Oleh Rahmawati Ayu Kartini
Pemerhati Sosial
Pemerintah punya target ambisius: membangun 3 juta rumah per tahun. Salah satu strategi untuk mengejar target adalah dengan membangun perumahan subsidi yang berukuran sangat kecil, 18 meter persegi per unit dengan harga 108 juta-120 juta. Rumah yang lebih kecil dari sebagian garasi mobil ini dianggap mampu memenuhi kebutuhan rakyat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pembiayaannya lebih murah dalam artian suku bunga yang ditetapkan lebih rendah, cicilan tetap, serta masa pengembalian cicilan pinjaman lebih panjang daripada pinjaman bank.
Namun, ini justru menimbulkan paradoks dalam sistem perumahan kita. Negara membangun rumah, tapi kota-kota penuh dengan rumah yang tidak dihuni.
Dibangun untuk ditelantarkan
Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS tahun 2023 menunjukkan, kekurangan rumah di Indonesia masih berkisar 9,9 juta unit. Namun, data dari berbagai sumber menyatakan bahwa lebih dari 16 juta unit rumah kosong dan berada di wilayah perkotaan (kompas.com). Artinya masalah utama perumahan kita bukan lagi soal kekurangan rumah, tapi kesenjangan antara rumah yang dibangun dan rumah yang dibutuhkan.
Fenomena ini menunjukkan dua krisis yang terjadi bersamaan: satu sisi jutaan keluarga tidak mampu memiliki rumah layak atau masih menumpang, sementara di sisi lain jutaan rumah baik subsidi atau komersial dibiarkan kosong karena tidak sesuai dari segi kebutuhan, lokasi, atau daya beli masyarakat.
Rumah 18 meter persegi menjadi salah satu contoh, aplikasi nyata dari kebijakan yang mengejar target semata. Rumah-rumah kecil ini atau sering disebut RSS (Rumah Sangat Sederhana), seringkali dibangun di wilayah pinggiran kota yang kurang strategis, akses transportasi sulit, dan kualitas lingkungan rendah. Wajar jika perumahan seperti ini justru tidak diminati oleh masyarakat yang menjadi target subsidi.
Memang harga rumahnya lebih murah, tapi apakah memenuhi syarat sebagai rumah layak huni? Kebanyakan rumah subsidi berukuran kecil kurang bisa memenuhi syarat tersebut.
Liberalisasi kebijakan perumahan
Bagaimana dengan rumah yang ukuran besar? Rumah-rumah mewah, apartemen, atau perumahan klaster di kota-kota besar juga banyak yang kosong. Berbeda dengan rumah subsidi, perumahan mewah dibangun bukan untuk dihuni. Namun, untuk investasi yang berharap pada kenaikan harga properti.
Disini kita akan melihat bahwa rumah tidak hanya dipandang sebagai kebutuhan, tetapi juga sebagai komoditas. Kesenjangan masalah ketidakmampuan memiliki rumah dan banyaknya rumah kosong, bukanlah masalah terpisah. Namun, ini adalah kebijakan liberalisasi perumahan yang berasaskan kapitalisme, bukan untuk keadilan sosial.
Salah satu kebijakan utama pemerintah saat ini terkait perumahan adalah program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Namun, program pemerintah ini tetap saja tidak mampu dijangkau rakyat yang berpenghasilan rendah. Apalagi dengan harga ratusan juta.
Karena program yang diluncurkan sesungguhnya adalah untuk membangun pasar keuangan, melalui fasilitas kredit bagi masyarakat. Jadi bukan mengatasi persoalan mahalnya harga rumah. Meskipun pasar keuangan yang dibangun program tersebut lebih murah daripada pasar keuangan perbankan umumnya.
Pemerintah bermaksud menghentikan pemberian “subsidi” perumahan dan menggantinya dengan memberikan pinjaman bergulir bagi rakyat untuk jangka panjang dan berbunga rendah, sehingga setelah beberapa periode tertentu pembiayaan dari APBN makin berkurang dan terus mengecil sampai akhirnya tidak perlu ada alokasi anggaran pembiayaan lagi untuk perumahan rakyat. Hal ini dianggap mampu mengatasi keterbatasan dana pemerintah.
Pemerintah mengubah kebijakan APBN untuk alokasi perumahan yang awalnya berupa pos belanja subsidi, menjadi pos pembiayaan investasi sejak tahun 2010.
Kebijakan yang berakar prinsip Good Governance dari IMF tersebut menunjukkan pemerintah makin mengubah fungsi pelayanan menjadi fungsi komersial.
Sistem kapitalis yang diterapkan telah menghilangkan kepekaan hati nurani. Tidak ada belas kasihan pada rakyat, karena untuk mendapatkan kebutuhan pokok seperti rumah saja rakyat pun tidak sanggup. Wajar jika rumah-rumah terus dibangun dan dibiarkan kosong, padahal masih banyak rakyat yang membutuhkan.
Sistem Islam mewujudkan rumah, baik fisik dan nonfisik
Kemampuan Islam menata peradaban sudah terbukti berabad-abad. Islam mengatur semua aspek kehidupan kaum muslimin. Oleh karena itu, perkotaan Islam memiliki beberapa konsekuensi arsitektur pada keseluruhan penataan pemukiman (perumahan).
Bagian pemukiman kota-kota Islam dibagi dua pembahasan:
Pertama adalah pembangunan kompleks pemukiman. Disini ada tempat tinggal atau lingkungan kecil yang memiliki pasar, masjid harian, dan pemandian. Islam sangat memberi perhatian pada kompleks pemukiman, karena akan membentuk persatuan, persaudaraan, dan kesetaraan umat Islam. Tata letak, rencana, dan rancangannya harus mencerminkan kriteria Islam dalam membedakan manusia adalah "...yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu." (QS. Al Hujurat: 13). Kriteria ini tidak boleh diabaikan dalam keadaan apapun.
Ukuran pemukiman biasanya sebesar desa kecil, dan jumlah tempat tinggal dalam satu pemukiman mencapai lima puluh atau lebih. Ini menunjukkan perhatian Islam yang besar pada bangunan keluarga, harmoni kekerabatan, dan tumbuh kembang generasinya.
Kontras dengan penataan pemukiman kota-kota modern saat ini yang nyaris tidak memperhatikan hubungan kekerabatan dan harmoni sosial, karena lebih mengutamakan individualisme dan berkumpulnya pemukim karena daya beli atau kepentingan bisnis.
Kedua, mengenai bentuk rumah muslim. Dalam Islam, rumah adalah tempat untuk beristirahat, menenangkan tubuh dan pikiran, menikmati kesenangan dunia yang sah, beribadah, mengajar, belajar, dan menyebarkan risalah Islam. Ini adalah salah satu hak dasar yang harus dinikmati oleh setiap muslim. Allah berfirman:
"Allah-lah yang menjadikan tempat tinggalmu sebagai rumah yang tenang dan tenteram bagimu..." (An Nahl: 80).
Rumah mendapat perhatian lebih oleh Islam dibandingkan elemen lain di kota. Aspek utama setiap rumah islami adalah privasi dan keamanan.
Rumah muslim jauh dari jalan raya, mendapat cahaya dari halaman dalam, dan kompleks bangunan penyusunnya diatur sedemikian rupa sehingga menjamin privasi maksimal bagi penghuninya. Tidak akan dijumpai orang lain bisa melihat aurat penghuni rumah, dikarenakan terjaganya privasi dalam perumahan Islam.
Namun, yang paling penting, kualitas kehidupan non fisik dalam rumah harus lebih diperhatikan daripada sekedar memperindah bangunan fisiknya. Yakni interaksi sesama anggota keluarga atau dengan tetangga.
Ini tertangkap dari larangan Nabi Muhammad saw. terhadap pemborosan dan persaingan dalam kemegahan bangunan rumah. Beliau justru lebih menekankan persepsi Islam tentang tetangga, lingkungan sekitar, dan hubungan antar tetangga.
Bahwa Islam menghargai kualitas interaksi penghuni rumah bukan dari sekadar estetika bangunan fisiknya, ini menegaskan bahwa rumah hanya sarana untuk beribadah bukan tujuan hidup (Dr. Fika Komara dalam Labirin Kaum Urban, Januari 2025).
Sistem perumahan seperti inilah yang wajib diwujudkan oleh sistem Islam (khilafah) dalam melayani rakyatnya. Negara harus memfasilitasi setiap orang untuk mudah memenuhi kebutuhan perumahan baik melalui usaha individu maupun dengan pemberian negara.
Tata kelola pembangunan perumahan khilafah yang berdasarkan syariat Islam bukan sistem kapitalis liberal, memungkinkan sebagian besar rakyat memiliki rumah tanpa harus menggantungkan diri pada subsidi negara dan juga tanpa menggantungkan diri pada pinjaman dari pasar finansial yang berbasis riba.
Tidak boleh dibiarkan seorang pun termasuk pengembang properti menahan dan mengabaikan tanahnya bertahun-tahun dengan tujuan untuk mendapat keuntungan peningkatan nilai investasi. Apabila pemilik tanah tidak memanfaatkan tanahnya atau dibiarkan tanpa dikelola selama tiga tahun, maka negara akan mengambil tanah tersebut dan diberikan kepada yang lain yang bisa mengeluarkan manfaat tanah tersebut.
Sehingga tidak akan terjadi perumahan terus dibangun, sementara di sisi lain jutaan rumah kosong ditelantarkan.
Wallahualam bissawab.