![]() |
Oleh: Diana Aprilianti |Aktivis Dakwah Remaja |
Di jantung Indonesia, terdapat sebuah wilayah yang dikenal karena keindahan alam dan keanekaragaman hayati yang luar biasa surga bawah laut yang indah dan kaya akan sumber daya alam, yaitu Raja Ampat. Namun, di balik keindahan alamnya tersimpan potensi besar penambangan nikel yang dapat membawa dampak besar bagi masyarakat dan lingkungan. Bagaimana kita dapat mengelola sumber daya alam ini dengan baik, sesuai dengan prinsip syariat Islam, sehingga keberkahan dan keberlanjutan dapat tercapai?
Dikutip dari tirto.id, Kementerian Lingkungan Hidup menemukan banyak pelanggaran serius di Raja Ampat terkait aktivitas penambangan nikel. Di wilayah yang terkenal akan keindahan pariwisatanya itu, terdapat empat perusahaan tambang nikel yang menjadi objek pengawasan KLH.
Di kawasan yang dikenal luas karena pesona pariwisatanya, terdapat empat perusahaan tambang nikel yang saat ini menjadi fokus pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup. Keempat perusahaan tersebut meliputi PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa.
“Hasil pemantauan kami mengungkapkan adanya sejumlah pelanggaran serius terhadap ketentuan perlindungan lingkungan dan aturan pengelolaan pulau-pulau kecil,” ujar Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, dalam pernyataan tertulis yang diterima Tirto pada Jumat (06/06/2025).
Penambangan nikel di Raja Ampat telah menjadi topik perdebatan hangat dalam beberapa tahun terakhir. Di satu sisi, penambangan nikel dapat meningkatkan pendapatan daerah dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Namun, di sisi lain, penambangan nikel juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan.
Raja Ampat merupakan surga bawah laut dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa, yang seharusnya dijaga kelestarian habitatnya, seperti dalam firman Allah SWT, yang artinya:
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.”
(TQS. Al-A'raf: 56)
Namun, alih-alih dijaga dan dilestarikan, Raja Ampat justru dijadikan sasaran eksploitasi oleh segelintir kelompok oligarki yang hanya berorientasi pada keuntungan, tanpa mempertimbangkan dampak buruk jangka panjang terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.
Dampak Negatif dari Penambangan Nikel
Kerusakan lingkungan: Penambangan nikel dapat menyebabkan deforestasi, polusi air, dan kerusakan habitat.
Dampak pada masyarakat adat: Penambangan nikel dapat memengaruhi kehidupan masyarakat adat, seperti perubahan gaya hidup, kehilangan lahan, dan konflik sosial.
Risiko kesehatan: Penambangan nikel dapat menyebabkan risiko kesehatan bagi masyarakat setempat, seperti paparan logam berat dan polusi udara.
Dalam sistem kapitalisme, pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip ekonomi pasar yang bertujuan untuk mencapai keuntungan sebesar-besarnya tanpa memedulikan dampak negatifnya. Para pengusaha lebih memprioritaskan keuntungan jangka pendek daripada menjaga kelestarian sumber daya alam, meskipun tindakannya melanggar undang-undang yang dibuat oleh negara. Inilah bukti dari kebobrokan sistem kapitalisme.
Dalam sistem kapitalisme, pengusaha lebih berkuasa daripada negara karena:
Adanya ketergantungan pada perusahaan swasta: Negara bergantung pada perusahaan swasta untuk mengelola sumber daya alam, yang membatasi kemampuan negara dalam mengatur dan mengawasi kegiatan ekonomi.
Konflik kepentingan: Negara mengalami konflik antara mempromosikan kegiatan ekonomi dan melindungi lingkungan serta masyarakat.
Keterbatasan sumber daya: Negara mengalami keterbatasan untuk mengawasi kegiatan ekonomi, sehingga efektivitas peran negara menjadi lemah.
Dengan demikian, dalam sistem kapitalisme, pengelolaan sumber daya alam berada di bawah kendali para pengusaha, di mana kepemilikannya dapat dimiliki secara pribadi oleh individu atau korporasi. Hal ini menjadikan sumber daya alam sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan, bukan sebagai amanah untuk kemaslahatan umat.
Rakyat hanya mendapat dampak negatif, sedangkan keuntungannya dinikmati oleh kaum oligarki. Berbeda halnya dengan sistem Islam, di mana pengelolaan sumber daya alam adalah milik umum yang harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. Kepemilikannya tidak boleh dikuasai oleh individu atau pihak swasta.
Seperti sabda Rasulullah SAW:
"Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api."
(HR. Ibnu Majah)
Dalam Islam, syariat menata kepemilikan umum dengan adil serta membangun sistem ekonomi yang berlandaskan keimanan dan ketakwaan, demi menciptakan kemakmuran dan keberkahan umat.
Pemimpin dalam Islam harus memiliki iman dan takwa serta menjalankan aturan sesuai hukum syariat. Dalam mengelola sumber daya alam, mereka tidak akan menerima suap, tidak melakukan kolusi dan korupsi, serta akan menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem. Negara dalam Islam memiliki kewajiban untuk melindungi, mengawasi, dan mengelola kepemilikan umum untuk kepentingan umat.
Namun, kesempurnaan hukum syariat ini hanya bisa terwujud di bawah naungan khilafah, yang akan membawa umat menuju keberkahan dan kemuliaan.
Wallahu a’lam bish-shawab.