Pengangguran Massal Menghantui Generasi Muda: Islam Hadir Membawa Solusi

Oleh: Nahmawati


Dulu, meraih gelar sarjana dipandang sebagai langkah awal menuju kesuksesan dan peluang masa depan yang cerah. Namun, kenyataannya kini berbeda. Semakin banyak lulusan perguruan tinggi di Indonesia yang terperangkap dalam lingkaran pengangguran, terombang-ambing tanpa arah, di tengah persaingan ketat di pasar kerja yang semakin terbatas dan penuh seleksi.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat tren yang mengkhawatirkan terkait pengangguran berpendidikan tinggi. Pada tahun 2014, tercatat sebanyak 495.143 sarjana yang menganggur. Angka tersebut mengalami lonjakan signifikan, mencapai 981.203 pada tahun 2020. Meskipun angka tersebut menurun menjadi 842.378 pada tahun 2024, tingkat pengangguran ini tetap tergolong tinggi. (CNBC Indonesia, 01/05/2025).


Tak kalah mengejutkan, laporan dari International Monetary Fund (IMF) menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di ASEAN pada tahun 2024 (Kompas.com, 30/04/2025). Ironisnya, mayoritas pengangguran berasal dari kalangan terdidik lulusan diploma dan sarjana. Ini bukan sekadar statistik, melainkan peringatan serius terhadap arah kebijakan pendidikan, ekonomi, dan pembangunan nasional.


Pertanyaannya, bagaimana bisa negara dengan bonus demografi dan jutaan lulusan setiap tahun justru menelurkan lebih banyak pengangguran terdidik?

Jawabannya ada pada dua sisi. Pertama, dari sisi sistem pendidikan, yang masih gagal menyinkronkan kurikulum dengan kebutuhan riil dunia kerja. Kampus mencetak lulusan yang siap ujian, bukan siap kerja, apalagi siap membuka lapangan kerja.


Kedua, dari sisi sistem ekonomi, yang bertumpu pada pertumbuhan bukan pemerataan, pada investasi asing bukan pemberdayaan dalam negeri. Akibatnya, sektor industri justru digantikan oleh ekonomi digital dan otomatisasi yang menyusutkan kebutuhan tenaga kerja. Negara pun lebih sibuk membanggakan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) daripada menjamin tiap warganya memiliki penghasilan layak.


Lebih menyedihkan lagi, para sarjana ini tidak menganggur karena malas, melainkan karena sistem tidak menyediakan tempat bagi mereka. Bahkan ketika ingin mandiri dan membuka usaha, mereka terbentur pada birokrasi, minimnya akses modal, hingga pasar yang dikuasai korporasi besar.


Sesungguhnya pengangguran bukanlah semata-mata kegagalan individu mencari pekerjaan, melainkan buah pahit dari sistem ekonomi yang diterapkan sebuah negara. Dalam hal ini, kapitalisme telah terbukti menjadi biang kerok yang melanggengkan kesenjangan antara pencari kerja dan ketersediaan lapangan kerja.


Kapitalisme memposisikan negara hanya sebagai regulator bukan pelayan, apalagi penanggung jawab kesejahteraan rakyat. Negara hanya mengatur agar roda ekonomi berputar mulus untuk kepentingan pemilik modal, yakni korporasi besar, sementara rakyat dibiarkan bersaing bebas dalam sistem yang tidak berpihak pada mereka.


Di bawah kapitalisme, penyediaan lapangan kerja bukan tanggung jawab negara, melainkan diserahkan sepenuhnya kepada sektor swasta melalui mekanisme pasar. Negara justru membuka pintu investasi selebar-lebarnya, bahkan mengobral pengelolaan sumber daya alam (SDA) kepada korporasi asing dan domestik. Akibatnya, kekayaan negeri dikuasai segelintir elite, sementara jutaan rakyat terjebak dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan struktural.


Kesenjangan antara jumlah pencari kerja dan lapangan kerja yang tersedia bukanlah kebetulan, melainkan keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Korporasi hanya merekrut tenaga kerja seminimal mungkin demi efisiensi dan profit, bukan demi menyejahterakan rakyat. Sementara negara lepas tangan karena merasa bukan tugasnya menyediakan pekerjaan bagi warganya.


Padahal, dalam sistem Islam, negara bertindak sebagai ra’in (pengurus rakyat), yang wajib memastikan seluruh warga mendapatkan penghidupan yang layak. Dalam sejarah Islam, sistem Khilafah menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk pekerjaan melalui distribusi lahan, pengelolaan langsung sumber daya oleh negara, dan pemberdayaan ekonomi umat berbasis keadilan, bukan keuntungan semata.


Dalam sistem Islam, negara bukanlah sekadar pengatur kebijakan atau penjaga stabilitas politik. Islam menetapkan peran negara yang jauh lebih mulia yakni sebagai ra‘in pengurus dan pelindung urusan rakyat.


Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Seorang pemimpin adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas mereka” (HR. al-Bukhari dan Muslim).



Konsep ra‘in inilah yang menjadi fondasi kuat dalam sistem pemerintahan Islam. Negara dalam Islam tidak boleh berlepas tangan terhadap persoalan ekonomi, termasuk dalam hal menjamin kesejahteraan rakyat dan menyediakan lapangan kerja. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang hanya menempatkan negara sebagai regulator dan menyerahkan penyediaan kerja kepada mekanisme pasar, Islam mewajibkan negara untuk bertindak aktif, pro-rakyat, dan langsung turun tangan.


Negara dalam Islam bertanggung jawab menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok individu seperti sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara juga berkewajiban membuka akses kerja seluas-luasnya, baik melalui pengelolaan langsung terhadap sumber daya alam maupun dengan memberdayakan rakyat secara ekonomi.


Dalam sejarah, kita bisa menengok bagaimana kekhalifahan Islam menjalankan peran ini. Tanah-tanah pertanian yang dibiarkan terbengkalai diserahkan kepada rakyat yang mampu mengelolanya agar bisa produktif. Negara juga memberikan modal, alat produksi, atau akses kerja bagi mereka yang tidak memiliki. Tidak ada istilah “dibiarkan menganggur” karena negara wajib menyediakan jalan bagi rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak dan halal.



Lebih dari itu, Islam melarang privatisasi terhadap kekayaan alam dan sumber daya publik. Kekayaan seperti tambang, minyak, air, dan hutan dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat, bukan untuk segelintir investor. Dengan kekayaan yang dikelola secara adil ini, negara memiliki sumber daya untuk menciptakan kesejahteraan yang merata, termasuk melalui penciptaan lapangan kerja yang layak.



Kesejahteraan dalam Islam bukan sekadar retorika atau janji politik. Ia adalah amanah yang wajib ditunaikan oleh negara. Ketika negara menjalankan fungsinya sebagai ra‘in, maka rakyat tidak hanya merasakan keamanan fisik, tapi juga kepastian hidup baik dalam hal penghidupan, pelayanan publik, maupun keadilan sosial.


Oleh karena itu, untuk menyelesaikan berbagai persoalan sosial seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan, umat Islam harus kembali merenungi dan mengkaji sistem Islam secara menyeluruh. Solusinya bukan tambal sulam dalam sistem yang rusak, tetapi perubahan fundamental menuju sistem yang menempatkan negara sebagai pelayan rakyat, bukan pelayan pasar dan pemodal.

Tingginya angka pengangguran yang terus menghantui negeri-negeri Muslim bukan sekadar dampak dari kurangnya pendidikan atau keterampilan, melainkan buah dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalistik yang menyerahkan nasib rakyat pada mekanisme pasar. Dalam sistem ini, negara lebih berperan sebagai fasilitator kepentingan swasta dan asing, bukan sebagai penanggung jawab kesejahteraan rakyat. Maka wajar jika jurang pengangguran dan kemiskinan semakin lebar.


Sebaliknya, dalam sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah, negara tidak akan tinggal diam. Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam secara menyeluruh bukan sekadar tambal sulam kebijakan yang menjadikan negara sebagai pihak yang aktif dalam menjamin lapangan kerja bagi rakyat.


Salah satu pilar utama ekonomi Islam adalah pengelolaan sumber daya alam dan ekonomi (SDAE) secara mandiri. Dalam Khilafah, seluruh kekayaan alam yang tergolong sebagai milik umum seperti tambang, hutan, air, dan energi haram hukumnya diserahkan kepada swasta, apalagi kepada asing. Pengelolaannya menjadi tanggung jawab penuh negara, dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan dan pembangunan.

Dengan menguasai langsung aset-aset vital tersebut, negara Khilafah akan memiliki sumber daya besar yang digunakan bukan hanya untuk mencukupi kebutuhan rakyat, tapi juga menciptakan lapangan kerja dalam skala besar, khususnya di sektor industri dan pengolahan sumber daya.


Tidak seperti dalam kapitalisme, di mana industri dijalankan demi kepentingan korporasi dan efisiensi maksimal, dalam Khilafah industri dijalankan sebagai sarana pemberdayaan umat. Negara akan membangun berbagai sektor industri strategis dari manufaktur, pertanian, energi hingga teknologi serta mengikutsertakan rakyat dalam proses produksi, distribusi, dan pengelolaan.


Lebih jauh, negara Khilafah juga akan mendorong distribusi aset produktif kepada rakyat. Tanah yang luas dan tidak dimanfaatkan akan diberikan kepada yang mampu mengelolanya. Orang yang tidak punya lahan atau modal akan dibantu dengan akses sumber daya dari Baitul Mal kas negara dalam sistem Islam. Dengan langkah ini, bukan hanya lapangan kerja terbuka, tetapi rakyat benar-benar diberdayakan. 


Sistem ekonomi Islam dalam Khilafah tidak berpijak pada kepentingan pasar global atau tekanan lembaga keuangan internasional, melainkan pada prinsip keadilan dan keberkahan. Negara tidak akan mencari-cari alasan untuk menarik investor asing demi membuka lapangan kerja. Sebaliknya, negara sendirilah yang bertanggung jawab menciptakan iklim kerja dan produksi yang sehat, adil, dan mandiri.


Inilah bukti bahwa sistem Islam bukan hanya ideal secara nilai, tapi juga solutif secara praktis. Ketika Khilafah menerapkan sistem ekonominya, rakyat tidak akan dibiarkan menganggur. Sebab negara akan menjadi pelindung, pengatur, dan pelayan sejati, bukan sekadar penonton dari panggung kekuasaan kapitalis.

Sudah saatnya kita menyadari bahwa akar masalah ini bukan pada individu, tapi pada sistem. Dan sistem itu bernama kapitalisme. Jika ingin menyelesaikan masalah pengangguran secara tuntas, maka solusi harus dimulai dari mengganti sistem yang melahirkan masalah itu sendiri menuju sistem yang menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan, bukan laba segelintir elite. Sistem itu adalah Islam.

Wallahu alam bisshawab

Nama

Artikel,34,Bahan Ajar PAI Kelas 7,2,Baznas,1,BIM,2,BNNP,2,Cerpen,1,DPRD Bukittinggi,7,Film,1,Hiburan,1,Internasional,10,Jakarta,4,Jakarta Selatan,1,KAI,32,Kampus,12,Kejati Sumbar,9,Kesehatan,8,KJI,1,Komedi,1,Koperasi,2,Kota Padang,45,Kuliner,2,Lampung,1,Lifestyle,2,Malaysia,1,Nasional,89,Natuna,1,Olahraga,1,Opini,153,Otomotif,1,Padang,6,Padang Pariaman,8,Papua,2,Pariaman,3,Pasaman,1,Pasaman Barat,1,Payakumbuh,2,Pekanbaru,10,Pemkab Solok,4,Pemko Padang,11,Pendidikan,11,Peristiwa,2,Perumda Air Minum,1,Pesisir Selatan,3,PLN,10,Polda,1,Polda Sumbar,50,Polresta Padang,1,Polri,61,Puisi,12,Riau,4,Smartphone,2,Sulawesi Tengah,1,Sumatera Bagian Tengah,1,Sumatera Selatan,1,Sumbar,257,Teknologi,2,Telkom,1,Tips,5,TNI,94,UNAND,3,UNP,7,Wisata,4,Yastis,3,
ltr
item
Media Sumbar: Pengangguran Massal Menghantui Generasi Muda: Islam Hadir Membawa Solusi
Pengangguran Massal Menghantui Generasi Muda: Islam Hadir Membawa Solusi
Dulu, meraih gelar sarjana dipandang sebagai langkah awal menuju kesuksesan dan peluang masa depan yang cerah. Namun, kenyataannya kini berbeda.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFhs5G6WWDPQniYDTOspK7Re07wqz67V76MIQTvBrVc-TlONx5-GiI1aVK2apjr1AMdB0Z-asiRRCGuAB33RkK5CVgtggoYT-OHx319d9aFuN03Mwoz4KK92fN2yzKRX_iBkcFYA_e3NspDp0gk7wsi5MEJA0ekQYYaJNARuH3dbjJ_S2hMtigX8Mxy6XS/w288-h640/1000096180.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFhs5G6WWDPQniYDTOspK7Re07wqz67V76MIQTvBrVc-TlONx5-GiI1aVK2apjr1AMdB0Z-asiRRCGuAB33RkK5CVgtggoYT-OHx319d9aFuN03Mwoz4KK92fN2yzKRX_iBkcFYA_e3NspDp0gk7wsi5MEJA0ekQYYaJNARuH3dbjJ_S2hMtigX8Mxy6XS/s72-w288-c-h640/1000096180.jpg
Media Sumbar
https://www.mediasumbar.net/2025/05/pengangguran-massal-menghantui-generasi.html
https://www.mediasumbar.net/
https://www.mediasumbar.net/
https://www.mediasumbar.net/2025/05/pengangguran-massal-menghantui-generasi.html
true
7463688317406537976
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content