Oleh Nurenda
Aktivis
Muslimah
Kesejahteraan
masyarakat dalam semua bidang adalah suatu ciri atau pertanda suatu negara bisa
dikatakan maju. Jika pendapatan perkapita masyarakat atau warganya sudah tinggi,
tingkat pendidikan dan kesehatan sudah baik, infrastruktur yang maju, tingkat
pengangguran rendah, serta penguasaan teknologi yang tinggi, disamping
stabilitas politik, ekonomi yang kuat, dan partisipasi masyarakat yang tinggi
juga bisa menjadi indikator kemajuan suatu negara.
Tetapi
apa yang terjadi saat ini, menurut Tirto.id-Direktorat Eksekutif Institute For
Development of Economics and Finance ( Indof ), Esther S Astuti, meragukan
rilis Badan Pusat Statistik ( BPS ) soal data kemiskinan lantaran dinilai tidak
sesuai dengan realita dilapangan.
"Karena
saat ini kan banyak PHK ( pemutusan hubungan kerja ) besar - besaran, terus
ketika dibuka lowongan pekerjaan sedikit, malah banyak yang antre. Artinya
berarti ketika saya lihat oh ternyata garis kemiskinan itu kan tidak ter-
update ya, " kata Esther kepada Tirto, Sabtu ( 26/7/2025 ).
Garis
kemiskinan pada Maret 2025 berdasarkan survei sosial ekonomi ( SUSENAS )
sendiri adalah Rp 609.160 per kapita per bulan, atau sekitar Rp 20.305 per hari
" Nah, sementara kalau kita pakai ukuran itu ya tentu saja banyak orang
yang pendapatannya lebih dari Rp 600 ribu.
“Nah,
pendapatan orang Rp 1 juta saja mereka dapat apa? Mereka kan tetap miskin gitu,
jadi ini ukuran kemiskinannya yang enggak benar," sambung Esther.
Dikatakan
pula tingkat kemiskinan di Desa turun signifikan, kenapa bisa begitu karena
disebabkan para petani sebagai mayoritas penduduk Desa, mereka mendapatkan
sedikit kemajuan karena naiknya harga gabah dan harga komoditas suatu
perkebunan seperti halnya kopi, karet, sawit, dan kelapa sehingga kenaikan
harga ini meningkatkan pendapatan mereka, sehingga bisa terlihat membaik Nilai
Tukar Petani ( NTP ).
Berbanding
terbalik dengan wilayah perkotaan, di sana kemiskinan justru meningkat,
disebabkan oleh naiknya angka setengah pengangguran kemudian meningkatnya
informalitas dan ditambah badai PHK yang lebih banyak terjadi di perkotaan yang
mencerminkan bahwa masyarakat miskin di kota semakin tertekan oleh dinamika
pasar kerja yang tidak stabil.
Sebelumnya,
BPS telah mendata jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 sebanyak 23,85 juta
orang setara 8,47 persen dari total penduduk pada September 2024 , kemudian
angka itu turun menjadi 0,10 persen atau sekitar 200 ribu orang.
Angka
ini dikatakan terendah selama dua dekade terakhir, kemudian penduduk miskin
Maret 2025 mangalami penurunan juga setelah sempat melonjak naik pada bulan
September 2022, yang mencapai 26,36 juta orang atau setara dengan 9,57 persen
dari total penduduk terkategori miskin. Tetapi penduduk miskin diperkotaan
malah naik di bulan Maret 2025 sebesar 6,73 persen dari posisi September 2024
yang hanya sebesar 6,66 persen.
Klaim
Pemerintah terhadap jumlah kemiskinan di negeri ini sebenarnya hanya klaim semu
semata. Kesejahteraan hakiki tidak akan pernah di dapat dalam sisitem kapitalis
yang diterapkan saat ini. Sistem yang hanya memberikan keuntungan pada kaum
pemilik modal ini sudah jelas terbukti hanya membuat ke sengsaraan dan
kemiskinan terus bertambah. Adapun klaim terkait penurunan jumlah kemiskinan
tidak lain hanya data semu belaka dengan menetapkan standar miskin berdasarkan
kepentingan mereka. Apa yang mestinya dilakukan pemerintah, Seyogyanya adalah,
pemerintah harus memiliki peran serta yang krusial dalam menurunkan tingkat
kemiskinan dengan berbagai kebijakan serta program, negara harus menjadi peran
utama dalam penyediaan akses pendidikan serta layanan kesehatan yang sudah
pasti bisa terjangkau oleh masyarakat dan berbagai program padat karya yang
bisa menciptakan lapangan pekerjaan, serta penyaluran bantuan langsung tunai
kepada keluarga miskin kemudian pemerintah perlu fokus terhadap pemerataan
distribusi pendapatan pengembangan sistem jaminan sosial dan pemberdayaan
ekonomi masyarakat, terutama pada pengembangan UMKM.
Berbeda
dengan negara Islam, negara akan menjamin kesejahteraan masyarakatnya, karena
kesejahteraan umat dalam Islam mencakup keseimbangan antara kebutuhan duniawi
dan akhirat. Standar kemiskinan bukan di dasarkan pada pengertian para
kapitalis, tetapi berdasarkan terpenuhinya kebutuhan pokok masyararakat.
Sebagaimana
terdapat dalam Al Qur'an Surat Al Mulk ayat 15 :
"Dialah
yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahinya maka jelajahilah
disegala penjuru nya dan makanlah sebagian dari rezeki- Nya, dan hanya kepada -
Nya lah kamu ( kembali setelah ) dibangkitkan".
Surat
Al Baqarah ayat 29 :
"
Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang di bumi untuk kamu, kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia
menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia maha mengetahui segala sesuatu".
Hanya
Allah yang menciptakan segala sesuatu yang ada dbumi untuk kemaslahatan
manusia, sehingga manusia lah yang harus bijak akan semua ciptaan Nya, untuk
kesejahteraan mereka sendiri. Sistem yang benar - benar mengatur kemaslahatan
umat hanya satu yaitu khilafah yang aturannya dari Allah dan yang menjalankan
aturan hanya dari Al Qur'an dan As Sunnah bukan aturan yang dibuat oleh manusia
yang serba lemah dan terbatas, yang hanya akan mengakibatkan pertentangan dan
perselisihan di muka bumi ini.
Wallahualam
bissawab