![]() |
Oleh : Mega Nofita Sari |
Ramadhan merupakan bulan suci yang penuh berkah bagi umat Islam di seluruh dunia. Di bulan ini, umat Islam diwajibkan berpuasa serta dianjurkan untuk meningkatkan ibadah dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Namun, di tengah semangat spiritual yang seharusnya menguat, realitas menunjukkan bahwa berbagai bentuk kemaksiatan masih terus berlangsung, bahkan di bulan Ramadan. Kebijakan pemerintah terkait pengaturan tempat hiburan selama Ramadan pun tidak serta-merta menghilangkan praktik maksiat, melainkan hanya membatasi operasionalnya dalam jangka waktu tertentu.
Adapun melalui pengumuman Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata Selama Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 1446 H/2025 M, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mewajibkan sejumlah tempat hiburan untuk tutup, seperti bar atau rumah minum yang berdiri sendiri maupun yang berlokasi di tempat hiburan malam, diskotik, karaoke, pemandian uap, tempat pijat, serta arena permainan ketangkasan manual, mekanik, dan/atau elektronik untuk orang dewasa yang dilansir dari _metrotvnews.com_ , 28/2/2025).
Namun, tempat hiburan yang berada di hotel bintang empat ke atas atau di kawasan komersial yang jauh dari permukiman penduduk, tempat ibadah, sekolah, atau rumah sakit tetap diperbolehkan beroperasi ( _voice.com_ , 28/2/2025).
Dalam pengumuman tersebut juga disebutkan bahwa pelaku usaha pariwisata dilarang memasang iklan, poster, publikasi, serta hiburan film dan pertunjukan lainnya yang bersifat pornografi, cabul, dan erotis. Selain itu, mereka dilarang menimbulkan gangguan terhadap lingkungan, memberikan hadiah dalam bentuk dan jenis apa pun, memberikan kesempatan untuk melakukan taruhan atau perjudian, serta mengedarkan dan menggunakan narkoba. Para pelaku usaha juga diwajibkan menghormati dan menjaga suasana yang kondusif selama bulan Ramadan dan Idulfitri serta mewajibkan setiap karyawan dan mengimbau pengunjung untuk berpakaian sopan. Pengumuman ini berlaku mulai satu hari sebelum Ramadan hingga satu hari setelah bulan Ramadan ( _berita.republika.co.id_ , 2/3/2025).
*Kebijakan yang Tidak Menyentuh Akar Permasalahan*
Pengaturan jam operasional tempat hiburan selama Ramadan menunjukkan bahwa kebijakan penertiban saat ini tidak benar-benar memberantas maksiat. Terlebih lagi, di beberapa daerah yang sudah tidak islami, tempat hiburan tetap beroperasi selama bulan Ramadan. Padahal, sudah berkali-kali diserukan bahwa Ramadan adalah bulan penuh berkah, bulan yang agung, dan bulan di mana pahala dilipatgandakan.
Namun, keistimewaan Ramadan dalam kondisi saat ini justru tidak mampu memberikan penyadaran yang menyeluruh kepada masyarakat. Seharusnya, dosa tidak hanya dihindari selama bulan Ramadan, tetapi juga di luar bulan tersebut. Sayangnya, karena kebebasan dan kebijakan yang memberi ruang bagi kemaksiatan, dosa seolah menjadi hal yang lumrah. Akibatnya, masyarakat menjadi individualis, hanya berusaha menjadi baik untuk dirinya sendiri atau keluarganya tanpa memperdulikan apakah orang lain juga baik atau tidak.
Allah SWT berfirman:
_"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang benar dan yang batil)."_ (QS. Al-Baqarah: 185)
Dalam Islam, kemaksiatan bukan sekadar masalah sosial, melainkan pelanggaran terhadap hukum syariah yang memiliki sanksi tegas. Kemaksiatan juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, dalam sistem Islam, kemaksiatan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari agama, politik, ekonomi, hingga hiburan, dengan berlandaskan akidah Islam. Segala hal yang berpotensi menimbulkan kemaksiatan akan dilarang, dan apabila dilanggar, akan dikenakan sanksi yang membuat jera.
*Penerapan Syariat Islam dalam Memerangi Kemaksiatan*
Hanya dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh di bawah naungan Khilafah, dosa dapat dihapuskan secara tuntas. Dalam sistem Khilafah, syariat Islam akan diterapkan dengan tegas dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pengaturan hiburan dan pariwisata. Setiap bentuk kegiatan yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam dosa dan kemungkaran akan dilarang, dan para pelakunya akan dihukum sesuai dengan ketentuan syariat.
Dalam sistem Khilafah, hukum Allah ditegakkan dengan asas keadilan. Setiap individu diberi kebebasan untuk memilih pekerjaan, bisnis, atau hiburan dengan tetap menjaga ketaatan kepada Allah. Sistem pendidikan Islam juga berperan penting dalam membentuk pribadi-pribadi bertakwa yang berpegang teguh pada syariat dalam semua aspek kehidupan.
Al-Qur'an dengan jelas mengingatkan umat Islam untuk menjauhi dosa dalam berbagai bentuknya. Allah SWT berfirman:
_"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah balasan bagi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka."_ (QS. Al-Bayyinah: 7-8)
Keberadaan kemaksiatan yang tetap berlangsung bahkan di bulan Ramadan menunjukkan bahwa kebijakan para penguasa yang berlandaskan sistem sekuler dan kapitalis telah gagal dalam menghilangkan kemaksiatan. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan.
Dalam sistem Islam, semua aspek kehidupan, termasuk hiburan dan pariwisata, diatur berdasarkan akidah Islam. Hanya dengan sistem Khilafah yang menjalankan hukum Allah secara ketat, dosa dapat dihapuskan secara tuntas. Dengan demikian, umat Islam dapat hidup dalam ketaatan dan meraih kebahagiaan yang hakiki.
Wallahu a’lam bish-shawab.