Oleh Kiki Ariyanti
Aktivis Muslimah
Sejak pengumuman pendirian negara Israel pada tahun 1948, konflik pendudukan Israel atas Palestina terus berlangsung hingga sekarang. Permasalahan ini mencatat sejarah panjang dan menyisakan duka mendalam pada Palestina. Dengan keserakahan dan kebrutalannya, Israel berhasil menguasai sebagian besar Palestina. Hingga kini, entah berapa banyak darah kaum muslim yang tertumpah akibat dari kekejaman tentara Israel. Akibat dari kejahatan yang dilakukan Israel kepada Palestina, baru-baru ini muncul suatu gerakan global yang membuat dunia terkejut karena aksi ini belum pernah ada sebelumnya.
Dikutip dari khazanah.republika.co.id (14/06/2025). Gerakan Global March to Gaza yang sedang berlangsung dari Al-Arish menuju Gerbang Rafah menjadi sorotan dunia internasional sebagai bentuk estafet nurani kolektif yang menolak diam atas krisis kemanusiaan di Palestina. Konvoi ini melibatkan ribuan orang dari berbagai negara. Mereka hadir bukan sebagai perwakilan diplomatik resmi, melainkan sebagai representasi moral dan kemanusiaan.
Dikutip dari antaranews.com (18/06/2025). Aksi Global March to Gaza hadir sebagai bentuk respons atas sikap diam komunitas internasional dan menjadi seruan untuk pembebasan Palestina. Berbeda dengan aksi resmi negara atau organisasi formal, gerakan ini sepenuhnya digerakkan oleh sukarelawan. Melalui Global March to Gaza, para peserta menyerukan dibukanya jalur kemanusiaan yang bersifat permanen serta mendesak dihentikannya blokade total terhadap wilayah Gaza tanpa syarat. Blokade yang selama ini diberlakukan telah memperburuk krisis kemanusiaan yang dialami warga Gaza.
Meski Israel sudah melakukan kejahatan perang dan penjajahan atas Palestina, namun para penguasa muslim di sekitar mereka justru diam tidak dapat melakukan pembelaan kepada rakyat Palestina. Demikian pula dengan pemimpin negeri muslim yang jauh dari Palestina, termasuk Indonesia, yang hanya bisa memberikan sebatas kecaman, kutukan dan bantuan makanan. Bahkan buruknya akhir-akhir ini pemimpin Indonesia malah memberikan pernyataan akan mengakui penjajah Israel sebagai negara apabila Palestina juga diakui oleh Israel. Sungguh miris dan menyayat hati mendengarkan pernyataan tersebut.
Tindakan mengecam dan mengutuk walau dilakukan terus berulang tidak akan mampu membuat zionis Israel takut lalu berhenti untuk tidak menjajah Palestina. Gencatan senjata, perjanjian damai dan solusi dua negara yang merupakan resolusi dari PBB pun sudah dilakukan tapi tetap tidak bisa menghentikan zionis Israel malah keadaan di Palestina semakin memburuk. Oleh karena itu gerakan Global March to Gaza (GMTA) hadir untuk menunjukkan kemarahan umat yang sangat besar. Hal ini menandakan bahwa tidak bisa berharap kepada lembaga-lembaga internasional dan para penguasa hari ini.
Rasa kemanusiaan menimbulkan amarah masyarakat internasional terhadap kondisi di Gaza hari ini. Koalisi global yang dilakukan oleh kurang lebih 80 negara ini berusaha untuk bersatu menolong masyarakat Gaza seperti melakukan aksi Global March to Gaza ini. Namun sayangnya upaya mereka penuh dengan konflik. Sebelumnya sudah ada aktivis internasional yang ditahan karena berusaha memasuki wilayah Palestina lewat jalur laut dengan menggunakan kapal Medle dan membawa bantuan. Kini masyarakat yang akan melakukan konvoi Global March to Gaza dihalangi dengan cara dideportasi, diusir dan bahkan tertahan di pintu Raffah oleh penguasa Mesir.
Tertahannya mereka di pintu Raffah justru makin menunjukkan bahwa gerakan kemanusiaan apapun tidak akan pernah bisa menyolusi permasalahan di Palestina. Hal ini dikarenakan ada pintu penghalang terbesar yang berhasil di bangun penjajah di negeri-negeri kaum muslim, yakni paham nasionalisme dan konsep negara bangsa.
Nasionalisme adalah sebuah racun yang digaungkan barat untuk mencerai beraikan persatuan umat Islam. Akibatnya paham ini telah menyandera para pemimpin-pemimpin negeri muslim untuk tunduk dan patuh kepada penguasa asing. Nasionalisme juga menyebabkan para penguasa negeri-negeri muslim tidak mempunyai rasa memiliki terhadap tanah suci Palestina. Mereka menutup pintu hati nuraninya dan rela membiarkan saudaranya di bantai di hadapan mata. Mereka lebih sibuk dengan urusan negeri mereka sendiri dan sibuk meraih keridhaan negara adidaya yang menjadi tumpuan kekuasaan mereka yakni Amerika.
Sungguh nasionalisme adalah malapetaka yang telah mengantarkan dunia Islam ke dalam perceraian sehingga melupakan bahwa sesama muslim kita adalah saudara bagaikan satu tubuh. Seperti sabda Rasulullah saw, "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan merasakan kesakitan juga." (HR. Muslim)
Karenanya umat Islam harus paham bahwa arah pergerakan mereka untuk menyolusi konflik Palestina harus bersifat politik, yakni fokus membongkar sekat negara bangsa. Solusi satu-satunya adalah dengan jihad fi Sabilillah dan berjuang mewujudkan satu kepemimpinan politik Islam di dunia. Sebab hanya dengan adanya satu pemimpin yang menjadi perisai (junnah), umat Islam terbebas dari penjajahan. Untuk itu urgen untuk mendukung dan bergabung dengan gerakan politik ideologis yang berjuang tanpa kenal sekat dan terbukti konsisten memperjuangkan tegaknya kepemimpinan politik Islam tersebut di berbagai tempat. Wallahu a'lam bissawab.