![]() |
| Oleh : Siti Rima Sarinah |
Hidup makmur dan sejahtera tentu menjadi impian bagi setiap individu rakyat. Tatkala semua hajat hidup rakyat bisa dijamin dan difasilitasi oleh negara, karena pelayanan tersebut merupakan bagian dari tugas negara.
Bisa merasakan potret kehidupan yang makmur dan sejahtera saat ini hanyalah sekedar ilusi tanpa ada realisasi nyata. Karena yang tampak dihadapan kita, semua hajat hidup akan terpenuhi apabila rakyat mampu membayar dengan harga yang tidak murah. Sehingga semua kenyamanan hidup hanya bisa dirasakan oleh segelintir orang yang memiliki uang.
Semua masyarakat berupaya sekuat tenaga untuk bisa mewujudkan kehidupan yang layak, yang sangat sulit untuk di peroleh. Di tengah minimnya lapangan pekerjaan dan maraknya PHK, membuat rakyat semakin sulit untuk mendapatkan sumber mata pencaharian.
Juru parkir (jukir) menjadi alternatif pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat untuk bertahan hidup. Apalagi di Kota Bogor yang di kenal sebagai kota wisata, yang menjadi peluang kehadiran jukir memasang tarif parkir yang tinggi.
Aksi jukir yang meminta tarif parkir sebesar Rp 100.000 kepada bus wisatawan di kawasan Surya Kencana, viral di sosial media. Tarif tersebut dianggap tidak wajar dan sangat memberatkan para wisatawan. Dan berharap tidak ada lagi jukir yang memasang tarif yang sangat tinggi. Walaupun para wisatawan sangat memahami bahwa aksi jukir tersebut untuk mencari rezeki buat keluarganya (kompas.com, 24/09/2025)
Parkir merupakan bagian dari pungutan daerah (retribusi) yang menjadi salah satu sumber pendapatan daerah. Apalagi Kota Bogor menjadi sektor wisata sebagai sumber asli pendapatan daerah. Setiap hari libur banyak wisatawan lokal dan asing berkunjung ke kota hujan. Sehingga semua fasilitas yang disediakan, termasuk tempat parkir tarifnya lebih tinggi dibandingkan di tempat-tempat umum lainnya.
Aksi jukir liar ini dianggap sebagai tindakan yang merugikan daerah. Karena secara otomatis pungutan parkir tidak masuk dalam kas daerah. Sedangkan menjadi jukir liar juga sebagai salah upaya untuk bisa bertahan hidup, karena mereka tidak memiliki pekerjaan.
Padahal, negeri kita negeri yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Namun sayangnya, kekayaan alam tersebut dengan sukarela diberikan negara kepada asing. Sehingga tak sedikit pun rakyat merasakan kekayaan alam yang notabene milik rakyat. Dan negara justru mengumpulkan uang receh dari pungutan retribusi yang hasilnya tak seberapa.
Berbeda halnya dengan syariat Islam tatkala menjadi landasan aturan dan sistem yang diterapkan negara di seluruh lini kehidupan. Dalam Islam, pemasukan negara bukan dari pungutan retribusi. Karena hal tersebut di larang dalam Islam. Sebab, retribusi pungutan parkir merupakan fasilitas umum yang di sediakan oleh negara secara gratis kepada seluruh individu rakyat.
Sebagai sumber pendapatan negara melalui optimalisasi pengelolaan kekayaan alam milik rakyat, yang hasilkan di kembalikan kepada rakyat dalam bentuk pendidikan, kesehatan, keamanan dan hajat hidup masyarakat lainnya secara cuma-cuma.
Bukan hanya itu, negara pun akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan memberikan skill kepada setiap individu rakyat, untuk memudahkan mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak. Sehingga masyarakat bisa merasakan hidup makmur dan sejahtera, serta akan meminimalisir berbagai kejahatan yang muncul di tengah rakyat akibat kemiskinan.
Inilah potret negara yang mampu mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran nyata di kehidupan rakyatnya. Dan potret negara seperti ini hanya bisa terwujud dengan sistem yang berasal dari sang pemilik bumi dan seisinya. Karena sistem terbaik yang lahir dari zat yang maha baik akan membawa kebaikan bagi kehidupan umat manusia.
