Jakarta, 24 Oktober 2025 – Pemerintah Indonesia secara resmi menetapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 sebagai dasar hukum baru dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Regulasi penting ini membawa pembaruan signifikan, salah satunya adalah legalisasi umrah mandiri, yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengatur perjalanannya sendiri ke Tanah Suci tanpa wajib melalui biro perjalanan resmi. Kebijakan ini merupakan perubahan ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Dasar Hukum dan Tujuan UU Baru
Dalam konsiderans awal, pemerintah menekankan pentingnya penataan tata kelola ibadah haji dan umrah agar lebih tertib, transparan, dan efisien. UU ini juga bertujuan mendukung terbentuknya ekosistem ekonomi keagamaan yang dapat memperkuat kemandirian umat. Selain memperbarui pasal-pasal lama, aturan ini membuka ruang baru bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan ibadah secara lebih mandiri dan terdaftar.
Persyaratan Resmi Umrah Mandiri
Pasal 87A UU Nomor 14 Tahun 2025 mengatur secara rinci persyaratan bagi siapa pun yang akan menjalankan umrah secara mandiri. Setiap jemaah wajib memenuhi lima syarat utama:
> Beragama Islam.
> Memiliki paspor yang masih berlaku minimal 6 bulan sejak tanggal keberangkatan.
> Memiliki tiket pesawat menuju Arab Saudi dengan jadwal pergi dan pulang yang jelas.
> Memiliki surat keterangan sehat dari dokter.
> Memiliki visa dan bukti pembelian layanan dari penyedia resmi yang tercatat melalui Sistem Informasi Kementerian Agama (Siskopatuh).
Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Sulsel, Iqbal Ismail, mengingatkan bahwa umrah mandiri hanya diperuntukkan bagi jemaah yang mampu mengurus seluruh proses ibadah tanpa bantuan pihak lain, termasuk paspor, visa, tiket, akomodasi, dan pelaksanaan ibadah tanpa pendamping.
Perlindungan Hukum dan Pengawasan
Negara menjamin bahwa setiap jemaah, baik mandiri maupun melalui biro, tetap terlindungi secara hukum. Pasal 88A UU yang sama menegaskan hak utama bagi jemaah umrah mandiri untuk mendapat layanan sesuai perjanjian tertulis, sehingga jemaah tetap memperoleh perlindungan hukum dan jaminan pelayanan meskipun berangkat tanpa PPIU.
Kementerian Agama (Kemenag) akan mengawasi seluruh perjalanan melalui sistem digital nasional, Siskopatuh, yang memastikan keamanan, legalitas, dan kesesuaian syariat. Jemaah juga mendapat hak untuk melapor langsung ke Menteri Agama bila terjadi pelanggaran pelayanan. Dengan sistem ini, negara memastikan perjalanan umrah berlangsung tertib, aman, dan transparan. Penting untuk dicatat, jika tidak terdaftar di sistem Kemenag (Siskopatuh), jemaah tidak akan tercatat, yang menyulitkan pemerintah untuk membantu atau berkoordinasi dengan pihak Arab Saudi jika terjadi masalah
Ekosistem Umrah dan Ekonomi Syariah
UU baru ini tidak hanya fokus pada ibadah, tetapi juga pada penguatan ekonomi umat. Melalui Pasal 94A, pemerintah mendorong terbentuknya ekosistem ekonomi umrah, termasuk optimalisasi asrama haji, transportasi, alat kesehatan, dan logistik agar terus beroperasi sepanjang tahun. Langkah ini membuka peluang bagi pelaku usaha lokal untuk terlibat dalam rantai ekonomi umrah dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor keagamaan.
Era Baru Perjalanan Umrah
Dengan adanya UU ini, umat Islam kini dapat beribadah dengan fleksibilitas lebih tinggi tanpa mengorbankan aspek keamanan dan keabsahan hukum. Umrah mandiri menjadi simbol kemandirian umat yang tetap dalam pengawasan negara. Pemerintah memastikan bahwa semua data keberangkatan, baik mandiri maupun reguler, tercatat dalam sistem resmi, sehingga perlindungan dan layanan tetap terjamin dari tanah air hingga kembali ke Indonesia. Meskipun demikian, Kemenag mengingatkan risiko umrah mandiri tanpa perlindungan resmi dan bimbingan ibadah sebagaimana yang diperoleh melalui PPIU berizin.
Sumber: saudinesia[dot]id
