Raja Ampat dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keindahan alam yang luar biasa dan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Sayangnya, kekayaan alam tersebut kini terancam akibat eksploitasi sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab, khususnya penambangan nikel yang belakangan menjadi sorotan publik nasional dan internasional. Aktivitas tambang ini tidak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan, tetapi juga menyingkap persoalan sistemik terkait tata kelola sumber daya alam dalam sistem kapitalisme yang rakus. Tulisan ini mencoba mengupas dampak dari pengelolaan SDA yang menyimpang dari syariat Islam dan menawarkan solusi dari sudut pandang Islam yang adil dan berkelanjutan.
Dampak SDA Tidak Dikelola Sesuai Aturan Sang Pencipta
1. Kerusakan Lingkungan yang Serius. Penambangan nikel berdampak langsung terhadap kerusakan hutan tropis dan ekosistem laut Raja Ampat, wilayah yang dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia. Aktivitas ini juga melibatkan pelanggaran perizinan dan prosedur yang menyalahi Undang-Undang Lingkungan Hidup.
2. Ancaman terhadap Keanekaragaman Hayati. Raja Ampat merupakan kawasan konservasi yang diakui secara internasional. Penambangan di wilayah ini bukan hanya melanggar hukum nasional, tetapi juga mengancam spesies langka dan ekosistem yang menjadi sumber kehidupan masyarakat adat setempat.
3. Cermin Buruknya Sistem Kapitalisme. Kasus ini memperlihatkan wajah asli sistem kapitalisme, di mana kepentingan pemilik modal lebih diutamakan daripada kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat. Hukum dan regulasi seringkali dapat dibeli atau diabaikan demi keuntungan segelintir elite ekonomi.
Pandangan Islam tentang Pengelolaan SDA
Sumber Daya Alam Adalah Milik Umum. Dalam Islam, sumber daya alam seperti tambang, air, dan hutan merupakan milkiyah ‘ammah (milik umum) yang tidak boleh dimonopoli oleh individu atau korporasi. Negara berperan sebagai pengelola yang memastikan seluruh hasil SDA dikembalikan kepada rakyat.
Keseimbangan Ekosistem adalah Kewajiban Syariat. Islam mewajibkan manusia menjaga lingkungan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Merusak alam adalah tindakan tercela, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya... (QS. Al-A’raf: 56)
Konsep “Hima” dalam Islam, yang mana Islam mengenal konsep hima, yaitu kawasan lindung yang tidak boleh dieksploitasi sembarangan. Konsep ini menunjukkan bahwa Islam telah lebih dulu memiliki sistem konservasi yang jauh lebih holistik dibandingkan banyak regulasi modern.
Pemimpin sebagai Penjaga Amanah (Ra’in)
Dalam sistem pemerintahan Islam, pemimpin adalah ra’in (penjaga) yang bertanggung jawab atas urusan rakyat. Ia wajib menerapkan syariat secara menyeluruh, termasuk dalam pengelolaan SDA dan pelestarian lingkungan agar tidak disalahgunakan.
Kasus penambangan nikel di Raja Ampat menjadi potret kegagalan sistem kapitalisme dalam menjaga amanah lingkungan. Islam hadir sebagai solusi yang tidak hanya menjamin kelestarian alam, tetapi juga keadilan dan kemaslahatan umat secara menyeluruh. Sudah saatnya umat Islam kembali pada syariat Islam sebagai sistem hidup yang menyelamatkan manusia dan alam semesta.