Oleh Rismayanti
Aktivis Dakwah
Kerusakan jalan yang sangat memprihatinkan terjadi di beberapa titik di daerah Kabupaten Bandung. Kondisi jalan rusak parah dan berlubang, bahkan sekadar dicor bebatuan dan tanah pun tidak nampak apalagi aspal dan hotmix. Situasi ini terjadi di wilayah Kecamatan Rancaekek, Cileunyi, Bojongsoang, serta Cimenyan. Warga pun meluapkan keluh kesahnya di medsos, berharap “Bapa Aing” bisa menyelesaikan permasalahan yang ada. (kejakimpoinews.com, 18/05/2025)
Rindunya masyarakat terhadap pemimpin yang bisa mengurusi rakyatnya, menjadikan sindrom “Bapa Aing” dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat di sebagian besar Jabar membuat masyarakat bersimpati. Sehingga masyarakat mempunyai harapan penuh kepada gubernur saat ini yaitu kang Dedi Mulyadi atas segala permasalahan yang ada termasuk masalah jalan rusak.
Mereka beranggapan jika “Bapa Aing” turun tangan masalah akan terselesaikan. Namun, seharusnya masalah infrastruktur seperti jalan bukan hanya tanggung jawab Gubernur, tetapi tanggung jawab negara. Karena pemenuhan rakyat baik itu fasilitas umum sudah selayaknya menjadi tanggung jawab negara.
Kapitalisasi Fasilitas Umum
Sistem yang berlaku saat ini menyebabkan kebijakan antar penguasa terlihat tidak seimbang dan kurang selaras. Hal ini mencerminkan bahwa negara belum mampu menjalankan tanggung jawabnya dalam mengurus kepentingan rakyat.
Besarnya pajak yang dipungut sebagai sumber pendapatan negara seakan berbanding terbalik dengan kondisi jalan yang memprihatinkan. Kapitalisasi fasilitas umum memang sudah menjadi hal wajar di sistem kapitalis. Jalan yang seharusnya menjadi fasilitas umum yang dapat memudahkan mobilisasi, hari ini sekadar dipandang sebagai infrastruktur yang dapat menguntungkan sebagian oligarki dalam dunia perindustrian, sebagai bentuk kapitalisasi kekayaan sumber daya alam Indonesia.
Selain itu, peran negara yang mengharuskan menjadi sumber pendanaan seakan diambil alih oleh para investor asing. Akibatnya, rakyat tidak bisa menikmati sepenuhnya infrastruktur yang ada. Faktanya, sarana infrastruktur kereta api cepat, jalan tol, dengan tiket yang begitu mahal tidak dapat dijangkau oleh masyarakat pada umumnya. Lagi-lagi semua ini buah dari kapitalisme. Negara yang seharusnya menjadi pelayan rakyat kini hanya sebatas fasilitator bagi rakyatnya.
Islam, Pelayan Terbaik bagi Rakyatnya
Kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama negara Islam dalam meriayah rakyatnya. Sehingga masalah perbaikan jalan ataupun infrastruktur lainnya menjadi tanggung jawab penuh pemerintah dalam melayani rakyat.
Dalam negara Islam, pendanaan dalam perbaikan jalan, murni dari kaum muslimin yang tersimpan di baitulmal (kas negara), bukan dari investor asing. Oleh karena itu, keamanan dalam bertransportasi dan jalanan yang baik serta nyaman akan diutamakan bagi para pengendara maupun pejalan kaki, tidak menunggu viral terlebih dahulu baru ada tindakan dari pemerintah. Sebab pada dasarnya, pemenuhan kebutuhan rakyat merupakan tanggung jawab negara.
Maka itu, sebuah keniscayaan apabila aturan Islam diterapkan dalam kehidupan ini. Seluruh infrastruktur, termasuk jalan sebagai jalur utama bagi masyarakat, akan dibangun seoptimal dan senyaman mungkin agar setiap kegiatan masyarakat dapat berlangsung dengan lebih mudah dan lancar.
Demikian juga dengan angka kecelakaan akibat jalan rusak bisa terminimalisir dan membuat pengguna jalan merasa lebih aman. Seharusnya rakyat sadar dan berpikir, dengan sistem kapitalisme, permasalahan dalam kehidupan yang datang akan bertubi-tubi, bahkan dari segala aspek. Solusi-solusi yang pragmatis seakan menjadi angin segar, tapi kenyataannya hanyalah menimbulkan masalah baru.
Sebaliknya, aturan Islam mengurus pelayanan jalan raya yang bagus, baik, dan nyaman di segala aspek bukanlah mimpi semata. Karena memang Islamlah satu-satu aturan yang dapat merealisasikan semua ini. Dalam Islam, pemimpin (khalifah) adalah junnah umat dan bertugas meriayah umat, menjalankan sebenar-benarnya tugas seorang pemimpin.
Kita dapat mengambil pelajaran dari kisah seorang pemimpin yaitu Khalifah Umar bin Khattab ra. tentang jalan berlubang di Irak. Seorang Amirul mukminin, yang terkenal tegas dan tegar dalam memimpin kaum muslimin. Tiba-tiba merasakan gelisah dan sedih saat mengetahui ada seekor keledai yang tergelincir, sehingga jatuh kedalam jurang akibat dari jalan yang rusak dan berlubang. Khalifah Umar merasa gelisah karena tidak sanggup kelak ketika menjawab pertanyaan Allah atas apa yang dilakukan saat memimpin rakyatnya, meski yang mati itu hanya seekor keledai.
Jika Khalifah Umar bin Khattab saja peduli dengan keledai yang jatuh gara-gara terperosok jalanan yang rusak. Lalu, bagaimana sikap para pemimpin saat ini menyikapi hilangnya nyawa akibat jalan rusak dan berlubang yang perbaikannya lamban, tak kunjung dilakukan, atau meskipun diperbaiki, tetap tidak memenuhi standar kelayakan?
Rasulullah saw. bersabda: “Jabatan (kedudukan) itu pada permulaannya penyesalan, pertengahannya kesengsaraan dan akhirnya adalah azab pada hari kiamat.” (HR. Ath-Thabrani).
Seharusnya hadis ini menjadi renungan bagi para penguasa, bahwa kelak semua urusannya akan dihisab. Maka berhati-hatilah, karena jabatan itu hanya sementara dan semua itu akan dipertanggungjawabkan di yaumul akhir.
Dalam negara Islam urgensi perbaikan jalan sangatlah penting, intrastruktur jalan juga berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat baik dari segi transportasi, ekonomi bahkan kesehatan. Dengan mengatasi masalah jalan rusak, masyarakat dapat menikmati infrastruktur yang lebih baik, meningkatkan kualitas hidup, dan mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dan semua ini hanya bisa terealisasi ketika syariat Islam diterapkan secara kafah.
Wallahualam bissawab