![]() |
Oleh Widya Amidyas Senja Pendidik Generasi |
“Orang yang terdidik adalah orang yang tahu bagaimana menemukan hal-hal yang belum diajarkan padanya” – Douglass Everett
Makna sejati dari pendidikan seperti ini seolah terkikis ketika praktik kecurangan dalam Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) semakin marak. Alih-alih menunjukkan kecerdasan dan integritas dalam menghadapi tantangan, sebagian peserta memilih jalan pintas yang merusak esensi dari pembelajaran itu sendiri.
Ditemukan beberapa dugaan kasus kecurangan yang terjadi pada saat UTBK berlangsung. Mulai dari pemasangan kamera di behel gigi, ikat pinggang, kuku dan kancing peserta UTBK yang tidak terdeteksi oleh metal detector, kebocoran soal, pemasangan HP di sepatu, badan dan masih banyak upaya kecurangan lain.
Dilansir pada laman Kompas.com, ketua umum penanggung jawab SNPMB, Prof. Eduart Wolok mengatakan jika dilihat dari total peserta yang hadir pada sesi 1 hingga 4 yaitu sebesar 196.328 ada temuan kecurangan sebanyak 0,0071 persen kasus.
“memang itu sangat kecil. Tetapi sekecil apapun kecurangan. Tetapi sekecil apapun kecurangan, kami tidak akan mentolerir” kata Prof. Eduart Wolok, pada konferensi pers tanggapan panitia SNPMB terkait dugaan kecurangan yang terjadi pada UTBK tahun 2025, melalui live youtube SNPMB BPPP pada Jumat (25/4/2025).
Berbagai kecurangan dalam UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer) dapat dijadikan cermin rusaknya moral generasi muda saat ini, yang tumbuh dalam sistem pendidikan yang berlandaskan kapitalisme.
Akar Ideologi Kapitalisme dalam Pendidikan
Sistem pendidikan kapitalis menjadikan pendidikan sebagai komoditas, bukan hak. Sehingga hasilnya pendidikan menjadi mahal menjadi sarana mobilitas sosial-ekonomi, bukan pencetak kepribadian luhur. Selain itu, nilai akademik jadi alat ukur utama kesuksesan, bukan integritas atau moral, serta persaingan yang tidak sehat memicu kecenderungan “menghalalkan segala cara” demi masuk PTN favorit, termasuk menyontek, memakai joki, atau membeli soal.
Kerusakan Akhlak dan Normalisasi Kecurangan
Akibat dari rusaknya akhlak yang disebabkan oleh ideologi kapitalisme, kecurangan menjadi hal yang umum terjadi. Sehingga nilai kejujuran tergeser oleh mentalitas “hasil > proses”. Kecurangan menjadi hal lumrah karena dianggap sebagai cara "cerdas" menghadapi sistem yang tidak adil. Dampak yang lebih fatal adalah sistem pendidikan yang terjadi saat ini, seperti halnya lembaga pendidikan lebih fokus pada angka dan akreditasi, bukan pembinaan karakter. Ini yang menjadikan generasi saat ini dan besar kemungkinan generasi mendatang menurun secara kualitas akhlak dan karakter.
Peran Lingkungan Sosial dan Tekanan Sistemik
Peran lingkungan sosial dan tekanan sistemik juga memiliki andil buruknya integritas generasi dan sistem pendidikan saat ini. fakta yang terjadi diantaranya tekanan dari orang tua dan masyarakat mendorong anak melakukan apa saja demi lolos seleksi, maraknya bimbingan belajar elit menciptakan kesenjangan antara siswa mampu dan tidak mampu, serta teknologi yang disalahgunakan bukan untuk meningkatkan kemampuan, tetapi untuk mempermudah kecurangan.
Solusi Sistemik dalam Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam dan membekali generasi dengan ilmu yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan dan memimpin umat. Dalam mencapai tujuan tersebut, Islam menjadikan Aqidah Islam dijadikan sebagai dasar kurikulum. Dimana semua ilmu terintegrasi dengan nilai moral dan ketakwaan. Selain itu, Islam memandang bahwa orientasi pendidikan dan kehidupan ini adalah orientasi akhirat. Sehingga membuat generasi ini takut untuk berbuat curang karena yakin bahwa Allah Swt maha melihat.
Adapun mekanisme dalam mencegah kecurangan dalam sistem Islam adalah dengan adanya pembinaan akhlak sejak dini dengan teladan dari guru yang juga berkepribadian Islam, sistem seleksi bukan semata-mata berdasarkan tes, tapi melihat integritas, kemampuan, dan kontribusi siswa secara komprehensif, pemerataan pendidikan berkualitas, sehingga tak ada alasan "curang demi bertahan".
Kemudian di dalam Islam, negara sangat berperan dalam menjamin kualitas dan keberlangsungan sistem pendidikan. Diantaranya menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas untuk semua warganya, membentuk sistem pengawasan yang kuat berbasis amar makruf nahi munkar, bukan hanya pengawasan teknis, ujian bukan hanya alat seleksi, tetapi bagian dari proses pendidikan yang menumbuhkan tanggung jawab.
Sebagaimana firman Allah Swt :
وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah : 122)
Ayat ini menunjukkan bahwa umat Islam dianjurkan untuk belajar agama agar dapat mendalami pengetahuan dan memberikan peringatan serta bimbingan kepada orang lain. Pendidikan yang berkualitas, menurut Islam, harus mencakup pemahaman agama yang mendalam untuk membimbing umat ke jalan yang benar.
Wallaahualam bissawab