Dalam demonstrasi yang berlangsung dari tanggal 25 Agustus hingga 31 Agustus 2025 setidaknya ada 959 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Syahardiantono mengumumkan tersangka yang ditetapkan sebanyak 295 diantaranya berusia anak. Atas penetapan tersangka terutama pada anak, Komnas HAM angkat suara dengan mengingatkan kepolisian akan potensi pelanggaran hak asasi manusia dalam penetapan tersangka berusia anak.
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan, polisi harus mengkaji kembali apakah penetapan tersangka ini sudah sesuai dengan hukum acara pidana dalam sistem peradilan pidana anak (SPPA). "Karena kalau tidak (sesuai dengan SPPA), itu nanti bisa terjadi potensi atau risiko pelanggaran HAM dalam proses pendekatan hukum," ucap Anis, kepada Kompas.com, Jumat (26/9/2025). Anis menegaskan, pendekatan SPPA mutlak harus dilakukan agar kepolisian tidak melakukan potensi pelanggaran HAM.
Respon lainnya juga datang dari Komisioner KPAI Aris Adi Leksono yang menyebut bahwa penetapan 295 tersangka berusia anak tidak memenuhi standar perlakuan terhadap anak sesuai UU Peradilan Anak. "Masih banyak yang kemudian tidak memenuhi standar perlakuan terhadap anak, ada anak yang diperlakukan tidak manusiawi, bahkan ada yang kemudian diancam, dikeluarkan dari sekolahnya," ucap Aris saat ditemui di Kantor Kemenag, Jakarta Pusat.
Generasi muda saat ini, terutama yang biasa di sebut dengan Gen Z saat ini nampaknya telah muncul keberaniannya dengan turun ke jalan dan menyampaikan aspirasi politiknya, menyuarakan keresahan masyarakat luas baru-baru ini. Apa yang dilakukan mereka patut di apresiasi, artinya sudah menyadari adanya ketidakberesan dalam pengelolaan negara dan sistem yang rusak. Meskipun solusi yang mereka tawarkan juga masih bias karena belum menyentuh pada akar masalah. Tetapi sudah hal positif mau memikirkan negara. Sayangnya kesadaran ini justru dibungkam atau bahkan dikriminalisasi dengan label anarkisme.
Berharap dipahami sebagai ekspresi politik generasi muda, aksi mereka diberikan stigma negatif agar kehilangan legitimasi di mata publik. Narasi anarkis sengaja digiring untuk menutupi fakta bahwa ada tuntutan serius dari rakyat khususnya anak muda atas rusaknya tatanan politik dan ekonomi yang mereka alami sehari-hari.
Jika ditelisik lebih mendalam, tindakan represif dalam demonstrasi bukanlah langkah mendidik melainkan pengabaian terhadap hak anak untuk berekspresi sekaligus ancaman bagi masa depan mereka. Penetapan ratusan anak sebagai tersangka dapat dikatakan sebagai pembungkaman agar generasi muda tidak kritis terhadap penguasa.
Negara cenderung menakut-nakuti mereka dengan jerat hukum daripada mengarahkan energi kritis itu untuk membangun kesadaran politik yang sehat. Hal ini menunjukkan ketakutan penguasa terhadap generasi yang sadar, vokal dan berani melawan kesewenang-wenangan.
Gen Z sebagai generasi muda memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan. Namun, nyatanya potensi besar ini dibungkam agar tidak bertransformasi menjadi kekuatan politik yang mengancam status quo. Inilah wajah asli sistem kehidupan saat ini yaitu Demokrasi-Kapitalisme yang hanya memberi ruang pada suara-suara yang sejalan dengan kepentingan elit politik selain daripada itu suara yang dianggap tidak sejalan atau bahkan cenderung mengganggu akan dijegal.
Demokrasi sering mengagungkan kebebasan dalam berpendapat namun realitanya kebebasan itu bersyarat. Ketika suara rakyat terutama generasi muda hanya sekedar mengikuti arus wacana yang aman bagi penguasa maka ruang tersebut terbuka lebar. Tetapi ketika suara rakyat mulai kritis dalam menanggapi ketidakadilan dan kesewenang-wenangan, mengkritisi sistem ekonomi kapitalistik yang diterapkan saat ini atau mempertanyakan pengelolaan harta negara maupun milik umum maupun menuntut distribusi kekayaan milik umum dengan adil maka ruang demokasi menyempit atau bahkan tertutup dan berubah menjadi jeruji hukum.
Kapitalisme sebagai fondasi dasar Demokrasi telah menjadikan suara rakyat hanya sebagai komoditas politik yang keberadaannya dapat diterima selagi tidak bergesekan dengan kepentingan pemilik modal. Sejatinya sistem Demokrasi-Kapitalisme adalah sistem batil (salah) karena aturan yang lahir berasal dari ketundukkan pada akal dan hawa nafsu manusia semata.
Pemuda Sejati dalam Islam
Pemuda sejatinya adalah tonggak perubahan, sejarah telah menorehkan kejayaannya dengan tinta emas, bahwa kebangkitan umat selalu ditopang oleh kekuatan generasi muda. Sebagaimana barisan perjuangan dakwah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam, para pemuda menempati posisi krusial seperti Ali Bin Abi Thalib, Mush’ab Bin Umair, Asma’ Binti Abu Bakar hingga para pemuda anshor di Madinah menjadi saksi bagaimana keberanian, idealisme dan keteguhan hati mereka menjadi fondasi tegaknya islam di tengah kehidupan yang penuh penindasan di zaman jahiliyah.
Maka kesadaran politik yang tumbuh di kalangan gen z pada hari ini seharusnya tidak dipatahkan atau dibungkam justru harusnya diarahkan menuju jalan yang shahih (benar) yaitu jalan yang telah ditetapkan oleh Allah. Jalan inilah yang akan menghantarkan pada penerapan Islam kaffah yang akan terwujud dengan tegaknya Khilafah. Inilah satu-satunya jalan yang akan membawa perubahan hakiki pada umat.
Dalam islam terdapat kewajiban untuk amar ma’ruf nahi munkar bagi setiap muslim yang salah satu perwujudannya adalah mengkoreksi penguasa ketika berbuat zalim. Aktivitas ini adalah karakteristik masyarakat Islam yang menempatkan koreksi atau kritik terhadap penguasa sebagai bagian dari kontrol masyarakat sehingga tidak boleh dibungkam dan harus diterima.
Kontrol tersebut dimaksudkan agar penguasa tetap berada dalam koridor syari’at baik dalam menetapkan kebijakan maupun pelaksanaan hukum. Karena itu, tugas besar pemuda bukan hanya sekedar mengekspresikan kekecewaan dalam bentuk demonstrasi penuh emosi atau tindakan anarkis yang sudah dipatahkan oleh penguasa tetapi mengarahkan energi dan potensi politik agar selaras dengan visi islam.
Dalam sistem pemerintahan Islam, Khilafah menjadi institusi penting bagi pembinaan pemuda. Pemuda dibina melalui pendidikan yang berbasis aqidah islam yang kokoh dan menanamkan visi hidup mulia di dalam Islam. Pendidikan seperti inilah yang akan melahirkan generasi yang memiliki kesadaran poltik yang tinggi sekaligus terarah tidak liar, tidak pragmatis dan tidak emosional. Kesadaran politik ini lahir dari kesadaran yang ideologis yakni memahami realitas, mampu menganalisa akar persoalan dan memperjuangkan solusi syar’i yang menyeluruh serta membawa tawaran perubahan yang konkret dan sistemik
Dengan pendidikan seperti ini, potensi energi dan idealisme pemuda tidak akan habis dalam benturan sesaat melainkan diarahkan untuk perjuangan panjang dalam membangun peradaban. Oleh karenanya, pemuda harus hadir dalam menyambung estafet dakwah rasul dan para sahabat dalam mewujudkan Khilafah Islamiyah agar islam dapat menjadi rahmat bagi seluruh alam.
