Oleh Aisyah Yusuf
Pendidik Generasi
Tempat itu adalah ruang mereka belajar, bermain, dan menumbuhkan cita-cita. Namun, semua itu kini terkubur bersama puing-puing tiang gedung. Sore itu, Senin, 29 September 2025, saat ratusan santri tengah melaksanakan salat Asar berjemaah, gedung empat lantai termasuk musala di dalamnya milik Pondok Pesantren Al-Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, ambruk. (CNNIndonesia.com, Selasa, 07/10/25)
Menurut Basarnas Laksamana Bramantyo, korban terkini tercatat sebanyak 171 orang, dengan 67 orang meninggal dunia (termasuk delapan potongan tubuh), dan 104 selamat. (Detik.com, 07/10/25)
Peristiwa itu meninggalkan luka dan trauma mendalam bagi korban dan keluarga. Kematian memang bisa datang kapan saja, tetapi apakah tragedi ini hanya akan dikenang tanpa ditelusuri akar masalahnya?
Ketika Kecerobohan Menelan Nyawa
Ambruknya bangunan pondok pesantren ini menuai sorotan dari para pakar. Mudji Irmawan, Pakar Teknik Sipil Struktur dari ITS, menyebut dua penyebab utama:
1. Pembangunan tidak sesuai kaidah teknis.
2. Dugaan pengecoran yang belum matang.
Sementara itu, Guru Besar Teknik Sipil UMS, Mochamad Solikin, menambahkan bahwa kegagalan konstruksi juga disebabkan minimnya pengawasan profesional di lapangan. Dari sini kita belajar, bahwa pembangunan sarana publik, terlebih pendidikan, tidak bisa dilakukan asal-asalan. Kualitas fondasi bukan hanya soal fisik bangunan, tetapi juga menyangkut keselamatan nyawa dan masa depan generasi.
Lemahnya Tanggung Jawab Negara
Realitas yang ada menunjukkan lemahnya peran pengawasan negara. Pembangunan fasilitas pendidikan sering kali diserahkan kepada pengelola yayasan dan wali murid, sehingga pembiayaan dilakukan secara swadaya dan bertahap, menyesuaikan kemampuan ekonomi masyarakat.
Inilah potret sistem yang rusak dan tidak berpihak kepada rakyat kecil. Negara hanya hadir dalam urusan yang menguntungkan, tetapi absen ketika rakyat butuh perlindungan dasar seperti pendidikan yang aman, terjangkau, dan berkualitas.
Perspektif Islam terhadap Pendidikan
Dalam sistem Islam, pendidikan bukan sekadar kegiatan belajar, melainkan tanggung jawab negara untuk mencerdaskan dan melindungi generasinya. Islam menempatkan ilmu pada posisi yang sangat tinggi. Oleh karena itu, negara wajib menyediakan sarana pendidikan yang layak, mulai dari gedung sekolah, laboratorium, hingga perpustakaan. Pembiayaannya tidak dibebankan kepada masyarakat, karena Islam menjamin pendidikan gratis dan merata untuk semua warga, tanpa membedakan kaya atau miskin.
Inilah bentuk keadilan sosial yang sejati—ketika akses ilmu tidak ditentukan oleh tebalnya dompet, tetapi semangat menuntut ilmu. Peristiwa seperti ambruknya ponpes Al-Khoziny seharusnya menjadi alarm moral dan sistemis. Negara perlu:
1. Mengembalikan tanggung jawab penuh terhadap pembangunan fasilitas pendidikan di bawah pengawasan teknis dan keuangan negara.
2. Menetapkan standar nasional keamanan bangunan pendidikan, dengan audit rutin oleh ahli konstruksi.
3. Memberikan dukungan dana khusus untuk lembaga-lembaga pendidikan berbasis masyarakat atau pesantren.
Bagi kita sebagai masyarakat, mari terus membangun kesadaran kolektif bahwa keselamatan dan mutu pendidikan adalah hak semua anak bangsa. Sebab, di balik semangat para penuntut ilmu, ada harapan besar yang seharusnya dijaga dengan sepenuh tanggung jawab.
Wallahualam bissawab.
