Padang, – Magister Ilmu Politik, Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Andalas menyelenggarakan kuliah umum bertajuk “Kewargaan Digital di Era Kecerdasan Artifisial: Kajian Kritis tentang Relasi Kuasa Manusia dan Teknologi”.
Acara ini menghadirkan Prof. Dr. Caroline Paskarina, S.IP., M.Si., Guru Besar Ilmu Politik dari FISIP Universitas Padjadjaran, sebagai pembicara utama. Kuliah umum ini dilaksanakan pada 6 November 2025 di Kampus Limau Manis, Universitas Andalas, Padang, dan dihadiri oleh mahasiswa, dosen, peneliti, tokoh politik lokal, serta pemerhati isu-isu politik digital.
Prof. Caroline Paskarina, seorang akademisi dengan keahlian dalam kajian politik kontemporer, kewargaan digital, aktivisme politik di ruang daring, populisme, dan studi diskursus, saat ini menjabat sebagai Guru Besar di Departemen Ilmu Politik FISIP Unpad dan aktif sebagai peneliti senior di berbagai pusat studi.
Beliau memiliki pengalaman panjang dalam penelitian, pengajaran, serta penilaian riset nasional.
Dalam pemaparannya, Prof. Caroline mengajak peserta untuk melihat perkembangan kewargaan digital sebagai bagian dari dinamika politik kontemporer yang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, khususnya kecerdasan artifisial (AI).
Beliau menjelaskan bahwa konsep kewargaan kini meluas ke ruang digital yang diatur oleh sistem komputasi, platform media sosial, dan infrastruktur algoritmik. Perubahan ini menandai pergeseran penting di mana identitas, hak, serta partisipasi warga semakin dimediasi oleh teknologi.
Prof. Caroline menyoroti hadirnya AI generatif dalam arena politik digital, yang tidak lagi dipahami sebagai alat pasif, melainkan sebagai aktor politik baru yang berperan aktif dalam pembentukan opini publik dan penyebaran pesan-pesan politik.
Kemampuan AI untuk memproduksi konten secara otomatis membawa implikasi yang luas bagi demokrasi, berpotensi memperluas ruang partisipasi, tetapi juga memperkuat manipulasi informasi dan bias algoritmis.
Untuk merespons perkembangan tersebut, Prof. Caroline memperkenalkan pendekatan Human-Centered AI (HCAI), yang menekankan keandalan, keselamatan, dan keadilan dalam implementasi sistem kecerdasan buatan, serta memastikan bahwa teknologi tidak mengambil alih atau membatasi ruang refleksi dan keputusan manusia.
Dalam konteks relasi kuasa, beliau menjelaskan konsep kewargaan algoritmik, di mana warga negara semakin dibentuk melalui proses-proses komputasional seperti prediksi perilaku, pemetaan data biometrik, dan pemprofilan statistik.
Kondisi ini menciptakan masyarakat algoritmik yang keputusannya tampak objektif tetapi berjalan tanpa pengawasan demokratis yang memadai, sehingga memunculkan tantangan seperti manipulasi tersembunyi, bias data, dan defisit transparansi.
Prof. Caroline menekankan pentingnya membangun budaya digital yang demokratis melalui tiga strategi: meningkatkan literasi AI kritis bagi publik, membangun kerangka regulasi dan etika yang melindungi hak-hak warga, serta mengembangkan inovasi digital yang memperluas ruang deliberasi dan partisipasi dalam kehidupan politik.
Kuliah umum ini menegaskan bahwa di era kecerdasan artifisial, demokrasi hanya dapat bertahan jika warga menjadi subjek politik yang kritis dan reflektif, dengan mempertahankan otonomi dan agensi politik di tengah hegemoni algoritma.
Acara ditutup dengan diskusi interaktif yang menunjukkan antusiasme tinggi dari peserta, khususnya mengenai isu etika, regulasi, dan masa depan demokrasi digital di Indonesia.
