Sekolah Negeri Diburu, Sekolah Swasta Ditinggalkan

 




Oleh Tinie Andryani

Aktivis Muslimah


Niat baik Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menekan tingginya angka putus sekolah melalui kebijakan penambahan kuota siswa per kelas di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri menuai kritik tajam. Kebijakan Pemprov Jabar melalui SK Gubernur Jawa Barat No 463.1/Kep.323-Disdik/2025 menetapkan jumlah siswa dalam satu rombongan belajar di SMA/SMK Negeri ditetapkan maksimal 50 orang per kelas. Sontak saja, kebijakan ini membuat sekolah swasta kelabakan dan bahkan mengalami penurunan pendaftaran, khususnya di Kabupaten Bandung (tribunjabar.id, 12/7/2025).

Berdasarkan data di Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) Kabupaten Bandung, sedikitnya ada 35 sekolah swasta yang melaporkan kondisinya setelah tahap pertama Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025/2026. Wahid Djaharudin, selaku ketua FKSS Kabupaten Bandung menyebutkan dari 35 sekolah yang membuat laporan, 7 sekolah diantaranya mengalami peningkatan dalam jumlah pendaftaran, sedangkan 3 sekolah stabil dan 25 sekolah mengalami penurunan. Akan tetapi menurutnya, kondisi ini masih rawan penarikan berkas dari orang tua siswa. "tidak menutup kemungkinan orang tua siswa yang telah mendaftar di sekolah swasta menarik kembali berkas (pendaftaran) lantaran kebijakan tersebut" imbuh nya. Wahid pun berharap keputusan gubernur tersebut dapat ditarik kembali demi mewujudkan asas berkeadilan serta dapat menyelamatkan jam mengajar guru yang tersertifikasi profesi.

Tahun akademik ajaran baru periode 2025/2026 baru saja dimulai. Namun, problem kekurangan murid di sekolah sekolah di berbagai daerah saling bermunculan. Fenomena sekolah "sepi peminat" kembali mencuat pada tahun ajaran 2025/2026 di sejumlah daerah di Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Bandung. Puluhan sekolah menengah atas (SMA) swasta tercatat mengalami penurunan pendaftar peserta didik baru.

Fenomena sekolah swasta yang minim peserta didik baru diduga akibat dari kebijakan Gubernur yang memperluas rombongan belajar (rombel) yang semula berjumlah maksimal 36 siswa/rombel kini bertambah menjadi 50 siswa/rombel. Imbasnya, kebijakan ini berpotensi merugikan sekolah swasta lantaran mengalami penurunan jumlah pendaftar yang signifikan, seperti SMA Mekarwangi Lembang yang hanya menerima 10 pendaftar tahun ini (di kutip dari Media Indonesia, 10/7/2025). Tidak hanya itu, kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi ini pun berpotensi memicu ketidakseimbangan sistemik yang dapat melemahkan kualitas pendidikan dan keberlangsungan sekolah swasta yang selama ini sudah berjuang bersama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Meskipun dapat dipahami itikad baik dari kebijakan Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) di Jawa Barat yakni guna mengurangi tingginya angka putus sekolah di Jabar, tetapi solusi yang ditawarkan adalah solusi instan jangka pendek yang mengabaikan dampak negatif yang jauh lebih besar bagi siswa, guru, dan institusi pendidikan. Kebijakan ini tidak menyentuh akar masalah putus sekolah yang kompleks, seperti pernikahan dini, kemiskinan ekstrem, anak berhadapan dengan hukum, atau anak yang memilih menjadi pekerja (buruh).

Di lain sisi, kebijakan ini pun beresiko menimbulkan warga miskin baru dari kalangan penyelenggara sekolah swasta. Misalnya tenaga pengajar (guru) terancam dirumahkan karena yayasan kesulitan menggaji mereka. Gaji guru yang bergantung pada SPP dan dana BOS terancam tidak terpenuhi jika jumlah murid terus menurun. Jika siswa terus berkurang, otomatis guru terancam PHK, karna gaji guru dari SPP, bukan dari APBD.

Jika kebijakan ini terus dipaksakan, tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan dampak negatif, yakni penurunan drastis kualitas proses belajar mengajar. Dengan 50 siswa berdesakan dalam ruang kelas yang idealnya dirancang untuk 36 orang, kondisi belajar dinilai tidak akan efektif. Ruang kelas akan terasa sumpek, pengap, suara guru tidak akan terdengar jelas (terlebih jika siswa berisik), kelas tidak kondusif, dan interaksi antara guru dan siswa menjadi terbatas.

Seyogyanya, kebijakan penambahan kuota di sekolah negeri mestinya di kaji terlebih dahulu secara matang dan tidak terburu buru. Jangan sampai kebijakan ini mengabaikan prinsip mutu dan keberlanjutan ekosistem pendidikan nasional. Semua kebijakan harus mempunyai analisis, seperti jumlah sekolah, sebaran wilayah, rombongan belajar, tenaga pendidik, fasilitas, dan lain sebagainya untuk mendapatkan kebijakan yang tepat, termasuk keberadaan dan keberlangsungan sekolah swasta.

Kini, banyak pihak terkait berharap pemerintah provinsi dapat mempertimbangkan kembali kebijakannya dan memilih solusi yang tidak hanya fokus pada penurunan angka, tetapi juga pada peningkatan mutu dan keberlanjutan sistem pendidikan di Jawa Barat.

Lantas, apakah kita tetap percaya pada kebijakan pemerintah, dimana tidak hanya sekolah swasta saja yang mampu menimbulkan problem, nyatanya tahun ajaran saat ini pun sekolah negeri mengalami hal serupa. Berkaca dari tahun ajaran sebelumnya, banyak orang tua yang memilih sekolah swasta, karena menganggap sekolah negeri "ala kadarnya" dalam proses belajar mengajar. Sekolah negeri yang idealnya menjadi garda terdepan pendidikan berkualitas yang dapat diakses semua lapisan masyarakat. Namun, dalam praktiknya banyak sekolah negeri menghadapi persoalan mendasar seperti fasilitas yang minim, keterbatasan sumber daya guru, stagnasi metode pembelajaran, hingga kurikulum yang tidak relevan.

Pun dengan sekolah swasta, meski harus mengeluarkan biaya yang besar demi kualitas, orang tua rela membayar biaya mahal, bahkan ada yang sampai harus berhutang demi memastikan anaknya memperoleh pendidikan yang layak.

Berbeda hal nya di tahun ajaran saat ini, orang tua berbondong bondong mendaftarkan anaknya di sekolah negeri bahkan mencabut berkas (pendaftaran) yang semula terdaftar di sekolah swasta, padahal pihak sekolah sudah meminimkan biaya pendidikan guna menjadi magnet "peserta didik baru".

Oleh karena itu, inilah persoalan yang wajib dipecahkan oleh pemerintah, yaitu bagaimana semestinya pemerintah mampu menyediakan sekolah berkualitas dan berkeadilan. Artinya, pemerintah membuka seluas luasnya kesempatan bagi rakyat untuk memperoleh pendidikan terbaik tanpa pandang bulu. Namun sayangnya, sistem pemerintahan saat ini yakni sistem kapitalis tidak memperhatikan hakikat fungsi pendidikan itu sendiri. Kapitalisme hanya berorientasi pada profit (keuntungan), sehingga pendidikan pun menjadi salah satu target kapitalisasi.

Sistem kapitalis menjadikan pendidikan sebagai lahan bisnis, bukan kewajiban negara. Dalam paradigma kapitalis, pendidikan dijadikan komoditas yang dapat diperjualbelikan. Inilah efek langsung penerapan pendidikan kapitalisme sekuler di negeri ini, negara hanya berperan sebagai regulator atau fasilitator saja.

Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah di bawah naungan Negara Khilafah.

Islam memandang bahwa pendidikan benar benar diletakan sebagai kebutuhan mendasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Sebagai penanggung jawab atas urusan rakyatnya, negara tidak boleh bersikap lepas tangan apalagi menyerahkan urusan pendidikan kepada mekanisme pasar seperti dalam sistem kapitalis. 

Dalam khilafah, pendidikan menjadi salah satu pilar penting dalam membangun masyarakat berilmu dan bertakwa. Oleh karena itu, negara wajib menyediakan pendidikan yang gratis, berkualitas, dan merata untuk seluruh rakyat tanpa membedakan status sosial, tingkat ekonomi maupun wilayah tempat tinggal.

Pendidikan yang berkualitas tidak hanya untuk orang kaya yang mampu membayar saja, tetapi merupakan hak dasar setiap individu sebagai insan manusia dan warga negara. Hal ini berdasarkan pada sabda Rasulullah saw. "Imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya" (HR.Bukhari dan Muslim). Dalam hadis ini menunjukan bahwa pemimpin dalam Islam bertanggung jawab penuh terhadap seluruh urusan rakyat, termasuk pendidikan. Selain itu, Islam sangat mendorong pencarian ilmu, sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadis "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim" (HR.Ibnu Majah).

Kewajiban ini tidak akan terlaksana jika negara tidak menyediakan sarana dan sistem pendidikan yang memadai bagi seluruh rakyat. Negara khilafah menjadikan pendidikan tidak hanya mudah diakses, tetapi juga dibangun dengan kurikulum yang membentuk kepribadian Islam (asy syakhshiyyah al islamiyyah), mengembangkan ilmu ilmu pengetahuan umum (sains), dan mempersiapkan generasi emas yang berkualitas, baik dari sisi intelektualitas maupun spiritualitas.

Khilafah tidak menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis atau sumber pemasukan, melainkan sebagai bagian dari tanggung jawab syar'i yang harus ditunaikan untuk mencerdaskan umat. Oleh karena itu, khilafah menghapus segala bentuk komersialisasi pendidikan, termasuk pungutan liar, biaya sekolah yang mahal, maupun praktik pendidikan berjenjang berdasarkan kelas sosial. Alhasil, dalam sistem ini tidak akan ada sekolah yang kosong karena kualitas buruk atau terhalang biaya mahal, sebab seluruh fasilitas pendidikan baik gedung, kurikulum, tenaga pengajar, hingga sarana pendukung lainnya disediakan negara secara gratis dan berkualitas.

Di dalam Islam, negara tidak boleh membebani rakyat dengan pajak, termasuk untuk membiayai pendidikan warganya. Pasalnya, Islam sudah menetapkan sumber pembiayaan pendidikan sesuai dengan hukum syariah. Sumber pembiayaan bisa berasal dari sejumlah pihak :

* pertama, warga secara mandiri. Artinya individu rakyat membiayai dirinya untuk bisa mendapatkan pendidikan. Harta yang dikeluarkan untuk meraih ilmu akan menjadi pahala besar.

Nabi saw.bersabda "Siapa saja yang menempuh jalan untuk meraih ilmu, maka Allah memudahkan bagi dirinya jalan menuju surga (HR. Ahmad).

* kedua, infak atau donasi serta wakaf dari umat untuk keperluan pendidikan, baik sarana dan prasarana maupun biaya hidup para guru dan para pelajar. Islam mendorong sesama muslim untuk menolong mereka yang membutuhkan.

Rasulullah saw.bersabda "Siapa saja yang melepaskan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah akan melepaskan dari dirinya satu kesusahan pada hari kiamat. Siapa saja yang memudahkan urusan orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat (HR.Muslim).

* ketiga, pembiayaan dari negara. Bagian inilah yang terbesar. Syariah Islam mewajibkan negara untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan, pembangunan infrastruktur, menggaji pegawai dan tenaga pengajar, termasuk asrama dan kebutuhan hidup para pelajar. Hal ini dimungkinkan karena negara memiliki sejumlah pemasukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Diantaranya dari pendapatan kepemilikan umum seperti tambang minerba dan migas. Tidak hanya itu, negara Islam pun masih mendapatkan pemasukan dari kharaj, jizyah, infak, sedekah, fai dan lain sebagainya. Seluruh pendapatan ini bisa dialokasikan oleh Khalifah untuk kemaslahatan umat, termasuk membiayai pendidikan.

Lebih dari itu, pendidikan dalam khilafah bukan sekadar untuk mencetak tenaga kerja, tetapi untuk membentuk kepribadian Islam yang kokoh, melahirkan generasi emas yang berakhlak mulia dan mampu memimpin peradaban agung.

Sudah saatnya negeri ini menerapkan sistem pendidikan Islam, sekaligus meninggalkan sistem pendidikan sekuler.

Wallahualam bissawab

Nama

50 Kota,1,Artikel,38,Bahan Ajar PAI Kelas 7,2,Balikpapan,1,Banjarmasin,1,Baznas,1,BIM,2,BNNP,4,Cerpen,2,Dharmasraya,1,DPRD Bukittinggi,7,Film,2,Hiburan,1,Internasional,11,Jakarta,4,Jakarta Selatan,1,KAI,53,Kalimantan Timur,1,Kampus,18,Kejati Sumbar,15,Kesehatan,8,KJI,2,Komedi,1,Koperasi,2,Kota Padang,75,Kuliner,2,Lampung,1,Lifestyle,2,Malaysia,1,Nasional,97,Natuna,1,Olahraga,1,Opini,231,Otomotif,1,Padang,6,Padang Pariaman,8,Panggil Aku Ayah,1,Papua,2,Pariaman,5,Pasaman,1,Pasaman Barat,1,Payakumbuh,2,Pekanbaru,11,Pemkab Solok,4,Pemko Padang,16,Pendidikan,11,Peristiwa,2,Perumda Air Minum,1,Pesisir Selatan,4,PLN,10,Polda,1,Polda Sumbar,57,Polresta Padang,1,Polri,63,Puisi,13,Riau,4,Sawahlunto,2,Sijunjung,1,Smartphone,2,Sulawesi Tengah,1,Sumatera Bagian Tengah,1,Sumatera Selatan,1,Sumbar,310,Teknologi,2,Telkom,1,Tips,5,TNI,94,UNAND,4,UNP,7,Visinema Studios & CJ ENM,1,Wisata,4,Yastis,3,
ltr
item
Media Sumbar: Sekolah Negeri Diburu, Sekolah Swasta Ditinggalkan
Sekolah Negeri Diburu, Sekolah Swasta Ditinggalkan
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMjlvJp1WzaPLoJVEINM4oYtUyyotnYIOpOrCYECRjN5uyRT4MC_wDIfAIdEdDjaxTRcyc0qTJyERg2GUBqnpwfCJoxbHz5KkjDrCxgskVlduZ0W7fbyZse92C2Q1je8w9OTcgbtcM5la8AxWINVxesKpad9lXgB2DMujQEurvuzFjWFtSchfFP8H9qTNF/w243-h243/WhatsApp%20Image%202025-07-28%20at%2013.36.03.jpeg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMjlvJp1WzaPLoJVEINM4oYtUyyotnYIOpOrCYECRjN5uyRT4MC_wDIfAIdEdDjaxTRcyc0qTJyERg2GUBqnpwfCJoxbHz5KkjDrCxgskVlduZ0W7fbyZse92C2Q1je8w9OTcgbtcM5la8AxWINVxesKpad9lXgB2DMujQEurvuzFjWFtSchfFP8H9qTNF/s72-w243-c-h243/WhatsApp%20Image%202025-07-28%20at%2013.36.03.jpeg
Media Sumbar
https://www.mediasumbar.net/2025/07/sekolah-negeri-diburu-sekolah-swasta.html
https://www.mediasumbar.net/
https://www.mediasumbar.net/
https://www.mediasumbar.net/2025/07/sekolah-negeri-diburu-sekolah-swasta.html
true
7463688317406537976
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content