![]() |
Oleh: Yanyan Supiyanti, A.Md. Pendidik Generasi |
Kasus kekerasan terhadap anak, baik oleh anggota keluarga atau orang terdekat sangat tinggi terjadi di Indonesia.
Beberapa waktu lalu kasus kekerasan terhadap anak terjadi di Riau, gara-gara bayi 2 tahun rewel di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) Riau, AYS (28) dan istrinya YG (24) menyiksanya hingga tewas. Kedua pelaku mengasuh bayi tersebut karena dititipkan oleh ibunya. Setiap korban rewel dan menangis, kedua pelaku menampar mulut, memukul pantat, hingga mencubit seluruh tubuh korban, juga mengikat kedua tangan dan kaki serta mulut korban dengan lakban. (Kompas, 14 Juni 2025)
Faktor terjadinya kekerasan di lingkungan keluarga dan orang terdekat dipengaruhi oleh faktor ekonomi struktural, emosi yang tidak terkendali, kerusakan moral, lemahnya iman, serta pemahaman yang kurang akan fungsi dan peran sebagai orang tua yang dititipkan buah hati.
Sistem kehidupan kapitalisme-sekularisme yang hari ini tengah diterapkan, membuat para orang tua tidak tahu cara mendidik dan mengasuh anak. Sistem ini juga telah menghilangkan fitrah orang tua yang seharusnya melindungi anak-anaknya dan menjadikan rumah sebagai tempat yang paling aman dan nyaman untuk anak.
Kasus kekerasan terhadap anak disebabkan oleh impitan ekonomi kapitalisme yang sering menjadi alasan orang tua atau orang terdekat menyiksa dan menelantarkan anak. Kekerasan terhadap anak juga dipicu oleh lingkungan dan tayangan media yang makin masif mempertontonkan adegan kekerasan. Hubungan sosial antar masyarakat dalam sistem ini juga menjadi kering dan individualis, tidak peduli pada sesama, sehingga dengan mudah kekerasan terhadap anak terjadi.
Sejatinya, di Indonesia sudah ada regulasi atau Undang-Undang tentang perlindungan anak, juga Undang-Undang tentang pembangunan keluarga.
Namun, faktanya semua itu tidak mampu menyelesaikan persoalam kekerasan terhadap anak. Sebab, Undang-Undang tersebut dibuat tidak menyentuh akar permasalahan terjadinya kekerasan pada anak yang kompleks dan saling berkelindan. Solusi yang sistem kapitalisme tawarkan hanya sekadar tambal sulam yang tidak akan menyelesaikan masalah malah menambah masalah baru.
Islam memiliki solusi untuk semua masalah, termasuk keluarga. Penerapan Islam secara total dalam kehidupan akan menjamin terwujudnya segala aspek kehidupan seperti kesejahteraan, ketenteraman jiwa, dan penjagaan keimanan kepada Allah Ta’ala. Islam tidak hanya sebagai agama, tapi juga sekaligus sebagai ideologi (sistem hidup) yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa.
Salah satu fungsi keluarga adalah pelindung. Keluarga akan melindungi seluruh anggota keluarganya tanpa kecuali. Selain itu, keluarga dalam Islam juga memiliki fungsi membentuk kepribadian Islam (pola pikir dan pola sikap Islam) kepada seluruh anggota keluarganya. Negara akan mengedukasi masyarakat dalam membentuk kepribadian Islam, dan menguatkan pemahaman tentang peran dan hukum-hukum keluarga. Sehingga setiap anggota keluarga memiliki pemahaman yang sahih dan komitmen untuk melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan Islam. Negara juga akan mengedukasi melalui sistem pendidikan dan melalui berbagai media informasi dari departemen penerangan.
Jika hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan akan menjamin terwujudnya ketahanan keluarga yang kuat, dan mampu mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak. Anak juga akan hidup aman dan nyaman dalam naungan sistem Islam yang rahmatan lil alamin.
Wallahualam bissawab.