![]() |
| Oleh : Rheiva Putri R. Sanusi. S.E. | Aktivis Muslimah |
Pemberitaan ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur menjadi berita duka bagi Indonesia. Dimana gedung lantai 4 Ponpes Al Khaziny ambruk, hingga menimpa santri yang sedang shalat ashar di lantai 2. Sebanyak 160 santri menjadi korban , dan 37 di antaranya meninggal dunia. Hingga Minggu (5/10/2025), BNPB melaporkan 12 jenazah ditemukan , sementara puluhan lainnya masih tertimbun. (News.detikdotcom, 5/10/25)
Air mata yang tak hentinya mengalir dari keluarga korban saat evakuasi para santri di antara celah-celah reruntuhan. Semua tim mencoba memanggil para korban yang masih hidup, dan mengalirkan air ke ruang-ruang sempit itu. Para penyelamat harus menggunakan alat bantu manual agar tidak mengganggu reruntuhan dan mencegah lebih banyak reruntuhan yang menimpa korban.
Diduga, pembangunan gedung empat lantai tersebut tidak dikerjakan oleh tenaga ahli di bidang konstruksi dan minim pengawasan dari pihak pemerintah. Karena itu, robohnya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny kuat dugaan disebabkan oleh kualitas konstruksi yang buruk. Terlebih, proyek pembangunan yang hanya mengandalkan dana terbatas dari wali santri dan donatur semakin menunjukkan kurangnya tanggung jawab pemerintah dalam memastikan keamanan fasilitas pendidikan tersebut. Tanggung jawab pemerintah yang seharusnya mampu menyediakan fasilitas pendidikan namun hari ini dibebankan kepada masyarakat.
Ini terjadi karena fungsi pemerintah yang seharusnya menjadi pihak paling bertanggung jawab dalam pengurusan rakyat, tidak didapatkan dalam sistem demokrasi kapitalis sekuler. Pemerintah seharusnya mampu menjamin keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Namun hal ini tidak bisa diharapkan dari pemerintah dalam sistem demokrasi kapitalis sekuler. Pemerintah hanya menjadi pihak perencana dan pelaksana kepentingan-kepentingan para kapital, hingga pun rakyat yang harus dikorbankan. Fungsi pemerintah sebagai penjamin kesejahteraan dibebankan kepada rakyat. Bahkan sistem ini menyerahkan urusan kemashlahatan rakyat pada rakyat itu sendiri. Rakyat pun dibiarkan sengsara hidup sendiri dalam mencari keselamatan dan kesejahteraannya di negerinya sendiri.
Peristiwa ambruknya bangunan di lingkungan pendidikan tidak boleh dianggap peristiwa biasa. Apalagi hingga memakan banyak korban. Pasalnya korban adalah calon-calon ulama masa depan. Mereka adalah calon-calon pemimpin. Ketidakseriusan dalam mengatur dan memanajemen pendidikan merupakan kelalaian yang sangat parah. Bahkan merupakan kezaliman. Pendidikan adalah hak rakyat setiap rakyat bahkan menjadi kewajiban bagi kaum muslim, kelalaian negara berarti bentuk perampasan terhadap hak rakyat.
Hal ini sangat jauh berbeda dalam pengaturan Islam. Islam menetapkan fungsi pemerintah sebagai penjamin urusan-urusan rakyat, dan menjamin terwujudnya kesejahteraan rakyat. Di dalam sistem pendidikan Islam, salah-satunya adalah mewajibkan pemerintah untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang layak. Fasilitas pendidikan nukan sekedar ada tapi harus yang berkualitas, aman dan merata di seluruh daerah menjadi tanggung jawab negara. Begitu juga dalam menciptakan seluruh sarana yang berkaitan langsung dengan pendidikan misalnya jembatan, jalan dan lainnya.
Seluruh pembangunan infrastruktur termasuk di dalam lembaga pendidikan berada dibawah tanggung jawab langsung pemerintah. Sehingga seluruh fasilitan mendapatkan porsi yang sama, tidak ada kesenjangan di dalamnya. Seluruh pembiayaannya diambil dari sistem keuangan baitul maal yang memiliki sumber pemasukkan tetap dari sumber daya alam (tambang, gas, sumber daya hutan, sumberdaya laut, dan lain-lain) kharaj dan jizyah, juga harta rampasan perang. Pembangunan infrastruktur yang bersifat primer dan pokok, akan mendapat skala prioritas dari negara. Bersifat mengikat berarti kewajiban tersebut harus tetap dilaksanakan tanpa bergantung pada ada atau tidaknya dana di baitul mal. Dengan kata lain, meskipun kas negara sedang kosong, proses pembangunan tetap harus dilanjutkan. Islam menetapkan kebolehan dan kewenangan pemerintah untuk melakukan pemungutan dari masyarakat, yang disebut dengan dharibah.
Dalam Islam pula, setiap aktivitas akan diserahkan pada pihak yang ahli dibidangnya. Termasuk dalam pembangunan infrastruktur. Pembangunan akan dilaksanakan oleh para ahli konstruksi dan arsitek yang berkompeten. Dengan demikian, setiap infrastruktur yang dibangun harus memiliki kualitas yang baik, kokoh, serta disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik geografis wilayahnya. Dan para ahli ini akan mendapatkan gaji yang super layak dari pemerintah sehingga tidak ada kecurangan apapun dalam proses pengerjaannya.
Negara pun wajib memastikan kondisi tempat bangunan berdiri, direncanakan dengan sangat matang disesuaikan dengan kondisi kontur tanah. Apakah rawan terjadinya gempa atau tidaknya. Apakah berada di atas pergeseran lempeng atau tidak. Keamanan dan kekokohan bangunan akan betul-betul terjamin. Karena Islam mewajibkan pemerintah bertanggung jawab atas keselamatan rakyatnya. Satu jiwa saja dari rakyatnya merupakan tanggung jawabnya.
Allah Swt. telah menetapkan negara sebagai penanggung jawab sebagaimana sabda Nabi Saw riwayat Imam Bukhari:
“Imam (kepala negara) adalah pemimpin (penanggung jawab urusan umat). Dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.”
Inilah alasan Sistem Islam sangat memperhatikan sektor pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi dan dinikmati setiap warga negara. Ini karena pendidikan adalah pintu utama lahirnya peradaban yang unggul. Sehingga sangat wajar pada masa peradaban Islam jejak pendidikan Islam sangat mentereng dan diakui sebagai pendidikan terbaik di pentas global.
Dalam sejarah Islam, para khalifah berlomba membangun sekolah tinggi dengan fasilitas lengkap: auditorium, asrama, perpustakaan, bahkan taman rekreasi. Madrasah Nizhamiyah di Bagdad menjadi model universitas dunia. Negara menjamin penelitian dan pembelajaran berbagai disiplin ilmu seperti ilmu agama, ilmu kedokteran, teknik, hingga penemuan baru.
Dalam sejarah Islam, lembaga pendidikan dibangun dengan visi peradaban. Madrasah Nizhamiyah di Bagdad, Al-Mustanshiriyah, dan An-Nuriyah menjadi bukti nyata negara memuliakan ilmu. Di antara berbagai madrasah yang ada, Madrasah Nizhamiyah menempati posisi sebagai yang terbaik. Lembaga pendidikan ini kemudian menjadi acuan dan model bagi pendirian madrasah di wilayah lain seperti Irak, Khurasan (Iran), dan sekitarnya.
Dari sini terlihat Islam memiliki konsep sempurna terkait kepengurusan umat, tidak hanya sekedar formalitas pemenuhan kewajiban. Namun konsep yang benar-benar memberikan kemashlahaatn diberbagai sektor, termasuk menjamin fasilitas infrastruktur dalam pendidikan Tragedi Sidoarjo menjadi pengingat keras bahwa negara tidak boleh hanya menjadi penonton. Islam menunjukkan konsep kepengurusan umat yang utuh, tanggung jawab, dan manusiawi. Negara harus hadir bukan sekedar untuk membangun gedung, tapi untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan hidup rakyatnya.
