Acara yang digelar di halaman lapangan Basket UMRI itu bukan sekadar seremonial tahunan. Di sana, suara pemuda menggema lantang, menggugat kesadaran generasi muda agar tidak sekadar menjadi penonton sejarah. HIMADIKUM membuktikan bahwa mimbar bebas bukan ruang gaduh, melainkan ruang intelektual untuk menyalakan daya kritis dan nurani mahasiswa hukum dalam membaca arah bangsa.
Kegiatan ini turut menghadirkan dua organisasi yang selama ini berperan penting dalam gerakan sosial di Riau: Gerakan Masyarakat Perlindungan Perempuan dan Anak (Germas PPA) dan Ikatan Pemuda Karya (IPK). ini menegaskan bahwa semangat Sumpah Pemuda tidak berhenti di ruang kuliah, tapi bergerak ke jantung masyarakat — tempat perubahan harus dimulai.
Dalam sambutannya, Bupati HIMADIKUM Lamhot Gabriel Nainggolan menegaskan bahwa pemuda hari ini tidak boleh takut menyuarakan kebenaran.
“Pemuda adalah denyut nadi perubahan. Jika kita diam, maka keadilan akan membisu. Tugas kita bukan sekadar memperingati, tapi membuktikan bahwa semangat Sumpah Pemuda hidup di dalam tindakan,” ujarnya tajam.
Sementara Kepala Divisi Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat HIMADIKUM) Rabbi Fernanda menegaskan bahwa mimbar bebas adalah cermin bagi kaum intelektual muda.
“Pemuda sejati adalah mereka yang berpikir dengan nurani dan bertindak dengan kesadaran. Mimbar ini adalah ruang kita menguji keberanian: sejauh mana suara mahasiswa mampu mengguncang ketidakadilan,” katanya lantang.
Dari barisan organisasi masyarakat, Ketua Ikatan Pemuda Karya (IPK) menyerukan pentingnya kolaborasi antarorganisasi sebagai kekuatan perubahan.
“Perubahan tidak lahir dari perbedaan yang dipertajam, melainkan dari persatuan yang disadarkan. Pemuda harus menjadi jembatan antara gagasan dan aksi, bukan sekadar simbol di spanduk peringatan,” tegasnya.
Sementara itu, perwakilan Gerakan Masyarakat Perlindungan Perempuan dan Anak (Germas PPA) menyoroti bahwa pembangunan sejati harus berpihak pada kemanusiaan.
“Perubahan tanpa kepedulian hanyalah topeng kemajuan. Kita tidak bisa bicara pembangunan jika masih menutup mata terhadap kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pemuda harus menjadi pelindung, bukan penonton,” ujar perwakilan Germas dengan suara bergetar namun pasti.
Melalui mimbar ini, HIMADIKUM UMRI menegaskan goals yang tajam dan terukur: menumbuhkan kesadaran kritis di kalangan mahasiswa hukum; memperkuat kolaborasi lintas organisasi pemuda; mengarusutamakan isu kemanusiaan, kesetaraan, dan perlindungan kelompok rentan; serta membangun budaya orasi dan berpikir progresif di lingkungan akademik.
Kegiatan ditutup dengan Penampilan Mahasiswa dan foto bersama ,tentunya kegiatan ini memiliki makna ,semangat Sumpah Pemuda bukan hanya milik masa lalu, tapi napas perjuangan masa kini.
“Kami, pemuda hukum, berjanji akan terus menyalakan api perubahan. Kami tidak akan diam di hadapan ketidakadilan. Karena sumpah kami bukan sekadar kata — tapi tekad yang hidup dalam setiap langkah menuju Indonesia yang berkeadilan.”
Di bawah langit malam Pekanbaru, suara itu menggema.
Dan di dada para pemuda HIMADIKUM, Sumpah Pemuda tak lagi sekadar sejarah — ia telah menjelma menjadi gerakan.