![]() |
| Oleh : Rola Rias Kania (Aktivis Muslimah) |
Tepuk Sakinah, gerakan viral yang menghiasi media sosial, menjanjikan lima pilar untuk keluarga harmonis. Namun, mampukah pengingat manis ini megatasi kerumitan rumah tangga, atau hanya berhenti sebagai mantra indah tanpa menyentuh akar masalah?
Kementerian Agama tengah berupaya untuk menghadirkan ketahanan keluarga dengan berbagai progam bimwin (bimbingan perkawainan). Salah satu langkah yaitu menghadirkan program tepuk sakinah berupa yel-yel, dengan tujuan agar para calon pengantin mengingat lima pilar keluarga sakinah. Lima pilar sakinah yang mencakup zawaj(berpasangan), mitsaqan ghalizan(janji kokoh), mu’asyarah bil ma’ruf(saling cinta, hormat, menjaga, dan bernuat baik), musyawarah dan taradhin(saling rida).
Program bimwin bukanlah inovasi baru, namun sudah lama diterapkan oleh pemerintah dalam upaya ketahanan keluarga. Realitas menunjukkan dari berbagai upaya yang telah hadir belum mampu memberikan penguatan yang kokok dalam keutuhan berumah tangga. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) dan Komnas Perempuan, angka penceraian di Indonesia pada tahun 2024 di Indonesia capai 399.921 kasus. Perceraian bukanlah cerita sporadis, melainkan epidemi yang menelan korban dari berbagai lapisan masyarakat. Upaya parsial seperti ini, meski berbalut ayat Al-Quran, tampaknya hanya menyentuh permukaan, seperti obat luar untuk luka dalam. Perlu mengetahui akar sebenarnya dari kerapuhan ini.
Krisis ekonomi jadi trigger utama dalam retaknya rumah tangga. Ketidakstabilan finansial kerap memicu pertengkaran anatar suami dan istri, bahkan tak jarang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga. Akibatnya, hubungan menjadi retak, kenyamanan sirna, dan risiko perselingkuhan yang berakhir pada penceraian.
Permasalahan ini bukan masalah individu semata, melainkan gejala sistemik. Penerapan sistem kehidupan yang keliru sehingga memunculkan berbagai persoalan yang berkelindan rumit. Pendekatan parsial seperti Tepuk Sakinah jelas tidak mampu mengatasi kompleksitas ini.
Islam adalah agama yang sempurna. Islam hadir sebagai pengurai dan solusi segala aspek permasalahan saat ini. Maka untuk membangun sebuah rumah tanggapun Islam mengatur. Sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasulullah SAW dalam rumah tangganya yang penuh kasih sayang dan keadilan. Al-Quran (An-Nisa:21) Allah Menegaskan akad nikah sebagai mitsaqan ghalizan, ikrar suci dihadapan Allah yang menuntut tenggung jawab berta, buka sekadar romansa sesaat. Sakinah sejati lahir dari ketaatan pada syariat. Suami sebagai pemimpin yang adil, istri sebagai mitra yangsaling menjaga dan keluarga yang berlandaskan taqwa. Sakinah mawaddah akan terwujud dalam rumah tangga tatkala standar berumah tangga karena ketaatan teguh pada syariat Allah bukan bertumpu pada gejolak rasa semata.
Masyarakat mendukung menciptakan rumah tangga yang sakinah dan mawaddah. Dimana prinsip amar ma’ruf nahi munkar dijalankan untuk saling mengingatkan dan menjaga.
Negarapun hadir dalam memastikan pemenuhan kebutuhan dasar. Dengan prinsip ekonomi dasar, pemimpin akan mengurusi lapangan pekerjaan, pendidikan, kesehatan, agar keluarga dapat fokus pada keharmonisan dan bukan terjebak dalam tekanan ekonomi. Sebagai sabda Rasulullah Saw yang artinya “Iman(khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Islam bukan memberikan simbol semata namun, membangun struktur kehidupan yang mensejahterakan umat. Karena sistem kehhidupan yang dihadirkan lahir dari sang khaliq, pencipta yang memberikan seperangkat aturan kompleks dalam menajalan kehidupan ini. Maka tidak layak bagi kita memisahkan aturan kehidupan dengan aturan Islam. Dalam Buku Nizham al-Islam Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa kehidupan manusia akan rusak tatkan aturan Allah dipisahkan dari urusan mereka. Dan tidak akan kembali baik kecuali ketika Islam diterapkan secara menyeluruh dari level rumah tangga hingga negara. Hanya dengan ini demikian, mimpi sakinah bukan lagia utopia, melainkan realitas yang mensejahterakan umat. Wallhua a’lam
