Oleh: Neyma Grasia Putri
Mahasiswa Sastra Inggris
(Universitas Andalas)
Di era digital saat ini, budaya lintas negara bisa masuk dengan mudah ke setiap lapisan masyarakat, termasuk anak muda Minangkabau. Melalui media sosial, film, dan musik, budaya pop Amerika menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Namun, di tengah derasnya arus globalisasi, muncul pertanyaan penting bagi pembaca: apakah generasi muda Minang sedang kehilangan jati diri budaya, atau justru sedang beradaptasi dengan cara yang cerdas.
Budaya Pop Amerika Menyusup Lewat Layar
Budaya pop Amerika menyebar ke seluruh dunia melalui film, musik, dan media sosial. Fenomena ini makin terasa sejak era digital dan globalisasi, ketika akses internet semakin mudah di Sumatra Barat dan seluruh Indonesia. Nilai-nilai seperti kebebasan berekspresi dan individualisme menjadi daya tarik utama bagi anak muda yang sedang mencari identitas diri.
“Saya suka banget melihat film Amerika, terutama genre romance seperti Becoming Jane. Dari situ kadang kita meniru cara ngomong, gaya berpakaian, atau cara berpikir mereka,” ujar Nadiati Zahra, mahasiswi program studi Sastra Inggris Universitas Andalas, saat diwawancarai.
Gaya berpakaian ala Amerika kini terlihat jelas di kampus maupun ruang publik di Padang. Oversized hoodie, crop top, celana cargo, dan sneakers menjadi pemandangan umum. Selain itu, banyak anak muda mulai mencampur Bahasa Indonesia dengan Bahasa Inggris, menandakan adanya pengaruh budaya komunikasi Amerika dalam kehidupan mereka.
Budaya Minang: Masihkah Relevan?
Meskipun budaya pop Amerika sangat dominan, budaya Minang tidak serta merta hilang. Sebagian anak muda berusaha menyeimbangkan keduanya.
Nadiati Zahra, mahasiswi program studi Sastra Inggris Universitas Andalas berpendapat “ Selama kita tetap pakai baju yang tertutup kalau ke acara keluarga, dan masih sering ikut kegiatan di kampung. Tapi kalau ke kampus, tentu gayanya boleh beda. Menurutku sih, selama kita tahu batas, nggak masalah”.
Budaya Minang yang berlandaskan nilai “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” tetap menjadi pedoman. Nilai-nilai adat dan agama memberi arah moral di tengah pengaruh budaya luar. Anak muda Minang kini menghadapi tantangan bagaimana menjaga prinsip itu tanpa merasa terbelakang di era modern.
Adaptasi atau Luntur Budaya?
Pertanyaannya, mengapa budaya asing bisa begitu kuat memengaruhi generasi muda Minang? Jawabannya karena budaya Amerika menawarkan kebebasan berekspresi dan modernitas, sesuatu yang sering dianggap keren dan global oleh anak muda. Namun, proses ini tidak selalu berarti hilangnya jati diri. Ini bisa menjadi bentuk adaptasi budaya, di mana generasi muda menyesuaikan diri tanpa melepaskan akar tradisinya.
Selama anak muda Minang masih memahami nilai adat, menghormati orang tua, dan menjaga etika dalam kehidupan sosial, maka pengaruh budaya luar tidak akan melunturkan identitas mereka. Sebaliknya, pengaruh itu bisa menjadi sarana untuk memperluas wawasan dan memperkaya cara berpikir.
Kuncinya ada pada kesadaran dan pendidikan budaya. Masyarakat dan lembaga pendidikan perlu terus menanamkan nilai budaya lokal agar tetap hidup dalam keseharian anak muda.
Sebagaimana pepatah Minang mengatakan, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.” Anak muda Minang bisa terbuka terhadap dunia global tanpa melupakan darimana mereka berasal sebuah harmoni antara modernitas dan tradisi.
.jpeg)
