Oleh Ranti Nuarita, S.Sos.
Aktivis Muslimah
Gaza telah menjadi korban genosida tanpa henti selama dua tahun terakhir. Aksi solidaritas terus digaungkan di berbagai belahan dunia, sebagai bentuk protes terhadap kesewenang-wenangan Zionis yang makin brutal. Baru-baru ini, tindakan Israel yang menyergap kapal bantuan Global Sumud Flotilla kembali memicu kemarahan masyarakat internasional, terutama di kalangan generasi muda.
Mengutip dari Kompas.com, Sabtu (04/10/2025) Aksi solidaritas mendukung Palestina terjadi di berbagai kota besar Eropa salah satunya di Maroko, tepatnya pada Kamis 2 Oktober 2025 menyusul tindakan Israel yang mencegat armada kapal bantuan kemanusiaan yang tengah menuju Gaza.
Gelombang aksi solidaritas yang melibatkan generasi Z di berbagai negara termasuk di Bandung yang diinisiasi oleh SJP (Bandung Students for Justice in Palestine) hingga Maroko, menunjukkan bahwa kesadaran akan penderitaan rakyat Palestina kini telah menyentuh generasi muda.
Namun, ironisnya di tengah meningkatnya dukungan global ini, narasi usang yang terus didorong oleh kekuatan global, yaitu two state solution (solusi dua negara), masih saja dipertahankan. Padahal, itu merupakan solusi semu yang bertujuan untuk mengokohkan posisi Israel sebagai penjajah.
Jika dianalisis lebih dalam solusi dua negara sejatinya merupakan pendekatan kompromistis hanya memperpanjang penderitaan, bukan menyelesaikannya. Maka di tengah arus normalisasi dan propaganda diam-diam hingga terbuka yang dilakukan oleh para pemimpin dunia, generasi muda terutama Gen Z punya tanggung jawab sejarah yakni menolak solusi dua negara dan berdiri di garis depan perjuangan, demi pembebasan penuh Palestina atas nama keadilan, bukan diplomasi kosong.
Akar Penjajahan Palestina
Tentunya agar Gen Z tidak terjebak pada solusi semu ala solusi dua negara yang terus digaungkan hari ini, kita perlu mengetahui akar dari penjajahan yang terjadi di Palestina. Di mana penjajahan terhadap Palestina yang dilancarkan Zionis Israel berakar dari sejarah panjang yang sulit diselesaikan. Palestina termasuk kaum muslim di seluruh dunia adalah pemilik sah tanah suci tersebut.
Sementara itu, entitas Zionis Israel hadir sebagai kekuatan penjajah yang mendapat dukungan dari negara negara Barat untuk tetap berkuasa di tanah para nabi. Penjajahan modern itu bermula ketika kekuasaan Khilafah Utsmaniyah melemah lalu runtuh pada 1924 Masehi. Sebelumnya, pada 1916 Inggris dan Prancis membuat Perjanjian Sykes Picot yang membagi bekas wilayah Khilafah Utsmaniyah di kawasan Arab.
Dalam pembagian itu Prancis menerima mandat atas wilayah seperti Suriah dan Lebanon (serta pengaruh di beberapa kawasan Afrika utara), sementara Inggris memperoleh mandat atas Irak dan Yordania. Status Old City Palestina ditetapkan sebagai wilayah internasional. Pada 1917 Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour menulis surat kepada pemimpin Yahudi Inggris Lord Rothschild yang menyatakan bahwa pemerintah Inggris mendukung pembentukan rumah bagi bangsa Yahudi di Palestina surat yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Balfour.
Akar gerakan Zionis sendiri bermula lebih dulu, sekitar 1897, ketika Theodore Herzl mendirikan organisasi Zionis di Swiss yang menargetkan pembentukan tempat tinggal bagi orang orang Yahudi di Palestina dan mengklaim wilayah itu sebagai tanah yang dijanjikan. Setelah Deklarasi Balfour, gelombang imigrasi Yahudi ke Palestina meningkat dengan bantuan Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat, dan sejak saat itu penderitaan panjang menimpa rakyat Palestina.
Penjajahan di Tanah Palestina Sebagai Persoalan Agama
Mengatakan penjajahan, genosida di Palestina semata persoalan teritorial tanpa muatan agama adalah salah dan mengabaikan sejarah. Perjuangan kaum muslim Palestina juga bermakna mempertahankan kehormatan, iman, dan tanah kaum muslim seluruh dunia dari penjajahan Israel sebagai bagian dari bentuk jihad fii sabilillah.
Mereka bukanlah teroris atau pemberontak, karena mereka berjuang mempertahankan diri dan tanah para nabi. Meski dunia Barat condong mendukung Israel, dan ditambah lagi para pemimpin negara-negara mayoritas muslim memilih diam, bahkan berkhianat dengan menjalin hubungan dengan kekuatan Barat, kenyataannya tetap bahwa Palestina adalah bagian dari tanah kaum muslim seluruh dunia yang sudah seharusnya diperhatikan dan dibebaskan dari penjajahan.
Palestina merupakan wilayah yang pernah menjadi bagian dari hasil futuhat Islam sejak masa kekhalifahan Umar bin Khathab sekitar 637 Masehi. Selama lebih kurang 460 tahun wilayah itu hidup di bawah pemerintahan Islam sebelum sempat dikuasai Tentara Salib selama 88 tahun, lalu dibebaskan kembali oleh panglima perkasa Shalahuddin al Ayyubi pada 1187 Masehi.
Dengan demikian, Palestina adalah tanah yang banyak ditumpahi darah para mujahid atau pejuang Islam. Perjuangan rakyat Palestina hari ini dapat dipandang sebagai upaya menjaga warisan dan janji umat Islam terhadap tanah-tanah yang pernah tergolong futuhat atau hasil penaklukan era kekhalifahan.
Perlu diketahui motif di balik penjajahan yang dilakukan Zionis Israel bukan sekadar perebutan lahan. Sejak awal gerakan Zionis berusaha mewujudkan cita-cita dari para pemuka agama mereka untuk mendirikan tempat tinggal masa depan bagi bangsa Israel di tanah yang mereka sebut tanah yang dijanjikan (Palestina). Kaum Yahudi, sebagaimana disebut dalam banyak riwayat dan ayat al-Qur’an, telah mengalami pengusiran akibat pembangkangan dan kerusakan yang mereka timbulkan.
Bahkan sangat jelas dalam Islam, kaum muslim diperintahkan untuk menghadapi mereka di mana pun mereka berada, sebab Yahudi senantiasa menyebarkan kerusakan. Oleh karena itu, dari sudut pandang umat Islam, persoalan Palestina bukan hanya isu politik atau kemanusiaan, melainkan perkara akidah dan agama. Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 191.
"Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian." (TQS. Al-Baqarah:191)
Persatuan Umat
Sudah dua tahun sejak eskalasi kekejaman Israel terhadap Palestina dan sampai kini pembantaian, penjajahan, genosida oleh Zionis tetap berlangsung. Data korban menunjukkan puluhan ribu warga Palestina terbunuh, ratusan ribu terluka. Keheningan sebagian umat Islam turut berkontribusi pada berlanjutnya tragedi ini. Ada kesan bahwa martabat kolektif umat sedang menipis bahkan sudah banyak para pemimpin dunia yang terang terangan mendukung solusi dua negara.
Di sisi lain para grassroots dari berbagai belahan dunia dalam aksi kemanusian Global Sumud Flotilla. Namun, yang harus disadari oleh umat bahkan kalangan generasi muda seperti Gen Z adalah bahwa bantuan kemanusiaan, uang atau logistik, meskipun penting sayangnya hanya menolong sementara sebagaimana air yang mendinginkan dahaga sesaat, terlebih lagi hari ini bantuan itu pun tidak dapat tersalurkan tersebab seluruh wilayah Palestina diblokade Zionis.
Tidak cukup sampai di situ, perhatian media sosial terhadap Palestina mulai meredup, ditambah dengan kondisi umat muslim hari ini yang terpecah dalam perselisihan internal atas persoalan cabang agama. Bagaimana musuh akan mundur jika pemimpin-pemimpin negara mayoritas Islam tidak menunjukkan solidaritas nyata, malah terlibat kerja sama dengan Israel dan sekutunya? Kondisi ini menggambarkan bagaimana semangat kebersamaan kaum muslim telah terkikis oleh racun nasionalisme yang sempit, padahal umat semestinya sadar bahwa antara muslim satu dan muslim lainnya adalah saudara yang terikat akidah.
Jika saja negara-negara mayoritas muslim hari ini mengerahkan sebagian kekuatan militer untuk menekan penjajahan di Palestina, kekuatan seperti Israel, AS, dan sekutunya akan kesulitan. Namun, persatuan semacam itu sulit terwujud dalam bingkai negara-negara sekuler sekarang. Oleh karena itu, umat juga generasi muda termasuk Gen Z di dalamnya, wajib menolak solusi dua negara dan harus menyadari bahwa solusi untuk Palestina hanya dengan berujuang untuk mewujudkan kembali hidup dalam negara yang menerapkan sistem pemerintahan Islam yang dipimpin khalifah yang bertakwa, amanah, dan mampu memobilisasi kekuatan umat untuk melawan dan memukul mundur penjajah.
Penutup
Membagi Palestina menjadi dua bagian atau solusi solusi dua negara adalah sebuah pengkhianatan. Tidaklah adil menyerahkan bagian tanah kaum muslim kepada perampok yang telah menjarah harta dan menumpahkan darah para mujahid.
Oleh karena itu, seruan ditujukan kepada umat Islam untuk bangkit, kebangkitan yang diyakini dan dijanjikan Allah Swt. akan datang, dengan atau tanpa kita. Jangan sampai Allah Swt. mengganti kita dengan umat lain yang lebih berani mempertahankan agamanya.
Wallahualam bissawab.
