadap anak kembali terjadi di Jakarta. Seorang remaja berusia 16 tahun di Kelurahan Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, diduga mencabuli dan membunuh anak perempuan berusia 11 tahun pada Senin (13/10/2025). Peristiwa ini menggemparkan warga setempat karena korban ditemukan tewas di rumah pelaku dalam kondisi mengenaskan.
Kesal Ditagih Utang, Remaja di Cilincing Perkosa dan Bunuh Bocah SD. Polisi masih melakukan penyidikan lanjutan dan merencanakan pelaksanaan rekonstruksi kejadian. “Masih akan ada penyidikan lanjutan. Untuk reka ulang akan kami rencanakan lebih lanjut,” kata Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Utara Kompol Onkoseno Grandiarso Sukahar pada Beritasatu.com, Rabu (15/10/2025).
Penyebab utama kasus-kasus seperti ini, adalah sekulerisme yang menyingkirkan nilai agama dari kehidupan, membuat keluarga kehilangan landasan takwa dan tanggung jawab moral. Mereka hidup hanya berdasarkan asal suka, senang bahagia, jika dibenturkan dengan aturan, mereka merasa dikekang. Selain dari itu, pendidikan sekuler - liberal menumbuhkan kebebasan tanpa batas dan sikap individualistik yang merusak keharmonisan rumah tangga serta perilaku remaja. Pengaruh gadget yang membatasi komunikasi di dalam rumah pun ikut andil tidak adanya pendidikan yang diterapkan di dalam rumah tangga.
Ditambah lagi hidup materialisme menjadikan kebahagiaan bersifat duniawi saja. Yang dikejar materi untuk memuaskan nafsu semata. Hal ini menjadi tekanan hidup, terutama bagi sesiapa yang tak diberi kesanggupan untuk memenuhi keinginannya yang berupa materi. Sehingga ini pun memicu keretakan dan kekerasan dalam rumah tangga. Negara lagi-lagi tidak memiliki peran yang tepat untuk keberlangsungan hidup masyarakat. Bahkan UU KDRT saja terbukti tidak sanggup menyentuh akar masalah, karena hanya menindak secara hukum tanpa mengubah sistem yang rusak.
Berbeda jika dalam sistem Islam. Pendidikan Islam membentuk kepribadian bertakwa dan berakhlak mulia, bukan sekadar orientasi duniawi, di lingkungan keluarga mau pun negara. Syariat Islam, dalam membangun keluarga akan mengokohkan keluarga, menata peran suami-istri dan mencegah KDRT sejak awal. Negara sebagai pelindung yang menjamin kesejahteraan dan keadilan sehingga keluarga tidak tertekan ekonomi. Kemudian hukum sangsi di dalam Islam ditegakkan untuk menjerakan pelaku sekaligus mendidik masyarakat agar hidup sesuai dengan syari'at Islam. Dengan demikian keluarga dijamin utuh dan tidak ada lagi yang namanya anak korban ketidakpahaman orang tua dalam mendidik anak. Sehingga tidak ada lagi remaja-remaja yang kasar, yang melampiaskan emosinya kepada orang-orang di sekitarnya dengan berbagai kekerasan.
Wallahualam bissawab
