Oleh Santy Mey
Aktivis Muslimah
Sampai saat ini, perkembangan media sosial (medsos) makin pesat dan semakin diminati oleh berbagai kalangan tak terkecuali anak-anak. Bahkan Global Digital Reports dari Data Reportal melaporkan ada 5,25 miliar orang yang aktif di media sosial. Sungguh jumlah yang begitu fantastis ternyata para peminat hiburan secara online, karena ternyata perasaan terhubung ini tidak menghilangkan perasaan sepi. Sebabnya, Linimasa yang dipenuhi video hiburan dan kisah personal yang menjadikan pengguna merasa terasing dari dunia nyata. (Detik.com, 18-9-2025)
Fenomena ini, dirasakan oleh hampir semua pengguna medsos. Berdasarkan hasil penelitian dari riset kecil-kecilan yang dilakukan oleh para Mahasiswa, ternyata ditemukan keterkaitan antara penggunaan media sosial yang berlebihan dengan rasa kesepian, insecure, bahkan dengan berbagai masalah yang dihadapi. (14/9/2025).
Sedikit banyak, media sosial akan memengaruhi kesehatan mental dan hubungan sosial para penggunanya. Semisal, salah satunya konten yang sering dilakukan seseorang di media sosial merupakan hasil rekayasa dan ilusi semata. Namun, tak sedikit orang tetap mengonsumsi dan bahkan membenarkan narasi tersebut.
Bahkan, menurut teori hiperrealitas, representasi digital kerap dianggap lebih nyata daripada realitas itu sendiri, sehingga emosi yang dibentuk media dapat memengaruhi kesehatan mental dan hubungan sosial seseorang. Alhasil, orang yang sudah terbiasa berinteraksi di medsos akan memiliki waktu sedikit untuk berinteraksi langsung dengan orang lain. Bahkan tidak ada waktu untuk sekedar bersua atau ngobrol langsung baik dengan keluarga, saudara atau pun teman dekat sekalipun.
Namun adakalanya, kita sering terhanyut dengan konten yang dibuat orang lain, seakan-akan kita yang melakukannya, entah itu soal pencapaian orang lain atau kisah emosional seperti percintaan. Tak jarang, kebiasaan ini memicu efek domino, di mana satu kejadian kecil dapat memiliki konsekuensi yang semakin besar seiring berjalannya waktu.
Sehingga, kejadian tersebut dapat meningkatkan resiko gangguan kesehatan mental, karena makin sering pengguna membagikan konten kesepian, maka makin banyak pula konten serupa yang muncul di linimasa (garis wsktu).
Tak dapat dipungkiri, bahwa industri kapitalislah yang telah membuat arus di sosial media berdampak buruk, salah satunya dapat menimbulkan sikap asosial. Akibatnya, dapat dirasakan dari pola hubungan di antara anggota keluarga terasa jauh, karena masing-masing sibuk dengan dunianya sendiri.
Sementara, apa yang terjadi di masyarakat, seakan-akan terpenjara dan sulit untuk bergaul di dunia nyata. Karena, saking asiknya bermain di medsos waktu pun berlalu bahkan terkadang terasa kurang. Adakalanya, aktivitas yang lainnya terlalaikan seperti ibadah, makan tak jarang untuk mandi saja terasa malas.
Walhasil, sikap asosial dan perasaan kesepian dapat merugikan masyarakat karena berdampak buruk bagi mereka. Terutama, dampak terbesar dapat terjadi pada generasi muda yang sebenarnya punya potensi untuk berkarya secara produktif.
Dengan demikian, jika ketergantungan Medsos ini dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha untuk mengeremnya atau menyudahinya, maka besar kemungkinan akan memberi peluang dan berpotensi terhadap dampak yang lebih luas lagi.
Sementara, Islam punya pandangan tersendiri terkait penggunaan media sosial. Dimana, Islam membolehkan penggunaan medsos, jika membawa kebaikan, untuk menambah ilmu, dan memperkuat persaudaraan. Tetapi menjadi haram jika digunakan untuk hal-hal yang dilarang seperti menyebar hoaks, fitnah, ghibah, atau membagikan konten tidak pantas.
Aturan yang lainnya, bahwa umat muslim perlu menjaga etika dalam bermedia sosial, berbicara dengan hikmah dan santun, menjaga privasi serta aurat, serta harus pandai memanfaatkan waktu dengan bijak tanpa menjadi budak media sosial yang akan merugikan diri sendiri.
Sejatinya, penggunaan medsos bisa menyebar fitnah atau nama baik yang tercemar. Hak Ini, bisa melanggar ajaran Islam tentang kasih sayang dan persaudaraan. Sehingga, umat muslim harus berhati-hati dan harus menghindari perbuatan yang dapat menyebabkan perpecahan.
Bahkan sistem Islam mengatur terkait etika teknologi yang terdapat dalam Al-Quran surah Al-Ahzab ayat 70, yang berbunyi "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.”
Ayat tersebut mengingatkan agar kita senantiasa berbicara dengan baik. Namun, bukan hanya baik ketika berbica secata langsung saja, tetapi berbicara di medsos pun harus baik dan sopan, adab harus dipethatikan. Artinya harus klarifikasi informasi sebelum menyebar, agar tidak ada kesalahpahaman.
Dengan etika bermedia sosial yang benar, kita bisa memanfaatkan teknologi dengan benar pula, hal ini untuk mengingatkan kita pada kebaikan, menguatkan ukhuwah Islamiyah, dan raih nilai-nilai Islam yang penuh dengan rahmat.
Wallahu'alam bissawab