![]() |
Oleh: Yanti Novianti (Pegiat Dakwah) |
Setiap tahun, jutaan Muslim dari berbagai bangsa, bahasa, dan budaya berkumpul di satu tempat mengenakan pakaian yang sama (ihram), melakukan tujuan yang sama, dan menghadap Tuhan yang sama. Ini menjadi gambaran simbolik yang kuat tentang kesetaraan dan persatuan umat Islam di hadapan Allah.
Tahun ini, bertepatan dengan 1446 Hijriah, pemerintah Arab Saudi telah menetapkan bahwa puncak ibadah haji wukuf di Padang Arafah akan berlangsung pada Kamis, 5 Juni 2025. Sehari setelahnya, Jum'at, 6 Juni 2025, ditetapkan sebagai hari Idul Adha, hari raya besar yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia. Pada hari Arafah tersebut sekitar 1,83 juta jamaah haji dari berbagai penjuru dunia termasuk 221.000 jamaah asal Indonesia akan berkumpul di Padang Arafah untuk melaksanakan wukuf, puncak dari seluruh rangkaian ibadah haji.(https://www.antaranews.com, 30/05/2025)
Menggugah Potensi Umat: Bersatu atau Terpecah?
Pada Maret 2025, ketidaksepahaman dalam penetapan Iduladha 1446 H—di mana Indonesia merayakan pada 6 Juni, sementara Malaysia menetapkan pada 7 Juni kembali membuka tirai kerentanan dalam tubuh MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Ketidaksamaan ini menimbulkan pertanyaan mendalam: apakah MABIMS tak lebih dari sekadar entitas administratif yang kehilangan daya untuk menyatukan umat?
Realitas ini mencerminkan gejala yang lebih mengkhawatirkan. Umat Islam hari ini kian kehilangan arah pijakan bersama dan kerap terombang-ambing oleh sekat otoritas nasional maupun ego sektoral. Kesatuan yang dulu menjadi ruh pergerakan kini tergerus oleh fragmentasi kepentingan, menjadikan persatuan tak lebih dari wacana yang menggantung di udara indah didengar, tapi hampa dalam tindakan.
Dengan kekuatan hampir 2 miliar jiwa, seharusnya umat Islam bisa menjadi kekuatan dunia yang disegani asalkan bersatu. Sayangnya, perbedaan nasionalisme dan golongan justru memecah-belah potensi tersebut.
Umat Islam sejatinya adalah satu tubuh yang saling menopang. Terombang-ambing karena ego dan kepentingan menunjukkan hilangnya prinsip dasar ini.
Sebagaimana hadis Rasulullah saw. :
"Seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti bangunan, yang satu menguatkan yang lain".(HR. Bukhari dan Muslim)
Islam Tanpa Sekat: Jalan Menuju Kekuatan Dunia
Kebersamaan yang tampak saat Idul Adha kerap kali tak bertahan lama.
Setelahnya, umat kembali terpecah, berseteru, dan melupakan penderitaan saudara seiman di berbagai belahan dunia.
Betapa ironis, semangat ukhuwah yang begitu terasa saat berhaji justru menguap ketika mereka kembali ke tanah air masing-masing. Padahal Rasulullah saw. telah mengibaratkan kaum mukmin sebagai satu tubuh. Jika satu bagian terluka, maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan demam dan gelisah. Sayangnya, potret ideal ini kini semakin sulit dijumpai dalam kehidupan nyata umat.
Musuh Islam tahu jika umat Islam kembali memahami dan memaknai haji sebagai sumber kesatuan dan kebangkitan, maka akan lahir sebuah kekuatan global yang sulit dikalahkan. Oleh sebab itu, mereka lebih senang bila umat sibuk pada perbedaan mazhab, nasionalisme sempit, dan ritual kosong daripada makna hakiki dari haji yaitu persatuan dan perlawanan terhadap keterpecahan.
Sebagaimana firman Allah swt. :
"Jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu, mereka tidak akan berdaya kecuali terhadap dirimu sendiri. Dan jika mereka memerangi kamu, mereka tidak akan menang."
(QS. Ali Imran [3]: 111)
Aqidah: Jembatan Persatuan Umat
Persatuan yang merekah di hari Idul Adha seringkali bak cahaya fajar yang singkat, sekejap menyinari langit jiwa sebelum tenggelam dalam kegelapan perpecahan. Setelah gema takbir dan aroma daging kurban menghilang, umat seolah kembali terjebak dalam jurang perbedaan dan perselisihan, lupa akan luka saudara seiman yang mengalir jauh di balik batas-batas negeri.
Namun, persatuan yang abadi bukanlah bunga musiman yang layu oleh waktu. Kesatuan itu hanya dapat berkembang kuat dalam naungan tatanan politik Islam yang menyeluruh. Khilafah yang menyatukan umat layaknya satu jasad yang bergerak dengan ruh dan arah yang sama. Di bawah payung Khilafah, perbedaan menjadi kekuatan, dan tujuan bersama menjadi nadi yang mengalirkan kehidupan bagi seluruh tubuh umat.
Tentu kita mendambakan ibadah haji yang tak hanya sebatas ritual atau pengalaman spiritual semata, melainkan juga menghidupkan kembali makna peradaban dan persatuan umat. Ini semua akan terwujud jika umat islam bersatu di bawah syariat islam. Sistem islam sajalah yang diperintahkan oleh Allah swt. yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. yang akan mampu mempersatukan kaum muslimin di seluruh dunia, di bawah kepemimpinan seorang khalifah yang memerintah secara sentralisasi yang menerapkan Islam dan melakukan aktifitas dakwah di tengah-tengah umat dan jihad ke seluruh dunia. Menerapkan hukum yang sama di seluruh negeri dan tidak disekat-sekat dengan batas wilayah.
Wallahu a’lam bisshawwab.