![]() |
| Umma Zafran (Pegiat Literasi) |
Era digital saat ini manusia menjadi sangat bergantung pada kecanggihan tekhnologi dan informasi. Media sosial pun menjadi konsumsi sehari-hari semua kalangan. Bahkan bisa dibilang, tiada hari tanpa media sosial. Saat ini banyak orang mulai nyaman berinteraksi dengan dunia media sosial. Namun ternyata hal itu berdampak minimnya interaksi sosial yang terjadi diantara masyarakat. Media sosial menawarkan ilusi keakraban (like, share, comment) yang dianggap lebih nyata daripada realitas itu sendiri. Karena manusia modern saat ini merasa sudah cukup dengan adanya like, comment, dan share tersebut. Seperti banyak kita lihat pada faktanya, banyak orang berlomba-lomba mencari like, comment dan share sebanyak-banyaknya di unggahan mereka.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi UMY berjudul “Loneliness in the Crowd: Eksplorasi Literasi Media Digital pada Fenomena Kesepian di TikTok melalui Konfigurasi Kajian Hiperrealitas Audiovisual” menunjukkan bahwa, berdasarkan teori hiperrealitas, representasi digital kerap dipersepsikan sebagai sesuatu yang lebih nyata dibandingkan realitas itu sendiri. Namun, sebagaimana disoroti oleh pakar, interaksi digital ini justru menipu otak kita. Memberikan kepuasan sementara, tetapi gagal memenuhi kebutuhan emosional yang sebenarnya. Sehingga dampak emosi yang dikonstruksikan oleh media ini berpotensi merusak kesehatan mental dan kualitas hubungan sosial seseorang itu sendiri.
Dampak Isolasi yang Melemahkan Umat
Generasi saat ini yang disebut sebagai Gen-Z sering dikatakan sebagai generasi yang paling merasa kesepian, insecure, bahkan mengalami Kesehatan mental. Hal tersebut bisa terjadi bukan hanya disebabkan oleh persoalan kurangnya literasi digital. Namun, manajemen penggunaan gawai yang kurang tepat juga menjadi salah satu faktornya. Hampir setiap detik, gen z ini berinteraksi dengan gawainya. Bahkan merasa pertemuan secara tatap muka tidak lagi dianggap penting karena sudah cukup dengan videocall, zoom meeting dan aplikasi lainnya. Hal ini timbul akibat dari pertumbuhan tekhnologi yang begitu cepat. Setiap orang memaksa dirinya untuk ikut arus perkembangan zaman. Itulah dampak buruk dari sistem kapitalis yang berkembang saat ini.
Sistem kapitalis yang berorientasi pada keuntungan materi belaka telah menyuburkan industri media sosial yang kini menjadi arus utama, namun sayangnya berujung pada dampak sosial yang merusak tatanan ukhuwah/ persaudaraan. Seperti banyak kita lihat fenomena saat ini, saat acara kumpul Bersama keluarga, berujung pada asyiknya setiap anggota keluarga dengan gadget masing-masing. Fokus yang berlebihan pada interaksi virtual dan konsumsi pribadi telah mengikis nilai-nilai kebersamaan dan silaturahmi. Mewariskan sikap asosial yang membuat masyarakat sulit berinteraksi secara tulus di dunia nyata. Bahkan ironisnya kehangatan hubungan dalam lingkup terkecil yaitu keluarga pun mulai merenggang. Menciptakan jarak emosional yang jauh di tengah kedekatan fisik.
Sikap asosial dan perasaan kesepian yang melanda masyarakat secara luas akan menimbulkan kerugian besar yang berujung pada pelemahan potensi umat secara keseluruhan. Dampak ini terasa paling merugikan bagi generasi muda; alih-alih memanfaatkan energi dan kreativitasnya untuk menghasilkan karya-karya produktif yang memajukan peradaban, mereka justru terperangkap dalam isolasi yang menjadikan mereka generasi lemah dan kurang bersemangat. Keterjebakan dalam lingkaran kesepian ini akan menghilangkan kepedulian terhadap persoalan umat yang lebih besar. Sebab individu yang merasa terisolasi tidak akan memiliki kemampuan untuk melihat, apalagi mengambil bagian dalam menyelesaikan masalah umat yang mendesak di sekitar mereka.
Islam sebagai Solusi Total Melawan Nilai Sekuler Liberal
Masyarakat harus segera menyadari bahwa interaksi tanpa batas di dunia maya bukanlah solusi, melainkan potensi masalah besar jika penggunaan media sosial itu tidak dikelola dengan bijak. Serta membutuhkan kesadaran penuh dari semua pihak dalam pengelolaannya secara umum. Penggunaan yang tidak terkontrol dengan baik akan menciptakan kondisi dimana makin banyak orang menjadi asosial dan justru merasa kesepian di tengah keramaian. Bisa kita sebut dengan isolasi massal. Fenomena ini dirasa akan sangat merugikan umat. Sebab ia mengikis modal sosial, memutus tali silaturahmi, dan menghambat terwujudnya kekuatan kolektif yang dibutuhkan untuk menjawab tantangan zaman.
Mengingat bahaya disintegrasi sosial yang ditimbulkan oleh kapitalisme dan kondisi tidak terkontrolnya hubungan sosial antar manusia ini, umat harus menyadari dan menjadikan Islam sebagai identitas utama yang kuat dan kokoh. Bukan sekedar pelengkap kehidupan spiritual saja. Penegasan identitas ini sangat penting sebab tanpa kembalinya spirit dan aturan Islam yang lengkap, masyarakat akan terus menerus menjadi korban dan sistem sekuler liberal yang dasarnya memisahkan agama dari kehidupan publik, sosial, ekonomi dan politik. Kelemahan ini membuat umat rentan terombang-ambing oleh nilai-nilai asing yang hedonis dan individualis. Hanya dengan mengambalikan kehidupan Islam yang menjadikan syariat Islam sebagai panduan hidup dan solusi secara utuh, umat akan memiliki benteng kokoh untuk membangun Kembali peradaban yang berlandaskan keadilan dan ukhuwah Islamiyah yang sejati. Kesadaran untuk Kembali menyeimbangkan kehidupan digital dan kehidupan nyata adalah kunci agar kita tidak terperosok lebih dalam pada kondisi isolasi yang melemahkan.
Peran negara dikondisi ini menjadi sangat krusial sebagai penanggung jawab dan pengelola kebijakan tertinggi. Negara harus mengambil alih kendali dalam pemanfaatan dunia digital. Tidak membiarkannya dikuasai oleh industri kapitalis yang merusak. Melalui kebijakan yang berlandaskan syariat Islam dan kemaslahatan umat, negara memiliki kewajiban untuk mendorong masyarakat, dalam hal ini khususnya kepada generasi muda, untuk mengubah fokus dari konsumsi pasif menjadi partisipasi produktif dan kontributif. Hal ini bertujuan agar potensi besar generasi muda tidak terbuang sia-sia. Melainkan diarahkan untuk menghasilkan solusi nyata yang akan memperkuat ukhuwah dan mampu menyelesaikan berbagai problematika umat, sejalan dengan yang tercantum dalam QS Ali Imron : 144, bahwa umat Islam ini adalah umat yang terbaik. Islam mempunyai seperangkat peraturan yang mampu menyelesaikan semua problematika generasi saat ini khususnya di era digital ini. Butuh peran negara dan ini semua hanya mampu diwujudkan dengan penerapan syariat Islam secara kaffah.
_Wallahu a'lam_
