Oleh Ana Ummu Rayfa
Aktivis Muslimah
Pemerintah Turki menangkap beberapa karikatur Majalah LeMan, setelah menerbitkan ilustrasi yang dinilai menyinggung agama karena dianggap menggambarkan Nabi Muhammad dan Nabi Musa. Kartun itu memicu kecaman luas dari pemerintah dan kelompok konservatif. Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut karya tersebut sebagai “provokasi keji” dan menegaskan bahwa pemerintah tak akan mentolerir penghinaan terhadap nilai-nilai sakral umat Islam. Ilustrasi kontroversial itu menampilkan dua sosok berjabat tangan di langit, dengan latar konflik bersenjata. Banyak pihak menilai gambar itu menyerupai Nabi Muhammad dan Nabi Musa. Kartun tersebut terbit beberapa hari setelah konflik berdarah 12 hari antara Iran dan Israel.
Menteri Dalam Negeri Turki, Ali Yerlikaya, melalui akun X, membagikan video penangkapan kartunis utama LeMan, Dogan Pehlevan (DP). Sementara Majalah LeMan telah mengeluarkan pernyataan permintaan maaf kepada pembaca yang tersinggung. Dalam klarifikasinya di X, mereka menyatakan kartun tersebut tidak dimaksudkan untuk menggambarkan Nabi Muhammad, melainkan ingin menyoroti penderitaan seorang pria Muslim korban serangan Israel. Namun, klarifikasi itu tidak meredam kemarahan publik. Lebih dari 200 orang turun ke jalan di pusat Istanbul untuk memprotes LeMan, meski ada larangan demonstrasi dari pemerintah.
Sementara itu, sejumlah organisasi masyarakat sipil mengkritik langkah penangkapan tersebut sebagai bentuk represi terhadap kebebasan berekspresi. Mereka menilai tindakan pemerintah berlebihan dan menambah catatan buruk iklim kebebasan pers di Turki.
Dalam laporan Reporters Without Borders tahun 2024, Turki menempati posisi ke-158 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers dunia, dengan sorotan terhadap tekanan berat terhadap jurnalisme dan kebebasan berpendapat. Pemerintah Turki menyatakan saat ini tengah dilakukan penyelidikan hukum berdasarkan pasal hasutan terhadap kebencian dan permusuhan antar kelompok. (CNBC Indonesia)
Penistaan terhadap agama Islam seolah tidak ada habisnya. Penistaan Al Quran yang berulang kali terjadi di Swedia, Karikatur Nabi Muhammad di Prancis pada 2020 lalu, hingga berbagai penistaan agama yang terjadi di negeri kita ini. Padahal, Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Tetapi, tak luput dari berbagai kasus penistaan agama. Terakhir, kasus karikatur di Turki yang dahulu adalah ibu kota dari Khilafah Ustmaniyah.
Inilah buah dari sekularisme, paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Sekulerisme menjadikan agama hanya sebatas ibadah ritual semata, bukan sebagai pedoman hidup, yang kemudian memunculkan anggapan bahwa agama tidak lagi penting dan bukan lagi sesuatu yang suci dan harus dihormati. Sekularisme juga ditopang oleh empat pilar kebebasan, yakni kebebasan beragama, bertingkah laku, berekspresi, dan berpendapat.
Kebebasan inilah yang membuat musuh-musuh Islam leluasa untuk menyalurkan kebencian mereka terhadap Islam dengan berbagai cara. Hukuman yang dikenakan kepada para pelaku penistaan agama ini juga tidak membuat efek jera, malah terkesan hanya sebagai formalitas untuk meredam gelombang protes masyarakat. Ini wajar terjadi pada negara yang menerapkan sistem sekuler demokrasi.
Namun, berbeda halnya bila negara menerapkan Islam sebagai sistem pemerintahan. Dalam Islam, agama adalah sesuatu yang wajib dijaga dan dimuliakan. Asas dalam pemerintahan Islam adalah akidah Islam, yang menjadikan agama sebagai sebuah sistem kehidupan yang menyeluruh, yang mencakup aturan kehidupan, bukan kebebasan yang kebablasan. Di dalam sistem Islam, negara tidak akan membiarkan para penista agama tumbuh subur. Sebaliknya, negara akan menerapkan sanksi tegas kepada para pelakunya. Ketegasan ini dapat dilihat dari sikap Khalifah Abdul Hamid saat merespons pelecehan kepada Rasulullah saw.. Saat itu, beliau memanggil duta besar Prancis meminta penjelasan atas niat mereka yang akan menggelar teater yang melecehkan Nabi saw.. Beliau pun berkata kepada duta Prancis, “Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut!”.
Itulah sikap pemimpin kaum muslim yang seharusnya, yakni tegas dan berwibawa. Sayang, sikap tegas tersebut tidak dapat kita temui lagi saat ini, karena Khilafah Islamiyah sebagai negara yang menerapkan sistem Islam dan pelindung umat sudah tidak ada lagi. Penghinaan terhadap Islam akan selalu terjadi karena tidak ada yang menjaga agama ini dengan lantang dan berani. Oleh karena itu, satu-satunya cara agar penghinaan terhadap Islam dapat diakhiri, adalah dengan kembalinya negara yang menerapkan sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Wallahualam bissawab.
