![]() |
Mengupas Persoalan Anggaran pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Sumatera Barat : Begini Respon Nandito, Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Andalas |
Media Sumbar | Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Indonesia diwarnai berbagai dinamika, salah satunya terkait keuangan pemilu, khususnya saat terjadi Pemungutan Suara Ulang (PSU). PSU menjadi perhatian karena menuntut kesiapan anggaran tambahan di tengah keterbatasan fiskal daerah. Isu ini semakin mengemuka pada kasus PSU Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Sumatera Barat dan Pilkada Kabupaten Pasaman.
Sistem Penganggaran PSU dan Tanggung Jawab Keuangan
PSU merupakan konsekuensi hukum atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) akibat adanya pelanggaran atau perselisihan hasil pemilu. Berdasarkan regulasi dan kebijakan pemerintah, tanggung jawab utama pendanaan PSU berada di tangan pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya akan membantu jika APBD tidak mencukupi kebutuhan PSU
Pada Pemilu 2024, Sumatera Barat menjadi sorotan nasional setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan PSU untuk pemilihan DPD RI. *MK melalui putusan Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024* mengabulkan seluruh permohonan Irman Gusman. MK memerintahkan KPU untuk melaksanakan PSU DPD RI Sumatera Barat dengan mengikutsertakan Irman Gusman sebagai peserta. Proses ini menelan anggaran yang sangat besar, bahkan disebut-sebut mencapai ratusan miliar rupiah.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Barat mengusulkan anggaran lebih dari Rp260 miliar untuk pelaksanaan PSU yang dijadwalkan pada 13 Juli 2024.Anggaran tersebut mencakup berbagai kebutuhan, seperti Logistik pemilu (surat suara, kotak suara, dan perlengkapan TPS), Honorarium badan adhoc (PPK, PPS, KPPS), Operasional distribusi logistik dan Pengamanan koordinasi lintas lembaga.
Untuk efisiensi, KPU Sumbar memanfaatkan badan adhoc yang sudah terbentuk untuk Pilkada serentak 2024, sehingga tidak perlu membentuk struktur baru. Namun, besarnya anggaran tetap menjadi beban berat, mengingat cakupan PSU DPD meliputi seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat.
Kabupaten Pasaman juga menghadapi tantangan serupa. Setelah putusan MK yang memerintahkan PSU, KPU Pasaman awalnya mengajukan kebutuhan anggaran sekitar Rp13,43 miliar. Namun, setelah proses efisiensi dan pemangkasan, disepakati anggaran PSU sebesar Rp10,4 miliar. Angka ini sudah termasuk sisa anggaran Pilkada 2024 yang belum terpakai.
Efisiensi dilakukan antara lain dengan: Pemangkasan honor badan adhoc dari dua bulan menjadi satu bulan, Penggunaan gedung milik pemerintah daerah tanpa biaya sewa, dan Penyesuaian kebutuhan logistik serta operasional sesuai Instruksi Presiden tentang efisiensi anggaran. Namun, Pemerintah daerah berharap adanya bantuan dari pemerintah provinsi maupun pusat, sembari melakukan efisiensi internal.
Tantangan dan Evaluasi Sistem Keuangan PSU
*Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Andalas, Nandito Putra*, menilai bahwa isu keuangan dalam penyelenggaraan Pemilu, khususnya pada pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU), selalu menjadi pil pahit bagi keuangan daerah. Dalam praktiknya, biaya pemilu di Indonesia sering kali membengkak, terutama saat terjadi PSU akibat sengketa atau pelanggaran prosedural. Hal ini dapat dilihat pada kasus PSU DPD RI Sumatera Barat yang melibatkan Irman Gusman, serta PSU Pilkada Kabupaten Pasaman yang melibatkan Anggit Kurniawan Nasution. Kedua kasus tersebut menuntut pemerintah daerah untuk menyediakan anggaran tambahan secara mendadak, yang tidak jarang menimbulkan polemik fiskal di tingkat lokal.
*Menurut Nandito, "kerugian yang paling besar bukan hanya disebabkan oleh faktor teknis seperti logistik dan honorarium penyelenggara, tetapi sudah dimulai oleh lemahnya tata kelola dan pengawasan dalam proses pencalonan dan pemungutan suara."*
*"Teori anggaran pemilu mengajarkan bahwa efisiensi dapat dicapai jika seluruh tahapan pemilu berjalan sesuai regulasi, sehingga potensi sengketa yang berujung pada PSU dapat diminimalisir. Dalam konteks ini, penguatan verifikasi administrasi calon, transparansi dana kampanye, serta penegakan hukum yang tegas menjadi kunci utama"*.
Selain itu, perlu diketahui bahwa beban anggaran PSU pada akhirnya ditanggung oleh rakyat melalui APBD maupun APBN. Oleh karena itu, penyelenggara pemilu dan pemerintah daerah harus bertanggung jawab penuh dalam merencanakan, merealisasikan, dan mempertanggungjawabkan setiap rupiah yang digunakan. Pengawasan publik dan partisipasi masyarakat sangat diperlukan agar anggaran pemilu tidak menjadi ladang pemborosan atau bahkan penyalahgunaan.