Oleh Tutik Haryanti
Aktivis Muslimah
Genosida Isr4el terhadap warga Gaza makin menunjukkan kebrutalannya. Pengeboman tempat tinggal, rumah sakit hingga pengungsian nyaris tiada hentinya. Bahkan secara terang-terangan Zionis Isr4el membunuh warga sipil yang tak berdaya yang sedang mengantri bantuan makanan. Kelaparan tak terelakkan, terutama anak-anak banyak yang menjadi korban akibat mengalami malnutrisi, dehidrasi dan berbagai penyakit menyerang mereka.
Pemandangan yang sungguh memilukan dan menyayat hati. Kondisi ini telah membuka mata dunia akan kekejaman Zionis Isr4el yang sangat biadab. Hal ini menimbulkan rasa geram yang mendalam dari negara-negara di berbagai belahan dunia sehingga muncullah ide aksi solidaritas kemanusiaan, dengan mengusung tema Global March to Gaza.
Sekilas Global March to Gaza
Global March to Gaza adalah gerakan yang lahir bukan dari politik, tetapi suara hati masyarakat global internasional. Aksi solidaritas yang menunjukkan kepada pemimpin dunia atas penderitaan warga Gaza akibat genosida yang dilakukan Zionis Isr4el. Sebelum Aksi Global March to Gaza bergerak di darat, lebih dulu ada aksi laut kapal Medleen yang gagal menuju Gaza, akibat dicegat oleh Zionis Isr4el di laut Mediterania.
Ada sekitar puluhan ribu peserta yang hadir dari 50 negara, untuk bergabung bersama mengikuti Aksi Global March to Gaza, di antaranya Libya, Maroko, Eropa, Amerika, Afrika Selatan dan Asia termasuk Indonesia dan lainnya. Para peserta terdiri dari berbagai latar belakang, mulai dari pensiunan, perawat, jurnalis, dokter, aktivis HAM, dosen, dan mahasiswa.
Aksi damai ini tanpa dilengkapi persenjataan, tetapi berbekal hati nurani kemanusiaan yang berontak atas ketidakadilan yang harus ditanggung warga Gaza. Aksi dilakukan dengan berjalan kaki dari Arish (Kairo) menuju Gerbang Rafah, Mesir, pada (15-06-2025).
Tujuan penting dari diadakannya Aksi Global March to Gaza tersebut yakni;
Pertama, mendesak pembukaan jalur kemanusiaan menuju Gaza dari blokade Zionis Isr4el.
Kedua, mengecam keras penggunaan kelaparan sebagai senjata genosida terhadap warga sipil.
Ketiga, mengakhiri blokade Gaza. Mendesak Zionis untuk menghentikan blokade ekonomi, politik, dan militer yang menyebabkan penderitaan warga sipil Gaza, seperti krisis pangan, listrik dan juga medis.
Keempat, mendukung hak rakyat Palestina atas tanah mereka, untuk dapat bebas bergerak, hidup bermartabat, dan mendapatkan keadilan.
Kelima, menumbuhkan kesadaran internasional untuk mengajak masyarakat global menyadari penderitaan rakyat Palestina dan menekan pemerintah-pemerintah dunia untuk mengambil langkah nyata.
Menurut Ali Amril (Chairman Aksi Kemanusiaan Indonesia), Global March to Gaza merupakan tonggak penting sejarah diplomasi kemanusiaan Internasional. Tanpa podium, tanpa protokol, dan tanpa basa-basi. Penutupan Gerbang Rafah oleh pihak Mesir, tak mampu membungkam hati nurani masyarakat dunia. Ali juga menyampaikan, "Setelah suara laut, kini daratan bersuara. Ini adalah estafet diplomasi nurani global yang tidak akan berhenti," ucapnya. (Republika.co.id, 14-06-2025)
Diplomasi Internasional tak Berarti
Aksi Global March to Gaza menjadi bukti nyata atas ketidakpuasan rakyat secara global atas tindakan yang dilakukan oleh lembaga kemanusiaan internasional, yang hingga hari ini belum juga membuahkan hasil untuk kemerdekaan Palestina. Perserikatan Bangsa Bangsa dan organisasi Islam lainnya yang diharapkan mampu mengatasi krisis kemanusiaan di Gaza, kenyataannya hanya omong kosong belaka.
Gaza masih tetap saja dibombardir oleh Zionis Isr4el. Mirisnya, saat warga Gaza sedang berusaha untuk mendapatkan makanan dari bantuan kemanusiaan, Zionis justru menjadikannya sebagai target penembakan. Kebengisan Zionis Isr4el diperlihatkan dari banyaknya korban adalah masyarakat sipil yang mayoritas anak-anak dan perempuan. Padahal mereka hanyalah sosok yang lemah, yang tidak memiliki kekuatan apalagi persenjataan. Ini berarti berbagai diplomasi dan kecaman dari berbagai negara dan organisasi internasional tidak dapat menghentikan serangan brutal Isr4el di Palestina.
Sikap Negeri Muslim
Harusnya ini semua makin membuka mata dunia Islam, terutama negeri-negeri muslim untuk segera mengirimkan bantuan yang nyata dengan pasukan militer mereka. Namun, sangat disayangkan sebagian besar pemimpin negeri-negeri muslim hanya diam, menutup mata, dan telinga mereka. Mereka telah tersandera dengan berbagai kepentingan. Mereka tak berpihak kepada rakyat Palestina tetapi justru melakukan pembiaran genosida tetap berjalan. Ini adalah bentuk pengkhiatan pemimpin negeri muslim.
Contoh nyata dari pengkhiatan tersebut telah ditunjukkan pemimpin Mesir terhadap peserta Global March to Gaza. Di mana mereka sekadar menjalankan aksi kemanusiaan sebagai bentuk kepeduliannya terhadap warga Gaza yang telah diblokade. Namun, otoritas Mesir justru sengaja menutup Gerbang Rafah dan menghentikan aksi Global March to Gaza, serta menahan dan mendeportasi puluhan para aktivis dengan alasan tidak memiliki izin. Bahkan aparat dan sebagian warga Mesir pun melakukan kekerasan terhadap peserta aksi.
Menteri Luar Negeri Mesir menyatakan, Mesir berhak melakukan tindakan untuk menjaga keamanan nasional, termasuk meregulasi keluar-masuk dan pergerakan individu di wilayahnya, khususnya wilayah perbatasan yang sensitif. (Associated Press, 11-06-2025)
Parahnya, demi kepentingan negerinya para pemimpin negeri muslim rela menormalisasi hubungan dengan Zionis, yang sudah sangat jelas-jelas membantai rakyat Gaza yang notabene saudaranya seiman. Sungguh miris, bukannya mereka menolong rakyat Gaza tetapi malah memberikan peluang dominasi Zionis atas tanah Palestina.
Sekat Nasionalisme
Sikap apatis terhadap persoalan Palestina bukan hanya terlihat pada Mesir saja, tetapi juga ditunjukkan oleh negeri-negeri muslim lainnya. Nasionalisme telah membuat negeri muslim yang dahulu bersatu, kini terpecah belah menjadi 50 negara bangsa. Mereka menjadi lemah baik secara pemikiran maupun politik sehingga tidak memiliki kekuatan dan keberanian.
Ini semua disebabkan adanya sikap nasionalisme yang lahir dari kapitalisme-sekuler yang diterapkan hampir di negeri seluruh dunia saat ini. Jiwa nasionalisme yang terpatri di dalam dada pemimpin negeri muslim menjadi penghalang bersatunya kaum muslim untuk mengirimkan bantuan nyata yang mampu membebaskan Palestina. Nasionalisme telah mencabut jiwa solidaritas dan menanamkan cinta tanah air. Tanpa mempedulikan negeri lain demi kepentingan internal agar dapat berjalan tanpa hambatan.
Solusi Pembebasan Palestina
Sejarah telah mencatat, bahwa Palestina adalah tanah milik kaum muslim yang wajib dipertahankan. Oleh karena itu, kaum muslim wajib untuk membebaskan Palestina dengan solusi yang mendasar hingga sampai ke akar masalahnya. Bukan dengan cara-cara pragmatis seperti yang tampak saat ini. Pembantaian yang dilakukan Zionis tidak akan berhenti bila sekadar dengan diplomasi atau bantuan kemanusiaan. Solusi hakiki atas persoalan Palestina hanya ada satu yakni kekuatan militer kaum muslim dalam satu komando yang mengemban politik Islam.
Oleh karenanya, umat Islam harus paham politik Islam dan menjauhkan dari paham nasionalis, agar kaum muslim dapat bersatu di bawah kepemimpinan Islam yakni Khil4fah. Pemimpin Islam atau khalifah inilah yang akan menyerukan jihad fii sabilillah untuk melawan Zioinis Isr4el dan melindungi jiwa, harta, kehormatan, serta kemuliaan rakyat Palestina dan kaum muslim secara keseluruhan. Allah Swt. berfirman dalam surat At-Taubah ayat 123, "Perangilah orang-orang kafir yang memerangimu dan bersikap tegaslah terhadap mereka." Ayat tersebut menjelaskan agar kaum muslim membela diri dan mempertahankan agamanya.
Khatimah
Saatnya umat Islam membuka mata dan menyadari bahwasannya Global March to Gaza dan bentuk aksi kemanusiaan lainnya tidak mampu memberikan solusi hakiki atas permasalahan Palestina. Meskipun kita patut mengapresiasi dan mendukung gerakan tersebut. Kebebasan dan kedaulatan Palestina hanya akan terwujud dengan bersatunya kekuatan militer umat Islam dalam daulah Khil4fah Islamiah.
Maka dari itu, umat Islam wajib mencampakkan nasionalisme kapitalisme-sekuler yang telah merusak dan menimbulkan malapetaka. Umat Islam harus bangkit dan mendukung tegaknya kembali Khil4fah 'alla minhajin nubuwwah yang akan mengembalikan kemuliaan dan kesejahteraan kaum muslim sehingga tidak ada lagi kezaliman.
Wallahualam bissawab.