Situasi di Palestina kembali menunjukkan wajah asli penjajahan Israel. Kapal-kapal Global Sumud Flotilla yang membawa bantuan kemanusiaan berupa obat-obatan dan makanan untuk rakyat Gaza justru diculik dan disita oleh militer Israel. Tindakan brutal ini bukan sekadar penghadangan kapal, tetapi sebuah simbol nyata bahwa rezim Zionis sama sekali tidak mengenal kemanusiaan.
Dunia internasional bereaksi keras. Dari London, Paris, Roma, hingga Brussel, masyarakat turun ke jalan mengecam kebiadaban ini. Gelombang protes juga menggema dari Maroko, di mana Gen Z menjadi garda terdepan dalam menyuarakan solidaritas terhadap Palestina dan mengecam agresi Israel.
Pada hari jum’at bertepatan pada tanggal 3/10/2025 memasuki hari keenam gelombang demonstrasi besar di maroko yang dipimpin oleh kelompok Gen Z 212 yang menuntut agar pemerintahan saat ini dibubarkan. Tak ketinggalan, komunitas SJP Bandung pun turut melakukan aksi solidaritas sebagai bentuk kepedulian terhadap penderitaan rakyat Gaza.
Fenomena ini menunjukkan bahwa generasi muda, khususnya Gen Z, mulai sadar dan peduli terhadap isu global yang berkaitan dengan keadilan dan kemanusiaan. Mereka menolak untuk diam dan gen Z sudah muak dengan kedzoliman penguasa- penguasa saat ini. Dimana hak asasi manusia sudah tidak dipandang lagi. Di tengah arus informasi yang begitu deras, mereka mampu menyeleksi mana narasi yang benar dan mana yang merupakan propaganda. Generasi saat ini bahkan lebih up to date tentang media sosial, sehingga sangat mudah mencari tau informasi kebenaran tentang sesuatu.
Mereka paham bahwa konflik Palestina bukan sekadar konflik politik atau perebutan wilayah, melainkan penindasan sistematis terhadap bangsa yang dijajah. Genosida yang berkepanjangan, gencatan senjata yang tidak ada hentinya, bahkan perlawanan yang sama sekali tidak sepadan. Namun, di tengah perjuangan ini, muncul kembali wacana Two State Solution solusi dua negara yang digadang-gadang sebagai jalan damai antara Palestina dan Israel. Padahal, sejarah telah membuktikan bahwa solusi ini hanyalah jebakan diplomatik yang menguntungkan penjajah.
Ia berangkat dari logika yang cacat: mengakui eksistensi negara penjajah di atas tanah yang dirampas. Two State Solution seolah memberi ruang bagi “perdamaian”, tetapi sejatinya meneguhkan pendudukan dan melegalkan kezaliman. Sama saja seperti melegalkan pencurian, bahkan negara Israel sudah menguasai 60% bagian tepi barat wilayah palestina, 75% jalur gaza melalui koridor dan zona penyangga. Sehingga Two State Solution bukanlah Solusi yang baik karena sama saja bahwa orang-orang palestina akan hidup berdampingan dengan negara yang menjajah dan merampok serta merampas tanah kelahiran mereka.
Menolak Two State Solution bukan berarti menolak perdamaian. Justru sebaliknya menolak solusi palsu berarti menegakkan keadilan sejati. Palestina tidak butuh pembagian tanah, melainkan pembebasan penuh dari penjajahan. Sejarah Islam mencatat bahwa tanah Palestina adalah bagian dari wilayah umat Islam yang harus dilindungi dan diperjuangkan. Oleh karena itu, perjuangan pembebasan Palestina tidak bisa diserahkan pada meja perundingan yang dikendalikan kekuatan imperialis, tetapi harus melalui jalan yang telah digariskan oleh syariat: jihad fi sabilillah dan tegaknya kepemimpinan Islam yang menyatukan kekuatan umat, yakni Khilafah.
Khilafah bukan sekadar sistem politik, melainkan sistem kehidupan yang mempersatukan umat Islam lintas bangsa, suku, dan ras untuk melindungi kehormatan, darah, dan tanah air kaum muslimin. Dalam bingkai Khilafah, Palestina bukan urusan bangsa Arab semata, melainkan urusan seluruh umat Islam.
Hari ini, ketika dunia tengah menyaksikan kebangkitan kesadaran global di kalangan Gen Z mulai dari Bandung hingga Maroko maka kewajiban moral sekaligus ideologis bagi generasi muda Muslim adalah menolak narasi palsu “dua negara”. Mereka harus menjadi pelanjut perjuangan, bukan penerima kompromi.
Gen Z tidak boleh tertipu dengan jargon “perdamaian” yang justru menindas korban. Mereka harus memahami bahwa perdamaian sejati hanya akan hadir ketika kezaliman dicabut dari akarnya. Maka, selama penjajahan masih ada, selama rakyat Palestina masih terpenjara di tanah mereka sendiri, perjuangan tidak boleh berhenti. Menolak Two State Solution berarti menolak penipuan diplomasi. Mendukung jihad dan penegakan Khilafah berarti mendukung kemerdekaan sejati. Inilah saatnya Gen Z mengambil peran Sejarah menjadi generasi yang tidak hanya peka terhadap isu, tetapi juga tegas dalam prinsip: tidak ada solusi selain pembebasan total Palestina di bawah panji Islam.
Wallahu'alam bishowab
