![]() |
Oleh: Sri Nurhayati, S.Pd.I Praktisi Pendidikan |
Masalah dunia pendidikan di Indonesia masih terus menjadi perbincangan. Apalagi jika kita melihat masih rendahnya mutu pendidikan di negeri ini serta kurang optimal dalam pembentukan generasi bangsa. Hal ini dapat dilihat dari adanya masalah efektifitas, efisiensi dan standarisasi program pembelajaran dan lainnya.
Tak hanya itu, rendahnya sarana fisik, kualitas guru, kesejahteraan guru, prestasi siswa, kesempatan pemetaan pendidikan, relevansi pendidikan dengan kebutuhan serta mahalnya biaya pendidikan dengan kebutuhan serta mahalnya biaya pendidikan, masih mengintai pendidikan kita.
Hal tersebut bisa terlihat dari masih adanya keterbatasan akses pendidikan di negeri ini masih dirasakan masyarakat. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukan bahwa rata-rata lama pendidikan atau sekolah pendudukan Indonesia untuk usia 15 tahun ke atas hanya 9,22 % per tahun. Usia ini setara dengan lulusan kelas 9 atau lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Ini menunjukan bahwa masih banyak penduduk negeri ini tidak mendapatkan akses dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain keterbatasan akses pendidikan, minimnya fasilitas pendidikan pun masih dirasakan sebagian rakyat negeri ini.
Pada acara Peringatan Hari Pendidikan Nasional di SD Negeri Cimahpar 5, Bogor, Jawa Barat pada Jumat, 2 Mei 2025 lalu, Presiden Prabowo Subianto menyebutkan bahwa sekolah di daerah hanya memiliki satu toilet untuk siswa sekaligus guru.
Tak hanya menyoroti minimnya fasilitas ini, Prabowo menyatakan bahwa Pemerintah pusat telah menetapkan anggaran untuk perbaikan sekolah mencapai Rp17 triliun. Anggaran ini hanya dapat merenovasi 11.000 sekolah pada tahun 2025 darii total 300.000 lebih sekolah yang ada di negeri ini. (trito.id)
Tak hanya masalah toilet saja, yang lebih miris lagi adalah masih terdapat kelas atau ruang belajar yang tidak memadai bahkan rusak. Seperti yang dialami SD Negeri 4 Padurenan, Mustika Jaya, Kota Bekasi. Sebanyak 400 lebih pelajar terpaksa harus menjalani kegiatan pembelajaran di perpustakaan atau mushola akibat adanya kerusakan ruang kelas. (tirto.id)
Selain menyampaikan terkait permasalahan pendidikan, dalam moment peringatan Hari Pendidikan Nasional, Presiden pun meluncurkan berbagai program dalam upaya memperbaiki Pendidikan di negeri ini. Program ini seperti pembangunan atau renovasi sekolah dan bantuan untuk guru.
Kebijakan Populis Tak Menyentuh Akar Masalah Pendidikan
Permasalahan pendidikan negeri ini memang komplek, program demi program sudah dibuat, namun ternyata tak mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. Sebab, melihat fakta yang ada penyelenggaraan pendidikan di negeri ini menemui banyak masalah, baik dari sisi sarana ataupun prasarananya. Seperti masalah yang sudah disebutkan di atas, itu hanya segelintir saja. Masih banyak masalah lain yang tak tersentuh media.
Anggaran pendidikan yang rendah, ditambah dengan adanya kebocoran atau korupsi dari para pejabat rakus memberikan dampak pada buruknya pelaksanaan pendidikan seperti ketersediaannya bangunan sekolah yang memadai untuk menunjang pembelajaran yang baik.
Permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan muncul tidak dengan sendirinya, tetapi dia muncul dari adanya kebijakan yang melahirkan masalah. Yakni kebijakan yang berlandaskan sistem kapitalisme.
Dalam sistem kapitaslisme peran negara sangat minim, sehingga ini berdampak pada perbaikan dalam penyelenggaraan pendidikan akan sangat minim pula. Apalagi dengan adanya kapitalisasi dalam bidang pendidikan, ini makin menjadikan negara berlepas tangan dari penyelenggaraan pendidikan. Sebab mencukupkan dengan apa yang suda disediakan oleh pihak swasta.
Sehingga penyediaan sarana dan prasana pun minim, karena sesuai juga dengan ketersediaan anggaran pendidikan yang minim pula. Sebab dalam sistem kapitalisme memandang bahwa segala sesuatu itu diukur dari materi dan manfaatnya saja. Kapitalisme menjadikan pendidikan hanya sebagai alat komoditi yang dapat memberikan keuntungan materi yang besar.
Sehingga wajar, jika anggaran pendidikan minim. Bahkan kita sering melihat bagaimana pemerintah pusat dan daerah saling lempar tanggung jawab. Akhirnya yang terjadi adalah terbengkalainya penyediaan akses pendidikan kita.
Islam Mewujudkan Pendidikan yang Berkualitas
Pendidikan adalah salah satu kebutuhan mendasari bagi setiap individu masyarakat. Sehingga, pemenuhan kebutuhan pendidikan merupakan suatu hal yang penting. Sebab, pendidikan akan melahirkan generasi-generasi yang kelak akan mengisi sebuah peradaban. Oleh karena itu, sebagai suatu kebutuhan dasar menjadikan negara wajib memperhatikan pelaksanaan pendidikan ini.
Islam sebagai sebuah aturan hidup yang sempurna karena lahir Sang Pencipta manusia, sangat memperhatikan masalah pendidikan. Dalam pelaksanaannya tidak melahirkan diskriminatif seperti pendidikan saat ini yang lahir dari sistem kapitalisme. Jika kita ingin bersekolah dan memiliki kualitas dan sarana yang bagus, maka harus siap merogok uang yang tak sedikit.
Sedangkan dalam Islam, tidak demikian. Sebab pendidikan yang berkualitas harus berlaku sama bagi siapa saja, punya uang atau tidak. Sebab pendidikan berkualitas merupakan hak dan milik semua individu rakyat bukan orang kaya saja, muslim dan non muslim.
Semua pemenuhan pendidikan ini adalah tugas negara. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW: “Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggugjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Al-Bukhari)
Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban untuk menjamin setiap warga negaranya terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan mudah. Seperti dengan menyediakan pendidikan gratis bagi rakyatnya, serta menyediakan fasilitas dan infrastruktur yang cukup dan memadai di setiap sekolah untuk menjamin terlaksananya proses pendidikan ini. Termasuk di dalamnya menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, serta memberikan gaji yang cukup dan memadai bagi mereka tenaga pengajar.
Pemenuhan pendidikan ini, pastilah membutuhkan adanya pembiayaan untuk menyelenggarakan pendidikan ini. Untuk itu, Islam telah mengatur pembiayaan pendidikan. Semua pembiayaan ini ditanggung oleh negara yang diambil dari Baitul Mal yang bersumber dari dua pos yang bisa dipakai untuk pembiayaan pendidika ini, yaitu; 1) Pos Fai dan Kharaj, 2) Pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak, gas, hutan, laut dan sumber daya alan lainnya.
Adapun, jika dua sumber ini tidak mencukupi, negara akan mencukupinya dengan meminta pinjaman kepada rakyatnya sendiri yang memiliki kelebihan harta atau membuka kesempatan kepada kaum mulsim untuk memberikan sumbangan secara sukarela.
Jika hal ini masih tidak mencukupi, negara boleh memungut pajak dari kaum muslim. Hanya saja, penarikan pajak ini hanya ditarik dari pihak-pihak yang dirasa mampu dan berkecukupan saja yang akan dikenai pajak. Karena, pajak hanya diambil ketika negara dalam keadaan darurat, yaitu harta di Baitul Mal tidak mencukupi.
Sejarah Keemasan Pendidikan di Masa Peradaban Islam
Peradaban Islam adalah peradaban emas yang telah mampu mencerahkan dan menyinari dunia. Kejayaan Pendidikan Islam telah menorehkan tinta emas dalam sejarah peradabannya. Karena itu, Montgomery dalam bukunya “Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan”, tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’nya, Barat bukan apa-apa. Wajar jika Barat berhutang budi terhadap Islam.
Masa keemasan pendidikan Islam ini dapat tergambar dari penyediaan saran dan prasarana pendidikan yang bermutu, hingga memungkinkan ilmu dan pengetahuan berkembang degan pesat. Semua fasilitas sarana dan prasarana disediakan oleh Negara.
Sebagai contoh, Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan oleh Khalifah al-Muntashir Billah di kota Baghdad. Di sekolah ini, setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram) perbulan. Adapun madrasah An-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad 6 H oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky, yang terdapat fasilitas seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat istirahatan, para pelayan serta ruangan besar untuk cermah dan diskusi.
Selain itu, semaraknya pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam diitunjukkan dengan banyaknya perpustakaan yang dibangun pada masa Kekhilafahan dengan koleksi buku yang sangat banyak dan tersebar di kota-kota dan negeri-negei Islam. Seperti, perpustaan di Cordova pada abad 10 Masehi mempunyai 600.000 jilid buku. Perpustakaan Darul Hikam di Cairo mempunyai 2.000.000 jilid buku. Perpustakaan Al-Hakim di Andalusia mempunyai berbagai buku dalam 40 kamar yang setiap kamarnya berisi 18.000 jilid buku. Perustakaan Abudal Daulah di Shiros (Iran Selatan) buku-bukunya memenuhi 360 kamar.
Selain penyediaan sarana dan prasarana, masa keemasan pendidikan Islam ini tergambar dari kurikulum pendidikan dan peran Negara Khilafah yang sangat baik dalam penyediaan pendidikan telah melahirkan para cendekiawan Muslim terdepan di dunia. Baik dari bidang keagamaan seperti: Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal yang kitab-kitab mereka menjadi rujukan ulama dan bahan kajian di berbagai perguruan tinggi Islam di dunia. Masa keemasan pendidikan ini tidak hanya menghasilkan cendekiawan dibidang agama saja, namun juga di bidang sains pula, misalnya, al-Biruni, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi, al-Khawarizmi, al-Haitham, dan lainnya.
Masa keemasan dan kejayaan pendidikan Islam tidak hanya dirasakan umat Islam saja, bahkan umat yang lain pun ikut merasakan. Hal ini tidak terlepas karena adanya institusi yang memayunginya pada saat itu, yakni Khilafah Islam. Karena tidak mungkin semua itu bisa terwujud, kecuali semua itu disediakan oleh Khilafah saat itu. Semua potret keemasan pendidikan Islam semakin membuktikan bahwa kunci semua itu adalah penerapan syariat Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah Islam. Oleh karena itu sudah saatnya kita kembali pada penerapan Islam dan penegakan Khilafah sehingga pendidikan yang mampu melahirkan genersi cemerlang bisa terwujud. Wallahualam bissawwab