![]() |
Panitia Ekspedisi Bersama Petani Gambir |
Sumbar -- Minggu, 20 Juli 2025 – Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Ekspedisi Wilayah II 2025, yang diinisiasi oleh BEM KM UNAND turun langsung ke lapangan untuk menyaksikan dan mempelajari proses pengolahan gambir di Kenagarian Galugua, Jorong Galugua, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota. Kegiatan ini bertujuan memberikan pengalaman langsung kepada panitia mengenai salah satu komoditas unggulan daerah yang masih sama dikelola secara tradisional.
Di Galugua, gambir merupakan tanaman bernilai ekonomis tinggi yang proses pengolahannya memerlukan ketelitian dan tenaga ekstra. Setelah daun dipetik, tanaman ini membutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk kembali siap dipanen, dalam pengambilan daun pun, petani harus berhati-hati agar tidak merusak daun-daun muda yang berpotensi menjadi tunas baru, hal kecil yang krusial bagi keberlangsungan tanaman.
![]() |
Gambar 1. Proses pemetikan daun gambir |
Proses pengolahan gambir dimulai dari pemetikan daun yang telah cukup umur, yang oleh masyarakat setempat disebut anak kewi. Daun tersebut direbus hingga lunak, lalu diperas menggunakan alat press seperti dongkrak atau hidrolik. Cairan hasil perasan akan turun ke wadah penyaringan dan dibiarkan mengendap selama satu hari. Setelah itu, cairan yang telah ditiriskan kembali dimasak hingga mengeras, lalu dicetak menjadi bentuk padat yang siap dipasarkan. Selama kunjungan, para petani setempat memperagakan langsung setiap tahap proses kepada panitia ekspedisi. Mulai dari pemetikan daun menggunakan pisau kecil yang tajam, hingga proses mencupak. Namun, proses pengolahan ini bukan tanpa tantangan. Salah satu proses paling berat adalah pemerasan atau pendongkrakan, yang membutuhkan tenaga besar dan alat yang memadai.
![]() |
Gambar 2. Daun gambir yang sudah direbus dipress menggunakan dongkrak |
Dari sisi ekonomi, gambir dengan kualitas baik biasanya dijual dengan harga antara Rp35.000 hingga Rp40.000 per kilogram, tergantung kondisi pasar. Namun fluktuasi harga ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi petani. Mereka berharap adanya stabilisasi harga dan dukungan pemerintah, baik dalam bentuk program koperasi merdeka yang memungkinkan penjualan langsung tanpa perantara, maupun bantuan alat-alat produksi seperti dongkrak dan mesin pengolah gambir lainnya.
![]() |
Gambar 3. Hasil olahan gambir setelah proses mencupak |
Hanura salah satu panitia ekspedisi wilayah, membagikan pengalaman nya saat mencoba langsung proses mencupak, yaitu proses mencetak endapan getah gambir menjadi bentuk tabung kecil menggunakan alat sederhana dari pipa dan bambu. Tekstur endapan yang lembut membuat tahap ini terasa menyenangkan dan relatif mudah dilakukan. “Melihat langsung proses mengampo membuat saya lebih menghargai setiap tahapan panjang di balik terciptanya gambir sebagai produk ekspor. Harapan saya, mahasiswa dapat berperan menciptakan inovasi untuk mempermudah proses produksi. Khususnya di bidang pemasaran, saya ingin membantu mempertemukan petani Galugua dengan pasar yang lebih luas, agar harga gambir bisa layak dan tidak dipermainkan tengkulak.” Ujarnya
Kegiatan ini menjadi pengalaman berharga bagi panitia ekspedisi, karena bukan hanya memperluas wawasan tentang pengolahan gambir, tetapi juga membuka peluang kontribusi nyata mahasiswa untuk membantu kesejahteraan petani. Dukungan terhadap petani gambir bukan hanya menjaga kelestarian tradisi, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun di Galugua.