![]() |
Oleh : Defli Sarlina (Aktivis Dakwah Kampus) |
Kasus korupsi makin menggurita, menjalar ke setiap sendi kehidupan. Tidak ada satu pun kekuatan dan kekuasaan yang mampu membendung pergerakan tikus berdasi ini. Tak ayal perilaku tidak terpuji ini dilakukan secara berjamaah, kaki tangannya menyebar dimana-mana. Sedangkan pengendalinya aman di tangan penguasa. Lalu harapan apa yang kita punya untuk menghentikan ini semua, rakyat kini sudah jadi sasaran empuk koruptor.
Dilansir dari kompas dot com (13/02/2025), Presiden Prabowo Subianto menyebutkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia mengkhawatirkan. Dalam forum Internasional World Goverment Summits 2025 di Dubai, Uni Emirat Arab, Prabowo bakal membasmi korupsi yang merugikan negara. Prabowo juga menilai, korupsi merupakan akar dari berbagai kemunduran diberbagai sektor. Ia menegaskan komitmennya dalam memberantas korupsi.
Pernyataan yang disampaikan oleh presiden Prabowo Subianto untuk membasmi korupsi di Indonesia nampaknya tidak ditangani dengan serius. Pernyataan untuk menghapus korupsi tidak sejalan dengan realita di lapangan. Nyatanya penerapan sistem Kapitalisme-Demokrasi telah memberi peluang besar bagi para koruptor. Sebut saja kasus Harun Masiku yang sampai saat ini masih dalam buron KPK. Kasus Tom Lembong dengan kerugian negara mencapai 578 Miliar. Kasus ini merupakan beberapa contoh kasus korupsi yang terjadi di Indonesia yang luput dari hukum. Berapa banyak para pejabat yang terjerat kasus korupsi namun lolos dari hukum Indonesia bahkan melalang buana keluar-masuk Indonesia. Kenyataan ini merupakan bentuk ketidakmampuan negara dalam menangani permasalahan negeri ini.
Bahkan pada Desember tahun 2024 lalu, Prabowo memberikan pernyataan untuk memaafkan koruptor asalkan uang hasil korupsi dikembalikan. Bagaimana mungkin rencana membasmi korupsi dapat berjalan dengan mulus, sementara sebelumnya dikatakan memaafkan para pelaku korupsi. Kasus ini bukan hanya dilakukan oleh satu atau dua orang pelaku, melainkan sudah terorganisir melalui penerapan sistem kapitalisme-sekulerisme yang menjadikan para korporat berpeluang besar untuk korupsi. Sistem kapitalisme sekulerisme dengan ekonomi liberal telah memuluskan jalan penguasa untuk mengikis uang negara. Sistem ini membuka peluang para oligarki memodali pemilihan wakil rakyat yang pada akhirnya akan tunduk pada pemilik modal, sehingga orang yang menang dalam pemilu ini akan membayar semua hutang mereka menggunakan uang hasil korupsi, dikarenakan biaya politik demokrasi sangat tinggi ditambah gaji mereka tidak mampu melunasi hutang terhadap oligarki.
Mengutip dari kompas.com Indonesia mencatat ada 791 kasus korupsi di Indonesia sepanjang tahun 2023, jumlah tersangkanya mencapai 1.695 orang. Peneliti ICW Dicky Anandya mengatakan, data tersebut menunjukkan kasus korupsi di tanah air meningkat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sistem kapitalisme memang telah menyuburkan para koruptor bersarang di negeri ini. Sistem kapitalisme telah meniadakan peran agama dalam mengatur kehidupan. Aturan yang berlaku dibuat untuk menghasilkan materi sebanyak-banyaknya yang hanya menguntungkan sebagian kelompok tertentu saja. Aturan kapitalisme dengan aqidah sekuler merupakan seburuk-buruk aturan yang mengatur manusia. Oleh karena itu aturan ini tidak boleh dibiarkan bercokol lama di tengah-tengah masyarakat.
Kaum muslim hendaknya meyakini bahwa penerapan sistem kapitalisme-sekuler merupakan pelanggaran terhadap pelaksanaan hukum Syara’.
Dalam Islam aturan yang harusnya menaungi kaum muslimin adalah aturan yang berasal dari sang pencipta sekaligus pengatur kehidupan yakni dengan penerapan Pemerintahan Islam yang memandang haram dan halal suatu perbuatan. Penerapan Islam secara menyeluruh oleh negara mengharuskan negara memberantas korupsi sampai tuntas, sebab aktivitas korupsi di dalam Islam jelas keharamannya. Dalil keharamannya terdapat dalam Q.S Al-Baqarah ayat 188 “Janganlah kamu memakan harta diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” Islam mempunyai tindakan pencegahan (preventif) dan penindakan (kuratif). Tindakan pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilakukan negara adalah pertama, memastikan para pejabat mempunyai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Keimanan dan ketaqwaan inilah yang merupakan pondasi awal dalam pemilihan para pejabat negara dan memastikan para pejabat tersebut berlaku jujur serta amanah dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayan rakyatnya. Kedua, memberikan gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehingga akan terhindar dari pencurian uang negara. Selanjutnya hukuman yang ditetapkan oleh negara bagi pelaku korupsi adalah berupa penjara bahkan sampai pada hukuman mati sesuai dengan tingkatan dan besarnya kerugian yang ditimbulkan.
Dalam hadis riwayat Muslim, dari ‘Adi nin Amirah al-kindi, aku mendengar Rasulullah Saw. Bersabda, barangsiapa diantara kalian yang kami beri amanah dengan suatu pekerjaan, lalu ia tidak menyerahkan suatu jarum atau yang lebih bernilai daripada itu kepada kami, maka harta tersebut akan ia bawa pada hari kiamat sebagai harta ghulul (korupsi). Dalam sejarah Islam, ketika Umar bin Khatab menjadi seorang khalifah, beliau biasa menyita harta tidak wajar para wali atau amilnya. Beliau pun bersikap tegas kepada keluarganya sendiri. Ketika melihat unta milik Abdullah bin Umar paling gemuk diantara unta yang digembalakan di padang gembalaan umum, beliau menyuruh Abdullah bin Umar menjual unta itu. Kemudian kelebihan dari modalnya dimasukkan ke kas negara. Khalifah Umar menilai, unta itu paling gemuk karena mendapat rumput terbaik mengingat Abdullah bin Umar adalah putra khalifah. (Ibnu ‘Abd Rabih, Al-Iqd al-Farid, 1/46-47).