Oleh Rahma
Praktisi Pendidikan
Mengejutkan, berbagai kebijakan politik pendidikan tinggi di Indonesia berdampak pada tingginya biaya masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Akibatnya, akses masyarakat terhadap pendidikan tinggi masih minim. Otonomi perguruan tinggi yang seharusnya mentransformasi tata kelola perguruan tinggi negeri justru menjadi jalan masuk komersialisasi pendidikan. Masalah biaya menjadi faktor dominan.
Dalam kapitalisme, pendidikan dipandang sebagai komoditas. Dimensi keuntungan materi kerap menjadi penghalang bagi negara ketika pendidikan dinilai tidak lebih menguntungkan dibandingkan investasi negara di bidang ekonomi. Ini tampak dari minimnya negara memberikan anggaran pendidikan dibandingkan proyek-proyek yang menghasilkan keuntungan lebih.
Negara abai dan lemah, hanya bertindak sebagai regulator atau fasilitator saja. Peran swasta menjadi hal penting dalam tanggung jawab melayani kebutuhan pendidikan. Berharap kepada pelaksanaan peraturan negara pun sulit selama tata kelola pendidikan dan negara ini tidak diubah. Di sinilah urgensi menanggalkan sekularisme kapitalisme sebagai biang segala persoalan dan kembali kepada sistem kehidupan Islam.
Dampak jika makin banyak gen Z tidak melanjutkan pendidikan tinggi, akan muncul ketimpangan sosial baru. Mereka yang mampu kuliah tetap punya akses dan peluang yang belum tentu bisa diakses jalur nonformal. Pendidikan tinggi tak hanya memberi skill, tapi juga membentuk cara berpikir kritis mahasiswa, kesadaran sosial, dan lain-lain yang sulit diperoleh dari tempat-tempat kursus-kursus, pelatihan-pelatihan yang menawarkan akses cepat, murah, dan relevan bagi semua lapisan masyarakat.
Pendidikan adalah hak setiap warga negara, maka tugas pemerintah untuk menfasilitasi pendidikan ini dengan baik, agar hak-hak warga terpenuhi. Di dalam pemerintahan Islam, pendidikan disediakan secara gratis oleh negara dalam semua jenjang. Hal ini bisa terwujud karena Islam memandang ilmu bagaikan jiwa dalam manusia, ilmu ibarat air bagi kehidupan.
Pendidikan merupakan perkara sangat vital, memiliki peran strategis yang tidak bisa diukur hanya dari dimensi keuntungan materi. Oleh karenanya, semestinya negara akan menyelenggarakan pendidikan dengan segenap kemampuan.[]