![]() |
Oleh: Yanyan Supiyanti, A.Md. Pendidik Generasi |
Kasus penjualan bayi dari Jawa Barat ke Singapura kembali menggemparkan masyarakat. Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat berhasil mengungkap sindikat perdagangan bayi yang diketahui telah menjual setidaknya 24 bayi ke Singapura, dengan harga berkisar antara Rp11 juta hingga Rp16 juta per bayi, tergantung kondisi dan permintaan pasar.
Sebagian besar bayi yang diperjualbelikan ini masih berusia antara dua hingga tiga bulan dan berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat.
Kombes Surawan mengungkapkan bahwa jaringan ini menjalankan aksinya dengan sangat terorganisir. Bahkan, dalam beberapa kasus, bayi sudah dipesan sejak masih dalam kandungan, dengan biaya persalinan ditanggung oleh pembeli, dan bayi langsung diambil setelah lahir.
Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa sepanjang 2021 hingga 2024 terdapat 155 laporan terkait penculikan, perdagangan, dan penjualan bayi. Motifnya beragam, mulai dari kesengajaan orang tua hingga kasus korban kekerasan seksual yang mengalami kebingungan dan tekanan.
Cermin Gagalnya Sistem
Kejahatan jaringan perdagangan bayi lintas negara, yang masuk dalam kategori Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), mencerminkan kegagalan sistemik dari pembangunan ekonomi berbasis kapitalisme dan demokrasi liberal yang menghasilkan kemiskinan struktural.
Kejahatan ini tumbuh subur dalam kondisi kemiskinan yang menjerat perempuan. Kemiskinan tersebut bukan sekadar masalah ekonomi, melainkan hasil dari arah kebijakan dan pilihan politik negara. Akibatnya, perempuan menjadi pihak yang rentan terjerumus dalam jaringan perdagangan manusia, hingga mengorbankan peran dan kodratnya sebagai ibu. Hal ini menyebabkan anak-anak kehilangan perlindungan bahkan sejak dalam kandungan.
Inilah akibat dari sistem sekuler-kapitalisme yang mengabaikan peran agama dalam kehidupan publik. Ketika aturan agama tidak lagi dijadikan pijakan, berbagai bentuk kriminalitas pun muncul tanpa kendali — termasuk perdagangan anak oleh orang tuanya sendiri. Ironisnya, oknum dari kalangan aparatur negara yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru ikut terlibat dalam kejahatan ini. Hilangnya nilai-nilai kemanusiaan membuat anak-anak diperlakukan layaknya komoditas demi keuntungan materi.
Islam secara tegas melarang tindakan ini. Para pelaku, apalagi yang tergabung dalam sindikat, wajib dikenai hukuman berat.
Islam sebagai Solusi
Dalam pandangan Islam, anak adalah aset bangsa yang sangat berharga dan merupakan generasi penerus yang akan menjaga dan membangun peradaban Islam. Bagi orang tuanya, anak adalah amanah yang harus dijaga dengan sepenuh tanggung jawab.
Islam menetapkan berbagai mekanisme untuk melindungi anak sejak dalam kandungan, termasuk menjaga keturunan yang sah. Negara dalam sistem Islam bertanggung jawab menjamin kesejahteraan anak dan pemenuhan kebutuhan pokoknya. Sistem pendidikan berbasis akidah Islam juga akan membentuk masyarakat yang peduli dan bertanggung jawab atas perlindungan anak, dari individu hingga aparat negara.
Dengan penerapan sistem sanksi yang tegas dan menimbulkan efek jera, kejahatan semacam ini bisa dicegah. Sudah saatnya umat kembali kepada sistem Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Wallahualam bissawab.